Berpikir positif untuk masa depan yang lebih cemerlang

17diDesa.jpg

Hari-hari ini kita merenung karena sekan tiba-tiba kita Bangsa Indonesia sudah merdeka selama 74 tahun. Setiap kali kita memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Istana selalu disuguhi dengan tata upacara militer yang sangat formal lengkap dengan pengibaran sang Saka Merah Putih dihadapan tamu-tamu undangan yang melimpah dengan pakaian formal mengenakan jas lengkap tahu pakaian mereka yang terbaik seakan kondangan pengantin dalam resepsi formal nan indah. Namun mengikuti gaya resepsi pengantin yang makin bebas dewasa ini,  yang para tamunya bisa datang dengan baju batik atau baju pilihan tamunya sendiri, Presiden Jokowi kemarin pagi memimpin upacara dengan pakaian daerah yang elegan yang membuat para pengikut upacara tertegun atas keberanian penampilan beliau mengubah kebiasaan lama yang terkesan kaku.

Tidak itu saja, setelah upacara selesai dengan sempurna, Presiden turun dari panggung dan secara spontan mengucapkan selamat kepada Komandan Upacara yang tersipu gugup memasukkan pedangnya untuk menerima jabat tangan ucapan selamat dari Presiden, suatu tambahan acara yang pasti tidak ada dalam petunjuk upacara yang disiapkan berhari-hari oleh staf Sekretariat Militer Presiden, atau bukan pengalaman bertahun mengatur Upacara Bendera 17 Agustus di Istana Negara. Langkah yang dilakukan Presiden pasti mendapat apresiasi rakyat banyak tetapi bisa dianggap aneh oleh penganut Tata Upacara Negara yang berlaku baku.

Peringatan Hari Proklamasi tahun ini hampir pasti memiliki ciri peringatan lain dari sebelumnya. Tidak sedikit mahasiswa Semester ke enam dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri dan swasta dari seluruh Indonesia sedang berada di Desa dan bersama masyarakat mengadakan berbagai acara peringatan Proklamasi yang meriah diisi berbagai lomba. Konon mulai dari lomba anak balita sampai penduduk lanjut usia diikut sertakan. Tidak sedikit desa maju yang mendapat dana desa ikut serta menggelar pameran hasil pembangunan dengan dana desa yang diterima rakyat di desanya. Suasana desa berbeda dibandingkan suasana tahun lalu karena selama empat tahun ini Pemerintah telah mengucurkan tidak kurang dari Rp. 257 triliun yang sebagian besar digunakan membangun prasarana jalan, jembatan, pusat-pusat untuk kepentingan umum seperti pasar, embung desa, irigasi sawah dan sarana olah raga. Tidak itu saja, dana tersebut juga digunakan untuk membangun Posyandu, klinik desa, PAUD, sarana MCK untuk keluarga miskin, penyediaan air bersih dan badan usaha milik desa atau Bumdes. Suatu garapan menyeluruh biarpun belum merata untuk seluruh desa tetapi lebih dari separo desa di Indonesia telah menikmati dana desa yang melimpah tersebut. Telah banyak keluarga desa merasakan nikmatnya perbaikan infrastruktur yang memungkinkan keluarga desa bekerja lebih tenang, mengirim anak sekolah lebih nyaman dan ibu-ibu hamil bisa mendapat konsultasi serta kemudian mengikuti KB melalui Posyandu dengan lebih baik.

Dari laporan mahasiswa KKN dapat diambil kesimpulan sementara bahwa suasana di desa pada waktu ini lebih meriah karena lebih banyak penduduk desa mampu mengibarkan bendera merah putih dengan senyum harapan masa depan yang lebih sejahtera karena secara nyata desanya seakan berubah menjadi kota yang penuh gebyar merah putih yang mencerminkan harapan positif  diserati harapan dan kebanggaan bahwa Indonesia betul-betul merdeka sehingga Perayaan Kemerdekaan ini menjadi titik awal semangat yang mendorong kebangkitan kembali Indonesia. Perayaan Kemerdekaan mengharap kita mendorong semangat berpikir secara positif ke depan, bersatu seperti di tahun 1945 membangun bangsa, membangun desa, membangun masyarakat menjadi makin mandiri, maju, bahagia dan sejahtera, berpikir positif untuk masa depan cemerlang, serta mampu melestarikan kekayaan sumber daya alam demi anak cucu cicit yang maju, mandiri dan mampu menjadi andalan dunia yang damai dan maju. Insya Allah.

Haryono SuyonoComment