Desa Liang Ndara Kembangkan Wisata Tradisi dan Budaya

nDara.jpg

Mwnurut laporan Gedhe Nusantara, Labuan Bajo identik dengan Taman Nasional Komodo. Sebenarnya di Labuan Bajo ada beragam destinasi wisata yang menarik, salah satunya di Kampung Melo di Desa Liang Ndara. Para wisatawan disambut di pelataran gerbang kampung dengan ritual adat khas Kampung Melo. Ketua adat beserta penduduk lokal akan menyambut dengan ramah disertai iringan musik tradisional.

Kampung Melo terletak di Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Kampung Melo terletak sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Labuan Bajo. Untuk menuju ke kampung ini, dari Bandar Udara Internasional Komodo di Kota Labuan Bajo, wisatawan bisa ke Kampung Melo dengan menempuh jalur darat melalui Jalan Trans Flores selama sekitar 30 menit. Dilanjutkan dengan sedikit mendaki karena kampung ini terletak di atas bukit.

Kelelahan segera terbayar saat menemukan kejutan indah sesampainya di atas. Penduduk Kampung Melo di Desa Liang Ndara masih memegang tradisi dan hidup menyatu dengan alam  yang mengelilinginya. Penduduk kampung memiliki ritual yang menarik untuk menyambut tamu atau wisatawan yang datang. Kampung Melo memiliki pelataran khusus yang menjadi pintu gerbang kampung.

Dari pelataran tersebut, pengunjung bisa melihat pemandangan perbukitan hijau di sekelilingnya. Meski daerah NTT secara umum terkenal gersang dan panas, namun di kampung dengan ketinggian sekitar 624 mdpl ini memiliki hawa yang sejuk.

Sebuah kain selendang khas Kampung Melo akan dilingkarkan di leher para wisatawan sebagai tanda mereka disambut dengan gembira. Selanjutnya para tamu akan diajak ke sebuah rumah utama di tengah kampung yang disebut Rumah Gendang. Di dalam rumah inilah ritual adat dimulai. Ketua adat akan membacakan mantra khusus dalam bahasa setempat. Tamu diberikan minuman khusus yang disebut sopi serta pinang berisi sirih.

Salah satu tarian khas yang membuat wisatawan selalu penasaran untuk berkunjung ke Kampung Melo adalah Tari Caci. Tarian ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat kepada leluhur dan Tuhan saat mengalami kebahagiaan, seperti panen raya atau kesembuhan dari suatu penyakit. Tari Caci disajikan seperti adegan tarian perang antara dua pemain.

Caci atau larik adalah permainan gembira yang menyenangkan dan menghibur, bukan pertarungan maut. Caci berasal dari kata “ca” (satu) dan “ci” (satu) dalam bahasa Manggarai, sehingga arti caci adalah “satu lawan satu”. Sebagai atraksi, caci menggabungkan tarian, nyanyian, dan kemampuan teknis khusus dalam menyerang lawan secara artistik.

Selain indah dilihat, atribut pemain caci sarat nilai filosofis, mulai dari kekuatan untuk diri sendiri hingga penghormatan pada alam. Ada tiga atribut utama yang digunakan pemain Caci, yakni perisai melambangkan ibu, penangkis melambangkan ayah, dan pecut lambang percobaan hidup. Warga percaya saat mereka menerima cobaan, ayah dan ibu selalu siap menjaga. Karenanya di Kampung Melo dikenal ungkapan ‘Siang hari dijaga ayah, malam dilindungi ibu.’

Haryono SuyonoComment