Gagasan “Tabungan Takesra” dan “Kredit Kukesra” dilanjutkan Posdaya
Gagasan luar biasa “Tabungan Takesra”, Tabungan Keluarga Sejahtera yang diikuti dengan “Kredit Kukesra”, Kredit Keluarga Sejahtera, yang dimulai bersamaan waktunya dengan pembentukan Yayasan Damandiri secara resmi pada tanggal 15 Januari 1996 dan berlangsung sampai akhir 1998 atau awal 1999, pada saat Presiden HM Soeharto lengser, terpaksa dihentikan. Alasannya bukan karena masyarakat tidak mau menabung lagi, atau tidak berminat mengambil kredit, tetapi karena pejabat yang diserahi tugas membantu secara operasional di lapangan tidak berani mengambil risiko karena gagasan yang luar biasa itu adalah gagasan yang didukung oleh Presiden HM Soeharto. Semua pihak seakan alergi terhadap semua gagasan yang berasal dari mantan Presiden HM Soeharto. Bahkan Penghargaan PBB yang diserahkan langsung oleh Dirjen UNDP di Istana Negara Jakarta karena Indonesia berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi sebesar 11 persen pada tahun 1997 “disembunyikan” dan tidak disiarkan kepada publik.
Tabungan kepada sekitar 13,6 juta keluarga prasejahtera berhasil ikut andil dalam upaya pengentasan kemiskinan karena dari jumlah itu sekitar 11,3 juta mengambil kredit langsung melalui Bank BNI dan secara sendiri atau bersama anggota kelompoknya mulai mengembangkan usaha ekonomi produktif, biarpun dari ukuran kecil, tetapi mulai makin teratur, sehingga segera setelah Presiden RI menerima penghargaan berupa Plaket dari UNDP, Menteri Kepala Bappenas Prof. Dr. Ir. Ginajar Kartasasmita yang mengurusi IDT, Inpres Desa Tertinggal, dan Menteri Kependudukan/Kepala BKKBN Dr. Haryono Suyono yang mengurusi IKS, Inpres Keluarga Sejahtera, mendapatkan copy tanda penghargaan itu atas partisipasi program IDT dan IPM berupa Takesra dan Kukesra tersebut. Kedua Program itu secara perlahan dan masif ikut mengentaskan kemiskinan dan memberi kesempatan keluarga miskin memiliki usaha ekonomi secara teratur.
Karena kegiatan yang teratur itu maka upaya itu ikut menurunkan angka kemiskinan dari sekitar 70 persen di tahun 1970, atau sekitar 30 persen di tahun 1993/94 menjadi sekitar 11 persen di tahun 1997 yang ikut memberi warna dan meyakinkan PBB memberikan penghargaan PBB pada tahun 1997. Penghargaan yang diserahkan langsung oleh Dirjen UNDP yang datang khusus ke Jakarta dan menyerahkannya langsung kepada Presiden RI Almarhum HM. Soeharto itu bukan permainan politik tetapi melalui penilaian oleh para ahli yang disponsori oleh UNDP PBB. Suatu kenangan perjuangan untuk rakyat yang membesarkan hati.
Setelah kegiatan Yayasan Damandiri dengan Takesra Kukesra dihentikan, bersama pak Harto kami memutuskan Dana Yayasan di titipkan kepada beberapa Bank BPD dan Bank Nusamba di seluruh Indonesia agar bisa disalurkan kepada keluarga miskin atau rakyat kecil yang menjadi sasaran BPD dan Bank Nusamba di seluruh Indonesia sesuai tujuannya membantu rakyat kecil di desa-desa. Secara khusus Yayasan Damandiri ikut membesarkan Bank Nusamba agar makin besar jangkauannya kepada rakyat di desa.
Bunga dan pendapatan yang diperoleh Yayasan dari Bank BPD dan Bank Nusamba itu dipergunakan untuk membantu anak-anak keluarga miskin melalui kursus dan bantuan untuk mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi agar makin banyak anak keluarga miskin bisa ikut menikmati Pendidikan Tinggi dan akhirnya bisa mengentaskan orang tua masing-masing. Usaha ini membuat Yayasan Damandiri makin dekat dengan berbagai Perguruan Tinggi. Kedekatan Yayasan pada Perguruan Tinggi itu sangat menolong menjelaskan posisi dan kiprah pak Harto melalui berbagai Yayasan yang dituduh untuk keperluan bangkit kembali atau melakukan kegiatan politik melawan pemerintah. Pak Harto sangat menghargai kedekatan Yayasan Damandiri dengan berbagai Perguruan Tinggi tersebut dan memberi petunjuk langsung untuk dilanjutkan dengan program lain yang lebih luas.
Program lanjutan itu mengajak mahasiswa melakukan pendampingan masyarakat desa agar makin cerdas dan terampil melakukan pembangunan di desanya. Untuk itu para mahasiswa diajak menyegarkan kelompok yang ada di desa seperti dilakukan pada waktu melakukan ajakan untuk ber-KB melalui pembentukan Kelompok Akseptor KB, yaitu membentuk Kelompok Pemberdayaan Keluarga atau Pos Pemberdayaan Keluarga atau Posdaya. Gagasan itu mendapat persetujuan Pak Harto karena kelompok seperti itu ikut mengentaskan kemiskinan sehingga Indonesia mendapat Penghargaan PBB. Sejak itu di berbagai Perguruan Tinggi mengundang wakil Yayasan Damandiri ikut memberi pembekalan pada saat Perguruan Tinggi mengirim mahasiswa ke desa-desa, termasuk mengajak mahasiswa KKN membentuk kelompok Posdaya seperti halnya BKKBN di masa lalu membentuk Kelompok Keluarga Akseptor KB atau Kelompok Keluarga Sejahtera.
Sejak itu Yayasan selalu diundang karena kegiatan KKN mendapat masukan yang sangat positif bagaimana menggerakkan masyarakat sesuai dengan arahan PBB yaitu MDGs selama lima tahun pertama dan sesuai arahan SDGs pada lima tahun berikutnya. Perguruan Tinggi mendapat apresiasi dari berbagai rekannya di luar negeri dan banyak mahasiswa menulis thesis, Disedrtasi atau karya ilmiah sesuai arahan internasional sehingga bisa dimasukkan dalam Journal Ilmiah tanpa hambatan. Sampai tahun 2015 tidak kurang dari 450 Perguruan Tinggi ikut gerakan Posdaya sehingga banyak yang memperoleh Penghargaan Rekor Muri, dan sebaliknya Yayasan Damandiri atau Ketua Yayasan mendapat penghargaan Perguruan Tinggi atau Penghargaan Internasional dari berbagai Organisasi dunia, termasuk Penghargaan Doktor HC dari Universitas Monash di Australia serta sebenarnya banyak lagi, tetapi tidak semua diterima karena mengikuti jejak Pak Harto yang selalu hati-hati menerima penghargaan.
Setelah pak Harto wafat, Pimpinan Pembina di pindahkan kepada Bapak Bob Hasan dan pada tahun 2015, setelah ulang tahun yang ke 20, Ketua Yayasan Damandiri dilanjutkan Dr (HC). Subiakto Tjakrawerdaja. Kebijakan Yayasan yang baru tidak melanjutkan kerja sama dengan banyak Perguruan Tinggi termasuk kerja sama dalam Kuliah Kerja Nyata dengan Perguruan Tinggi guna membantu masyarakat dan keluarga miskin di desa-desa di seluruh Indonesia. Program Yayasan di pusatkan pada pengembangan desa mandiri lestari pada 15 desa terpilih agar bisa konsentrasi secara efektif.
Karena mantan Ketua Yayasan di tugasi pemerintah sebagai Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT, maka banyak gagasan dan pengalaman positif dalam pengembangan KKN serta Posdaya di desa-desa disumbangkan kepada usaha pembangunan desa dan masyarakat desa pada hampir 75.000 desa di seluruh Indonesia. Pengembangan SDM yang pernah di dilakukan bersama Universitas Terbuka dilanjutkan dan diperluas oleh Kementerian Desa PDTT dalam wujud Akademi Desa 4.0 serta dalam kegiatan Kuliah On Line yang sangat efektif dengan jangkauan sangat luas. Semoga masyarakat desa yang sekaligus mendapat kucuran dana berupa Dana Desa yang jauh lebih besar dibandingkan program IDT atau IKM segera bisa dibebaskan dari kemiskinan, mendapat dukungan pemberdayaan serta berkembang menjadi masyarakat mandiri yang dinamis, maju, bahagia dan sejahtera.