Pendataan Keluarga untuk siapkan Peta Pemberdayaan
Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo SpOG pagi tadi mengabarkan kepada senior beliau, mantan Kepala BKKBN, Prof. Dr. Haryono Suyono, pertemuan beliau dengan Menteri Dalam Negeri, Jendral Tito Karnavian, yang memberikan dukungan penuh pada upaya penyegaran Peta Keluarga yang akan segera dilakukan oleh Jajaran BKKBN sampai di desa-desa. Peta Keluarga buatan BKKBN tersebut memiliki sejarah panjang yang luar biasa karena selalu dipergunakan oleh BKKBN sebagai roadmap dan menjadi bagian dari alat pendukung operasional guna melaksanakan rencana guna mencapai target jangka pendek dan jangka panjang dalam upaya pemberdayaan keluarga yang dilakukan secara sistematis, cermat dan hampir selalu berhasil.
Seperti diketahui, sejak dibentuknya pada tahun 1970 subyek sasaran utama yang harus di kerjakan oleh BKKBN adalah keluarga. Pada tingkat awal BKKBN ditugasi agar keluarga, utamanya keluarga muda, di ajak ikut KB. Maka peta subyek sasaran utama pada tingkat awal adalah keluarga muda. Data dan Peta awal yang dikembangkan BKKBN sebagai “road map” adalah peta keluarga muda untuk mengetahui siapa dan dimana keluarga muda itu berada. Peta awal yang dipegang oleh para petugas PLKB, Petugas Lapangan Keluarga Berencana, adalah peta keluarga muda.
Setelah sukses dengan gerakan KB yang menghasilkan penurunan fertilitas mendekati 50 persen menjelang tahun 1990, maka pada tahun 1989 Indonesia mendapatkan Penghargaan PBB berupa UN Population Awards, maka subyek saasaran keluarga itu harus segera dijadikan keluarga sejahtera. Maka data dan peta yang dibuat BKKBN disiapkan menjadi roadmap baru yang harus mengandung ciri-ciri atau posisi keluarga Indonesia. Berdasarkan UU nomor 10 tahun 1992, keluarga Indonesia dibagi menjadi keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera I, keluarga sejahtera II, keluarga sejahtera III, dan keluarga sejahtera III plus. Sesuai Insttuksi Presiden, mengacu pada UU nomor 10 tahun 1992, keluarga prasejahtera yang sebagian besar, atau sekitar 90 persen miskin, dan keluarga sejahtera I yang sekitar 70 -80 persen miskin, perlu segera dibebaskan dari kemiskinan. BKKBN di arahkan memiliki program dan kegiatan sebagai bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Program itu mengacu pada Inpres Keluarga Sejahtera (IKS). Inpres ini sejajar dengan Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang mendukung pembangunan desa yang sangat tertinggal agar keluarga miskinnya juga terentas dari kemiskinan.
Mengacu pada petunjuk baru itu, sejak tahun 1993/94, Peta Keluarga yang diturunkan dari hasil pendataan keluarga oleh PLKB, disempurnakan dengan memasukkan proxy indikator keluarga yang lebih lengkap. Guna menyusun indikator keluarga tersebut BKKBN bekerja sama dengan para Guru Besar Sosiologi dan ahli-ahli senior dari berbagai Perguruan Tinggi seperti Prof. Dr. Selo Sumardjan dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Sayogo dari IPB dan banyak ahli lain dari berbagai Perguruan Tinggi. Kepala BKKBN yang kebetulan sosiolog juga terlibat langsung secara intensip dibantu ahl-ahli lapangan seperti Drs. Mazwar Nurdin, Drs. Moch. Sudarmadi, dua-duanya kemudian menjadi Doktor dan pasukan lapangan lainnya. Proxy indikator yang dihasilkan oleh para ahli itu di seleksi dan dipilih proxy indikator “mutable”, artinya indikator yang bisa diubah oleh keluarga subyek sendiri atau keluarga sasaran, bukan pihak lain, yaitu keluarga miskin yang menjadi subyek pemberdayaan.
Penentuan “indikator mutable” ini sangat penting karena tanpa partisipasi aktif subyek sasaran maka upaya pengentasan kemiskinan akan sangat tergantung pada intervensi dari luar. Sedangkan kalau keluarga sasaran ikut serta maka intervensi dari luar sifatnya adalah “pancingan” atau “stimulan” agar upaya pengembangan selanjutnya dilakukan sebagai “partispasi keluarga miskin” yang dibantu melalui proses pemberdayaan.
Setelah ketentuan tersebut, maka indikator yang tersusun dilakukan pendataannya oleh PLKB dibantu para Pimpinan Kelompok KB dan ibu-ibu PKK dari seluruh desa. Hasilnya di dibuat peta dan dijadikan “roadmap” bagi para petugas KB dan ibu-ibu PKK guna melakukan intervensi pemberdayaan keluarga melalui berbagai cara. Salah satu cara yang populer adalah melalui “lelang kepedulian” dengan mengundang keluarga kaya yang simpatik kepada keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I. Keluarga kaya membantu secara terarah meningkatkan nilai indikator yang lemah agar keluarga yang dibantu indikatornya naik dari prasejahtera ke posisi yang lebih tinggi dan seterusnya. Upaya yang didukung melalui usaha gotong royong antara keluarga prasejahtera dan sejahtera I oleh keluarga yang lebih mapan menjadi gerakan masyarakat yang gegap gempita dan menyebar melalui dukungan media masa yang sangat luas.
Pada tahun 1993/94 dan 1965/19966, gerakan itu ditambah adanya Program IDT dan IKM, kemudian juga melalui adanya program Takesra dan Kukesra yang memberikan Tabungan dan Kredit lunak Takesra dan Kukesra untuk seluruh keluarga prasejahtera dan seajeahtera I. Program Takesra dan Kukesra berakhir saat pak Harto lengser dilanjutkan dengan program kredit lain melalui Bank BPD dan Bank Nusamba yang didukung oleh Yayasan Damandiri serta kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari sekitar 4500 Perguruan Tinggi Negeri dan swasta dari seluruh Indonesia.
Melalui berbagai usaha tersebut, sampai tahun 1997 tingkat kemiskinan bisa ditutunkan menjadi sekitar 11 persen dan Indonesia mendapatkan Penghargaan PBB yang diserahkan langsung oleh Dirjen UNDP yang datang ke Jakarta. Tetapi sejak pak Harto lengser program-program itu seakan dihentikan.
Sejak tahun 2015 berbagai program itu dilanjutkan Presiden Jokowi melalui Program Pembangunan Desa yang didukung Dana Desa untuk sekitar 75000 desa di seluruh Indonesia sehingga kemiskinan menurun sampai sekitar 9,98 persen, pertama kali dibawah angka 10 persen. Program itu, seperti di tahun 1994/95 akan sangat bisa diturunkan lebih cepat dan tajam bila diikuti program pemberdayaan keluarga oleh BKKBN, PKK, TNI ABRI masuk Desa, Mahasiswa KKN dan jajaran lainnya. Syarat lainnya adalah kalau pendataan yang akan dilakukan BKKBN diarahkan seperti keadaannya di tahun 1994/95 dan BKKBN, seperti waktu itu, yaitu diberi tugas upaya pemberdayaan keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I secara intensip.
Kemungkinan sangat besar bahwa posisi keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I naik menjadi keluarga sejahtera II, III dan III plus, sehingga tingkat kemiskinan turun jauh lebih cepat dan tajam atau bahkan bisa dihapuskan dalam waktu jauh lebih cepat karena seluruh proses bisa mengikuti “road map” yang pasti. Setiap keluarga sasaran mengikuti proses yang diarahkan menjadi keluarga yang mandiri, bahagia dan sejahtera.
Suatu kesempatan bagi pemerintah memberi tugas kepada jajaran BKKBN yang karena di dukung oleh Menteri Dalam Negeri, seluruh jajaran PKK, dan kekuatan di desa lainnya, seperti di masa lalu, dapat diikut sertakan memberi dukungan yang kuat di seluruh desa. Gerakan bersama itu pasti lebih siap dan terpadu melalui pendataan terarah yang segera di gelar di seluruh Indonesia. Pendataan keluarga yang diarahkan mengenal secara cermat keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I yang miskin, dan selanjutnya dijadikan sasaran pemberdayaan secara sistematis. Semoga BKKBN dan jajarannya menambah kekuatan pemberdayaan keluarga seperti di masa lalu. Amin.