Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) yang digital nan cantik
Dalam suasana era industri 4.0 yang modern dewasa ini jangan terkejut bahwa model penjualan digital tidak saja melanda kota besar tetapi menjalar daerah pinggiran seperti ke provinsi Lampung, yang konon di masa lalu terkenal sebagai provinsi penerima transmigrasi yang berasal dari daerah padat penduduk seperti pulau Jawa atau daerah padat penduduk lainnya. Nun di provinsi yang dulu menampung jutaan keluarga petani dari daerah padat penduduk ini memiliki pasar digital rakyat yang digagas oleh Genpi Lampung, Komunitas Yosomulyo Pelangi, Pojok Boekoe Cangkir, Nuwobalak.id, Risma Sabilil Mustaqim dan Relawan mahasiswa Perguruan Tinggi setempat.
Dari kiriman email kepada Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT Haryono Suyono, yang sekaligus mengelola Gerakan Masyarakat Mandiri, suatu gerakan moral membangun keluarga dan masyarakat mandiri melalui antara lain situs Gemari.id, Pasar Digital di Lampung itu, selain menjual jajanan tradisional dengan mayoritas berbahan singkong, pasar ini mengajak pengunjung selfie di kawasan warna-warni. Pasar ini berusaha melestarikan permainan tradisional membangkitkan tradisi budaya seperti Seni Tari, gamelan, wayang kulit dan dongeng anak.
Pasar tradisionil dengan model informasi digital ini diberi nama Payungi yang dimaknai memayungi atau melindungi pengunjung dari terik dan hujan. Sebuah gagasan memihak kepada pasar warga yang selama ini dipinggirkan oleh arus pasar modern milik segelintir orang. Payungi dilaunching Minggu, 28 Oktober 2018. di Jl Kedondong RW 07 Yosomulyo Metro Pusat.
Promosi dilakukan melalui fanpage @Kota Metro Lampung, instagran @yosomulyopelangi dan website www.nuwobalak.id. Penggagas Payungi, Dharma Setyawan juga mengembangkan wisata Lebah Madu Trigona, dimana pengunjung dapat swafoto dan mencicipi madu langsung dari sarangnya. Payungi beralamatkan di Jl Kedondong RT 21 RW 07 Yosomulyo Metro Pusat.
Dalam sebanyak 21 kali gelaran omset penjualan semakin meningkat. Setiap minggu omset berkisar 40-45 juta rupiah. Dalam satu bulan artinya uang masuk di kawasan Payungi kurang lebih 160 juta rupiah. Dalam tiap gelaran Pengelola Pasar membuat tema tema menarik seperti Batik, Peringatan Pahlawan, Pameran Barang Antik, Festival Burung, Pameran Tanaman Bonsai dan lainnya.
Untuk mengembangkan daya tarik yang beraneka ragam dan berganti setiap waktu, warga bergotong royong memperbaiki spot-spot selfie dan mempercantik kawasan Payungi. Lebih dari itu agar pengunjung tidak bosan, disediakan wahana permainan seperti Flying Fox, Panahan dan Lempar Pisau. Selain itu juga ada taman ramah anak yang dibuat sebagai kawasan edukasi diantaranya memberi makan kelinci, kura-kura, ikan, ayam dan lainnya.
Alangkah baiknya kalau gagasan anak muda semacam ini menjadi inspirasi Kepala Desa dan punggawa dalam pengembangan Bumdes dan kegiatannya di desa sehingga bisa menarik penduduk kota untuk “kembali ke desa” berbelanja pada saat pasar dibuka tiap minggu atau hari-hari penting lainnya dengan tema yang berganti-ganti sekaligus sebagai turisme membangun desa dan mencintai tanah air yang beragam dan kekayaan yang melimpah di pedesaan. Informasi lebih lanjut dapat dilihat melalui www.nuwobalak.id