MRT dan Budaya Baru

Jagat media sosial (medsos)  sempat diramaikan oleh oleh berita tumpukan sampah di stasiun MRT Bundaran HI Jakarta selang beberapa hari setelah diresmikan (masih baru, banyak orang berpikir harusnya masih kinclong). Informsi disampaikan oleh seorang warnga negara asing di akun media sosial yang mengomentari betapa tidak pedulinya masyarakat kita terhadap kebersihan lingkungan (diunggah foto sampah berserakan). Ada juga berita bagaimana perilaku sebagian anggota masyarakat yang memanfaatkan stasiun MRT sebagai fasilitas publik untuk makan bersama, lesehan, sehingga menghalangi lalulintas pejalan kaki  pengguna MRT, dan tentu saja mengotori satsiun.

Harusnya berita medsos itu menohok kita sebagai bangsa, karena memang salah satu kekurangan kita sendiri dalam budaya bersih. Terkesan kita oleh orang asing dianggap masyarakat yang  jorok, tapi fakta-fakta sulit untuk mengelak dari sebutan kurang elok tersebut, dari perilaku masyarakat yang suka buang sampah sembarangan dan tidak peduli pada kebersihan lingkungan, belum lagi kita terkesan kurang tertib, untuk antripun kita masih belajar, karena banyak anggota masyarakat belum terbiasa. Saya kira kita harus memulai adanya perubahan budaya untuk lebih menjaga kebersihan lingkungan, minimal kita sadar kemana sampah harus dibuang dan budaya tertib.

Kita boleh iri dengan masyarakat jepang yang mempunyai kesadaran bersih lingkungan yang sangat tinggi. Jarang kita jumpai sampah di kota-kota atau bagian daerah manapun di Jepang, betul-betul bersih. Orang Jepang konon menemukan sampahpun di jalanan akan dia pungut, saking pedulinya mereka pada kebesihan lingkungan. Dan itu bukan budaya sim salamabin tapi melalui proses panjang pendidikan karakter semenjak mereka masih kanak-kanak, melalui edukasi. Tidak heran kalau kita jalan di pusat kota Tokyo jarang ditemukan tempat sampah, tapi lingkungan super bersih. Heran juga sampahnya dibuang ke mana ya… Kok bersih sekali?.

Budaya bersih juga sudah diterapkan di Singapura, dengan sedikit otoriter Lee Kuan You memaksa warga Singapura untuk hidup bersih, dengan ancaman penjara atau denda jika membuang sampah sembarangan. Plus edukasi yang membangun karakter bersih. Dulu, masyarakat Singapura juga dikenal agak jorok, misalnya bagaimana mereka meludah sembarangan.  Hasilnya, singapura seperti yang kita saksikan hari ini, disiplin dan super bersih.

Mengenai denda dan hukuman sebenarnya beberapa peraturan daerah sudah dibuat, namun toh tidak jalan juga. Barangkali keberhasilan mengenai edukasi kebersihan ini bisa kita mencontoh PT KAI (kabar baik yang membanggakan). Ini betul-betul inisiatif manajemen KAI waktu itu yang merombak total manajemen operasional Kereta api, bukan  hanya di Jabodetabek tapi juga di seluruh Indonesia. Lihatlah sekarang stasiun-stasiun KA kita baik di Jabodetabek maupun di Luar Jabodetabek, betul-betul membanggakan. Menurut saya inisiatif PT KAI merupakan terobosan dalam membangun budaya bersih dan budaya tertib di kawasan. Ini inisiatif brilyan yang sudah menjadi kenyataan. Patut diacungi jempol.

Di lingkungan yang lebih luas bisa diprakarsai seperti apa yang dilakukan PT KAI, menginisiasi budaya bersih, pasti bisa karena semua bisa dirubah, dikelola dan disosialisasikan. Banyak warga yang kurang sadar, tapi dengan edukasi yang tepat bisa berubah. Edukasi merupakan awal dari suatu perubahan sosial yang diharapkan. Metoda yang lain juga dengan pendekatan pemasaran sosial. Menggunakan tools pemasaran untuk perubahan perilaku. Ada iklan sosial atau iklan layanan masyarakat, sarana untuk merubah perilaku ke arah yang diharapkan, juga sebagai pengingat untuk berperilaku sesuai dengan norma sosial yang diharapkan, dan tools pemasaran sosial lainnya. Selain itu harus ada  contoh dan keteladanan, inspirasi para pemimpin, bukan hanya ditekankan pada denda dan hukuman semata, yang terbukti tidak berjalan juga. Bangsa Indonesia umumnya mudah diajari untuk ke arah yang lebih baik, asal ada program edukasi yang konsisten serta ketegasan  dari manajemen pengelola.

Mudah-mudahan seperti juga di stasiun-stasiun PT KAI, MRT kita membawa perubahan sosial dalam kebersihan, tertib antri, punya empati, dan menggunakan sarana publik dengan baik sebagai aset bersama. Semoga MRT bisa membawa angin perubahan budaya kita yang lebih kondusif. Jadi ijinkan saya akhiri tulisan ini dengan mengucapkan selamat datang MRT selamat datang budaya transportasi modern kita. Semoga memberikan perubahan yang kondusif untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Malu juga kita sama bangsa lain, apalagi kalau sudah dicap bangsa jorok… Sudah saatnya kita bangkit memperbaiki kekurangan kita, mulai dari hal sepele ini – memanfaatkan dan merawat fasilitas pubik dengan baik, tertib antri dan membuang sampah pada tempatnya. Kalau masih ada Gus Dur mungkin akan dibilang, “gitu aja kok repot…”.

*Aam Bastaman, dosen senior Universitas Trilogi, Jakarta. Anggota Pokja Lembaga Produktifitas Nasional. Editor Senior Gemari.id

Aam Bastaman.png
Aam BastamanComment