Mengenang keindahan perjuangan selama 56 tahun
Hari ini perkawinan saya dengan istri tercinta Astuty Hasinah genap berusia 56 tahun. Tanggal pernikahan 30 Agustus dipilih bukan karena perhitungan Jawa karena saya orang Jawa saja, tetapi sekaligus suatu pertanda bahwa saya resmi menamatkan Pendidikan Akademi Ilmu Statistik setelah tahun sebelumnya terpaksa meninggalkan Kuliah pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada karena merasa tidak nyaman tidak lulus mata kuliah Kimia Organik pada tahun pertama. Keputusan pindah pada Akademi Ilmu Statistik (AIS) di Jakarta di dorong keluarga yang melihat semangat belajar saya sangat kendor dan tingkah laku meninggalkan kewajiban belajar guna menempuh ujian ulang, bahkan banyak bekerja membantu usaha kakak yang sedang mekar berkembang.
Kalau saya kenang sebagian peristiwa 56 tahun lalu itu, pilihan “paksa” keluarga pada Akademi Ilmu Statistik (AIS) itu ternyata membawa hikmah yang luar biasa. Pada AIS saya sebagai mahasiswa berpengalaman karena telah mengambil kuliah pada Universitas Gajah Mada dengan kegiatan pada Organisasi Mahasiswa yang kuat, saya termasuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Gama yang dipelonco, perkenalan mahasiswa, pakai digundul untuk pertama kali, dan aktif di kalangan Organisasi Mahasiswa serta ikut serta dalam kelompok organisasi ekstra kurikuler.
Dengan pengalaman ini, sejak tahun pertama saya giat dalam Organisasi mahasiswa AIS dan terpilih langsung sebagai Wakil Ketua Senat Mahasiswa. Pada tahun kedua secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Senat Mahasiswa dan mampu menggelar berbagai kegiatan kemahasiswaan yang belum pernah ada pada lingkungan AIS. Sampai ke tingkat terakhir tidak bisa meninggalkan kegiatan bersama mahasiswa. Karena itu pada waktu Direktur Akademi dan Kepala BPS mempersiapkan wisuda, kami usulkan agar BPS yang telah melakukan Sensus Penduduk, dan sedang mempersiapkan Sensus Pertanian di tahun 1963 itu serta akan melakukan Sensus Industri di tahun 1964 menunjukkan kepada publik bahwa BPS ini siap bekerja keras dan baik karena memiliki tenaga ahli Sarjana Muda Statistik yang dididik oleh dosen yang sebagian besar ahli-ahli PBB dari berbagai negara. Karena itu wisudanya perlu dihadiri oleh Presiden RI.
Karena Kepala BPS ragu-ragu, keputusan baru diambil kurang dari satu minggu, maka kami yang akan diwisuda membentuk Panitia Khusus membantu aparat formal BPS. Berbekal surat Kepala BPS, Panitia Khusus melakukan loby bergerilya ke Kantor Sekneg, mempersiapkan gedung untuk wisuda dengan pilihan Aula Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang kala itu dianggap mewah untuk suatu pesta besar, sekaligus memohon kepada Ketua LAN agar semua mahasiswa yang sedang kuliah atau berlatih, pada saat upacara di kerahkan pindah ke Aula, hadir sebagai tamu sehingga memberi kesan sangat meriah dan antusias. Pastinya Presiden akan terkesan dan memberikan apresiasi kepada Kepala BPS yang bekerja sama dengan Ketua LAN, sama-sama lembaga yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden.
Jadilah wisuda itu dihadiri dan ijazah kami diserahkan langsung oleh Pejabat Presiden RI, Bapak Haji Juanda. Suatu sejarah yang belum pernah terjadi dalam lingkungan Biro Pusat Statistik (BPS) yang sekaligus mengangkat nama baik BPS untuk berbagai Sensus Nasional yang hampir semuanya untuk pertama kali dan mendapat dukungan dari para ahli Statistik PBB yang datang dari berbagai negara. Sebagai hadiah upacara yang berhasil itu saya mendapat cuti satu minggu dan pada tanggal 30 Agustus 1963 menikah!
Pada waktu cuti rupanya kawan-kawan lulusan dengan Ikatan Dinas BPS di bagi tugas ke bagian dan seksi, saya bagiannya ditangguhkan karena masih cuti. Setelah cuti diberikan tugas membantu Direktur AIS sebagai pembantu tanpa jabatan jelas. Tetapi tidak lama ada Tenaga Ahli PBB, Dr. KGC Nair dar India, meminta tenaga Asisten karena Asistennya yang lulusan angkatan sebelumnya meminta dipindahkan karena merasa kurang nyaman. Maka saya ditugasi menjadi Asisten Tenaga Ahli PBB dengan tugas merencanakan dan melatih tenaga pelaksana Sensus Industri 1964, suatu tugas yang sangat berat melompat luar biasa dengan kepercayaan yang tinggi.
Tugas ini saya jalani dengan sangat baik dan membuat saya yang pengantin baru selalu keliling Indonesia mengantar tenaga ahli PBB melakukan sosialisasi dan melatih tenaga inti di tiap provinsi selama tahun 1963 sampai 1965. Pengantin baru yang harus meninggalkan istri tercinta, sehingga setiap pulang hampir pasti selalu harus membayar hutang bercinta dengan istri tercinta. Karena itulah anak pertama kami lahir tahun 1964, anak kedua tidak sabar lahir di tahun 1965, dan setelah Sensus Industri selesai dan saya diberi penghargaan sebagai Wakil Kepala Kanwil DKI Jakarta, pegawai golongan sangat rendah tetapi dengan pengalaman sebagai Asisten Ahli PBB diberi jabatan tinggi, istri saya sedang hamil untuk anak ke tiga, melahirkan bukan pada tahun 1966, tetapi pada bulan Januari 1967.
Sebagai ahli statistik yang belajar Ilmu Kependudukan karena dipersiapkan oleh Ahli PBB untuk mengolah hasil Sensus Penduduk, saya mulai menulis di berbagai media tentang bagaimana menahan kelahiran dan mulai membahas program KB. Di Indonesia masih sangat jarang pelayanan KB. Tulisan-tulisan itu terbaca oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang kemudian menarik saya menjadi pembantunya di DKI dan mendukung saya menggantikan Kepala Kanwil DKI Jakarta yang dipensiun karena sakit. Suatu lompatan yang luar biasa, sedikit lebih dari dua tahun tamat Akademi Ilmu Statistik dengan gelar BSt diangkat sebagai Kepala Dinas pada Provinsi DKI Jakarta, jauh dari golongan yang disyaratkan secara resmi.
Kehormatan itu memicu saya bekerja keras membantu Gubernur mengembangkan Program Statistik di DKI Jakarta dan untuk pertama kali menerbitkan Buku Statistik tahunan Provi9nsi yang disebut “Jakarta dalam Anga” yang menjadi model buku Statistik Tahunan di seluruh Indonesia. Saya juga diminta membantu Gubernur mengembangkan program KB yang pertama di DKI Jakarta bersama Kepala Dinas Kesehatan DKI dr. Herman Susilo yang menugasi stafnya untuk memimpin secara operasional kegiatan KB DKI Jakarta, dr. Koen Martiono almarhum. Kehormatan itu menempatkan saya menjadi penulis Pidato Gubernur DKI Jakarta pada Konperensi Kependudukan Dunia di Jakarta yang menjadi cikal bakal lahirnya komitmen Presiden Soeharto dan lahirnya BKKBN yang ditugasi mengembangkan program KB di seluruh Indonesia. Awal itu pula yang menempatkan karier saya melompat lompat dengan kecepatan yang sangat tinggi, suatu renungan kebahagiaan yang kami sangat syukuri kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa dan semua sahabat yang dengan tulus membantu mengembangkan berbagai kegiatan untuk semua anak bangsa yang sangat tercinta. Saya sangat berhutang dan menaruh hormat pada semua kalangan dan utamanya kepada seluruh bangsa Indonesia yang menaruh kepercayaan kepada saya, istri tercinta dan seluruh keluarga yang selalu saya tinggalkan untuk tugas mulia yang dibebankan kepada saya.