Kumis di Mata Orang Korea
Oleh: Aam Bastaman
Beberapa media nasional terkemuka mewartakan amarah warga Korea Selatan karena sesuatu yang nampaknya sepele bagi kebanyakan orang di dunia, namun bisa menyulut amarah sebuah bangsa: Tentang Kumis yang dimiliki Duta besar Amerika Serikat (AS) yang baru untuk Korea Selatan - Harry Harris! Walhasil Duta besar AS tersebut menjadi sasaran amarah dan protes sejumlah warga Korea Selatan lantaran berkumis. Disebutkan kumis diplomat itu menjadi sasaran perbincangan penuh emosional di kalangan netizen Korea Selatan. Sebagian warga Korea Selatan menyatakan merasa terhina atau dipermalukan dengan kumis sang Dubes.
Mengapa kumis menyebabkan amarah rakyat Korea Selatan? Padahal di kebanyakan negara berkumis atau tidak berkumis, itu ranah privat yang boleh dipilih setiap individu. Namun rupanya di Korea Selatan lain lagi. Rakyat Korea pernah mengalami masa-masa pahit saat pendudukan Jepang atas Korea. Oleh arena itu, seringkali sesuatu yang berhubungan dengan Jepang kurang mereka sukai. Jepang dianggap telah melukai martabat bangsa Korea, karena kalah dan dijadikan jajahan Jepang. Ingatan tentang Jepang yang buruk dan penuh penindasan sering menghantui banyak warga Korea.
Bahkan sampai sekarang, ternyata, warga Korea Selatan belum mampu menghapus trauma panjang di masa penjajahan Jepang. Ketika itu, para pemimpin Jepang yang menguasai Korea Selatan seperti Hideki Tojo, Perdana Menteri Jepang yang kemudian dieksekusi setelah pengadilan perang, dan banyak pemimpin militer Jepang lainnya di era penjajahan Jepang atas Korea sampai berakhirnya perang dunia kedua berkumis. Bahkan Kaisar Jepang Hirohito juga memiliki kumis. Itu rupanya yang menjadi penyebab amarah warga Korea Selatan terhadap Duta Besar AS yang baru diangkat itu. Padahal Amerika Serikat merupakan sekutu terdekat Korea Selatan. Amerika Serikat-lah yang melindungi Korea Selatan dari ancaman Korea Utara. Tapi kali ini gara-gara kumis sang Dubes warga Korea Selatan bereaksi keras.
Tapi kalau melihat latar belakang sang Dubes, yang memiliki ibu Jepang dan dilahirkan di Jepang, mungkin juga menjadi alasan tersendiri mengapa warga Korea Selatan marah. Artinya, ada faktor lain, yaitu sensitifitas terhadap sesuatu yang berbau Jepang, diluar masalah kumisnya itu.
Bisa pihami sekarang kenapa para tokoh Korea Selatan, termasuk para artisnya umumnya tidak berkumis, tapi berwajah klimis, bersih tanpa bulu. Jadi kalau di banyak budaya kumis itu perlambang kejantanan, bahkan menjadi mitos lelaki, sehingga menjadi daya tarik bagi lawan jenis, tidak demikian dengan masyarakat Korea. Padahal berkumis menjadi pilihan banyak lelaki di India, Pakistan, Meksiko, Jerman, dan Iran. Negara-negara tersebut dikenal memiliki lelaki berkumis paling banyak di dunia. Selain itu banyak tokoh dunia dari beragam bangsa yang berbeda memelihara kumis alias berkumis.
Tapi memang harus diakui juga, ada budaya, di luar sentimen bangsa Korea terhadap Jepang, yang memiliki kepercayaan bahwa kumis bisa menyebabkan “bad luck” untuk bisnis. Saya yang berkumis pernah diminta untuk mencukur kumis kalau nanti diterima di suatu perusahaan karena pemilik perusahaan (yang keturunan Cina) konon memiliki kepercayaan berkumis tidak baik untuk bisnis. Itu waktu masih muda, di awal karir. Tapi untung tidak jadi bergabung.
Disamping kumis dikaitkan dengan urusan bisnis, ada lagi yang mengatakan kumis merupakan identitas yang melekat pada lelaki Yahudi. Yang ini saya tidak tahu kebenarannya, karena faktanya banyak bangsa-bangsa di dunia memelihara kumis. Yang jelas pembahasan tentang kumis kini menjadi lebih rumit, karena dapat memiliki banyak penafsiran, termasuk pro-kontra-nya. Seperti yang kita lihat di Korea Selatan.
(Aam Bastaman, Editor Senior Gemari.id)