Membangun sumber daya manusia untuk membangun keluarga sejahtera
Dengan Ridho Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa dan tekad bersama yang kuat, Kepala BKKBN dr. H. Hasto Wardoyo SpOG (K), setelah melakukan pertimbangan yang matang selama beberapa bulan sejak dilantik menjadi Kepala BKKBN, mantan Bupati Kulon Progo, awal bulan ini meluncurkan logo baru BKKBN dengan tujuan menggelorakan Program KKB di Indonesia dengan sasaran generasi Millenial yang menurut pengamatan dan penilaian perlu di jadikan sasaran utama untuk masa yang akan datang ini.
Pengamatan itu betul karena gerakan KKB yang gegap gempita di tahun 1970 - 1980-an telah berhasil menempatkan Indonesia menjadi negara berkembang yang dalam waktu kurang dari satu generasi telah mengubah budaya banyak anak, dengan TFR 5,6 anak (1970), menjadi generasi baru dengan budaya jumlah anak sedikit, TFR 2,4 anak (2018), dengan kualitas unggul dan sanggup membangun keluarganya menjadi keluarga bahagia dan sejahtera. Akibat dari keberhasilan itu, dari kabupaten ke kabupaten lainnya, dari provinsi ke provinsi lainnya, mulai dari Jakarta, Yogyakarta, Bali, Sulawesi Utara dan Jawa Timur, provinsi-provinsi tersebut memiliki penduduk tumbuh seimbang. Jumlah anak yang dilahirkan sama jumlah penduduk yang meninggal dunia. Pada waktu bersamaan struktur penduduknya berubah dan mulailah terjadi anak usia di bawah usia lima tahun menurun, tetapi penduduk produktif di atas usia 15 tahun dan lansia di atas usia 60 tahun meningkat tajam.
Keluarga Indonesia yang masih sederhana, banyak yang masih prasejahtera dan sejahtera I, perlu bantuan pemberdayaan agar bisa mengikuti arus baru abad Melinial yang menghasilkan kelompok muda yang memiliki sifat Melenial, serba cepat dan praktis. Sifat dan sikap baru penduduk muda yang melenial tersebut dianggap oleh Kepala BKKBN perlu di dorong atau disambut dengan “logo baru” yang memberi jiwa dan semangat baru pada program KKB. Karena itu perlu segera “logo baru” itu diterjemahkan agar diikuti dengan program dan kegiatan yang luar biasa “melompatnya” dibanding program yang terkesan makin lamban menurut pola lama.
Perlu diingat bahwa di samping melayani “generasi Melenial” yang siap, BKKBN perlu mendorong keluarga prasejahtera dan sejahtera I yang masih jauh ketinggalan dan mungkin saja memakan waktu lama untuk menjadi generasi Melenial, untuk dibantu dengan proses pemberdayaan yang sistematis. Untuk itu, Model Peta KKB seperti di masa lalu, perlu disegarkan agar kita memiliki peta pemberdayaan dan sasaran yang tepat guna membantu generasi yang harusnya sudah menjadi generasi Melenial tetapi masih tertinggal. Proses itu perlu dijadikan gerakan masyarakat seperti dilakukan pada tahun 1990-an atau pada awal tahun 2000-an melalui pembentukan “Kelompok Akseptor” atau Posdaya di Desa. Agar bisa menjadi gerakan masyarakat yang luas, BKKBN perlu menyegarkan kerja sama dengan Perguruan Tinggi dengan mengajak ribuan mahasiswa yang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang mengajak “Merdeka Belajar” bersama rakyat di Desa, melalui “Kuliah Kerja Nyata” (KKN), atau banyak Organisasi masyarakat yang sekaligus mendampingi masyarakat dan keluarga Desa yang tertinggal bersama sama mengejar dan berubah menjadi “Masyarakat dan Keluarga Melenial”. Model “Kelompok Akseptor” di masa lalu atau “Posdaya” sebagai kelompok solidaritas gotong royong masyarakat di desa seperti di bentuk pada tahun 1980-an atau pada tahun 2000-an bisa dipertimbangkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat luas dengan bimbingan dan pendampingan mahasiswa dan relawan anak muda yang melimpah yang sikap atau budaya Melenial sudah lebih maju. Ini berarti bahwa Logo BKKBN yang baru perlu menghasilkan gerakan dan menempatkan BKKBN sebagai pendukung utama gerakan pembangunan dan pemberdayaan “keluarga Melinial” yang berkualitas dan sanggup menghadapi perubahan dengan kecepatan sangat tinggi, tidak boleh membiarkan BKKBN sebagai instansi rutin yang lamban. Semoga.