Ingin Garuda terbang tinggi dan membawa kenikmatan
Beberapa bulan lalu rombongan kami, mantan Menko Kesra dan Taskin Haryono Suyono dan staf, setelah bertugas di Gorontalo ingin terbang dengan nikmat kembali ke Jakarta dengan pesawat Garuda. Pelayanan di Bandara Gorontalo, pada waktu itu bagi rombongan, Lapangan Terbangnya masih baru, sehingga karena datang terlalu pagi, belum dibuka. Kabarnya karena loket belum buka. Kami menunggu di luar lapangan, maklum masih baru, tidak ada tempat duduk sama sekali. Setelah menunggu sambil berdiri dan menurut petugas, semua beres, kami masuk mengurus tiket dan terbang dengan nyaman menuju ke Makassar.
Di Makassar rupanya harus transit menunggu sekitar tiga puluh sampai empat puluh lima menit. Para penumpang yang tidak terlalu banyak “harus turun” dari pesawat menuju ruang transit. Sebagai penumpang yang baik semua penumpang menurut perintah. Sampai di luar, di pintu masuk ruang tunggu pintu tiga, para penumpang harus turun ke lantai satu dan keliling biarpun akhirnya menunggu di pintu tiga untuk kembali ke pesawat yang sama. Padahal waktu turun dari pesawat kita sudah di depan pintu tiga, kita maklum mungkin ini suatu prosedur baku.
Dua hari lalu kita melakukan kegiatan terbang yang sama dan peristiwa yang sama terjadi lagi, tidak ada perubahan. Para penumpang “diharuskan” turun dari pesawat biarpun waktu tunggu juga hanya tiga puluh menit sampai empat puluh menit, dan turunnya juga di pintu tiga tepat di depan pintu menuju pesawat. Lagi-lagi kita diarahkan keliling keluar melalui tempat mengambil barang dan kembali masuk lagi melalui jalur penumpang baru, melewati sistem checking elektronik dengan mencopot ikat pinggang dan lainnya serta, tanpa rasa kasihan, diarahkan kembali ke ruang tunggu. Anehnya, bukan di pintu tiga yang dekat dengan tempat parkir pesawat menuju Jakarta, tetapi ke pintu satu, yang relatif jauh dari tempat pesawat di parkir.
Belum sampai duduk di kursi ruang tunggu, sudah dipanggil karena pesawat akan segera tinggal landas. Sehingga praktis para penumpang dari Gorontalo hanya diajak keliling dari pesawat turun, dan turun lagi melalui tempat mengambil barang, padahal tidak ada satu pun yang mengambil barang, terus masuk lagi dan keliling ke pintu satu. Setelah masuk pintu satu terus melaju ke pintu tiga di mana pesawat Garuda di parkir untuk kembali ke tempat duduk yang sebelumnya ditempati dari Gorontalo. Suatu permainan kanak-kanak “umpetan” yang tidak lucu bagi para penumpang yang selama ada di Gorontalo bekerja keras dan ingin kembali ke Jakarta dengan nyaman.
Kalau Garuda dan Bandar Udara di Makassar atau di mana saja mengatur penumpangnya dengan sopan, baik dan nikmat, barangkali Garuda bisa terbang tinggi dengan nyaman dan dihargai penumpangnya. Kalau penumpang yang ingin kenikmatan diperlakukan seakan seperti “permainan”, barangkali biarpun dalam hati, Garuda akan di caci maki penumpang yang lelah, tidak sabar dan merasa sangat aneh karena lapangan terbang yang sudah di dibuat modern, tetapi tetap dikelola oleh petugas yang “merasa kuasa” dan tidak menghargai harapan para penumpangnya. Kami sangat menyesal melihat tingkah laku dan pelayanan yang tidak menghargai penumpang. Semoga segera ada perbaikan yang menyenangkan.