Kampung Udapi Hilir Olah Potensi Singkong Dirikan Pabrik Tepung Tapioka

udapi.png

Awal  bulan ini Gedhe Nusantara melaporkan dari Kampung Udapi Hilir pada Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT Haryono Suyono bahwa banyak lahan kosong yang belum optimal diolah warga, karena itu Pemerintah Kampung mendorong membudidayakan singkong karena komoditas itu memiliki peluang pasar yang bagus. Selanjutnya, Kampung Udapi Hilir mendirikan Badan Usaha Milik Kampung (BUMKam) menangani unit bisnis produksi tepung tapioca, berkat dukungan Dana Desa kemduian membangun pabrik untuk memproduksi tepung tapioka.

 Kampung Udapi Hilir terletak di Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari, Papua Barat, banyak dihuni para transmigran yang ditempatkan pada 1982 yang umumnya berpencaharian sebagai petani, baik tanaman kebun maupun sayuran. Menurut Sumarno, Kepala Kampung, kehidupan warga Kampung Udapi Hilir sempat mengalami pasang naik surut secara ekonomi. Kehidupan ekonomi warga sempat meningkat sekitar 1990-an akibat masuknya industri perkebunan sawit PTPN dan Asia Development Bank (ADB) pada 1996. Pada 2005, terjadi pelepasan aset dari PTPN pada perusahaan asing serta adanya serangan hama penggerek sehingga menyebabkan kualitas ekonomi penduduk sempat terjun bebas.

 Sejak 2016 Kampung Udapi Hilir mendirikan Badan Usaha Milik Kampung yang bergerak pada usaha produksi tepung tapioca, meski pendirian masih dalam proses, warga telah menanam singkong di lahan-lahan yang selama ini belum tergarap secara maksimal. Masyarakat kampung berharap adanya pabrik tepung tapioka akan memberi nilai tambah pada perekonomian mereka.

 Pada Musyawarah Kampung 2016, para pemuda membawa gagasan pendirian BUM Kampung sebagai lembaga ekonomi yang menangani potensi ekonomi kampung. Pengurus BUM Kampung yang baru terbentuk merancang usaha pabrik tepung tapioka untuk diajukan ke Pemerintah Kampung Udapi Hilir. Pada 21 Juli 2016, BUM Kampung didirikan dengan “Bangun Asanyar”, skhirnya pemerintah kampung memberikan dukungan kebijakan dan anggaran untuk pabrik tepung tapioca sebesar 240 juta rupiah. Pada 2017 dukungan pemerintah kampung mencapai 150 juta rupiah. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung Kabupaten Manokwari memberi hibah 3 juta rupiah. Pengurus BUM Kampung mengajukan pinjaman dari dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) eks PNPM Mandiri sebesar 160 juta rupiah.

 Pabrik tepung tapioka berukuran 15 x 12 M. Konstruksi pabrik terdiri atas bagian bak penampung perasaan air singkong, ruang oven, kamar karyawan, ruang pengemasan, dan ruang pencucian. Mesin parut sudah didatangkan dari Kabupaten Kediri dengan dukungan Dana Desa. Bahkan, para pemuda sudah memodifikasi mesin parut singkong dengan memanfaatkan peralatan mesin pencetak batako yang dimiliki desa sebelumnya. Pabrik ini mampu mengolah singkong dengan kapasitas produksi mencapai 2 ton perjam.

 Rata-rata kapasitas produksi singkong mencapai 5 Kg/pohon. Bila dalam 1 hektar jarak tanam 2×2 meter, maka lahan tersebut bisa manampung 2.200 – 2.300 pohon. Saat panen raya, satu hektar lahan mampu menghasilkan 11,2 ton. Harga pasaran singkong dijual Rp 70.000,- per karung dengan kisaran berat 65 kg. Untuk mengembangkan bisnis, Pengurus BUMDesa juga mencari tambahan modal dari investor dengan berkoordinasi dengan pihak perbankan, seperti Bank Indonesia (BI) Perwakilan Papua Barat dan Bank Nasional Indonesia (BNI). Desa mendapat kepercayaan dari pihak lain, misalnya BNI melalui program CSR-nya yang dialokasikan untuk investasi pembangunan pabrik sebesar Rp 450.000.000,-. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah pengelola BUM Kampung harus mampu menjamin pers­ediaan bahan baku untuk pabrik dan menjual hasilnya untuk menjamin kelangsungan pabrik.

Haryono SuyonoComment