Aam Bastaman: Ekonomi Biru dan Pembangunan Ekonomi (2)
Ini tulisan kedua dengan judul yang sama, mudah-mudahan sudah membaca tulisan sebelumnya. Bagi anda yang sudah membaca tulisan sebelumnya, terima kasih ya… Berarti anda memang seorang pembaca… Konon, pembaca adalah kelompok langka di Tanah Air kita.
Paradigma Ekonomi Biru (Blue Economy)
Berdasarkan Paradigma Ekonomi Biru (Blue Economy) pembangunan didesain sesuai bagaimana ekosistem bekerja karena diakui alam bekerja secara efisien. Siklus ekologi menjadi inspirasi untuk memecahkan masalah ekosistem. Sebagai contoh, bagaimana mengembangkan budi daya ikan tanpa pakan karena spesies yang dibudidayakan memerhatikan trophic level. Juga, bagaimana mengembangkan sistem pertanian terpadu dengan memanfaatkan limbah peternakan sebagai sumber pupuk organik dan biogas. Atau bagaimana sumber bahan baku kertas yang berasal dari pohon dapat diupayakan pengganti alternatif. Banyak pemerhati mengatakan apa yang dipikirkan Pauli mirip yang diungkapkan ahli pertanian Jepang, Fukuoka dalam bukunya Revolusi Sebatang Jerami (1975). Buku ini di Indonesia sudah diterjemahkan dan diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia (2012).
Wal hasil, melalui ekonomi biru ini semakin disadari perlunya inovasi dan kreativitas tinggi untuk bisa menemukan siklus alam yang lalu menjadi inspirasi bagi sebuah aktivitas ekonomi lokal yang bersih, Perlunya kolaborasi riset saintifik dengan pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat dan kearifan lokal.
Perlunya dilakukan eksplorasi peluang-peluang lokal yang ada dengan prinsip ”gunakan apa yang kita punya, berorientasi pada tindakan dan mulai sekarang juga”. Diakui bahwa pendekatan Ekonomi Biru belum menjadi arus utama kegiatan ekonomi dunia meski sudah diterapkan di banyak negara. Keberhasilannya masih di tingkat lokal, sehingga menjadi tantangan positif untuk berbuat dan mewujudkannya.
Oleh karena itu, eksplorasi kreatifitas diperlukan dalam mewujudkan permbangunan yang berwawasan ekosistem berkelanjutan, dengan menfaatkan sumber daya yang kita punya (sumber daya lokal), dengan pelibatan masyarakat lokal, bersama sama menciptakan kewirausahaan sosial berbasis lokal. Perlunya melakukan hal-hal baru yang bukan business as usual, termasuk mencari cara bagaimana limbah (waste) bisa diolah kembali menjadi sesuatu yang bermanfaat, sehingga dalam prosesnya selalu ada solusi pemanfaatan waste, menjadi zero waste dalam siklus perputaran ekonomi, sehingga tercipta clean production dan clean economy. Pembangunan dan ekonomi bisa terus tumbuh dan berkembang, namun dalam waktu yang bersamaan dapat menjaga ekosistem yang berkelanjutan. Hal tersebut hanya bisa dicapai tentu saja dengan pelibatan masyarakat lokal (inklusif), dengan melakukan berbagai kemitraan.
Selanjtnya di bagian ketiga pada edisi berikutnya akan dibahas perbedaan paradigma ekonomi hijau (green economy) dengan ekonomi biru (blue economy). Akan diuraikan pula bagaimana ekonomi biru mengisi gap atau celah kekososngan yang ada pada ekonomi hijau. Tulisan tersebut sama sekali tidak mempertentangkan keduanya, karena kedua konsep tersebut penting, untuk saling mengisi, tapi akan dijelaskan bagaimana semangat ekonomi biru untuk melengkapi ekonomi hijau.
*Aam Bastaman, dari kampus Universitas Trilogi, Jakarta.
*Tulisan ini merupakan bagian dari makalah Ekonomi Biru (Blue Economy) dan Peluang Dunia Penerbitan Universitas (Aam Bastaman), disampaikan pada Mukernas Asosiasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia (APPTI), Banjarmasin 25-27 September 2018.