Saatnya Indonesia Pulang ke Jalan yang Benar : Dukungan Penuh untuk Presiden Prabowo Subianto

H Lalu Tjuck Sudarmaadi

GEMARI.ID-JAKARTA. Reformasi 1998 dan amandemen UUD 1945 pada 2002 memang membuka ruang demokrasi, tetapi juga menyeret Indonesia ke arus liberalisme ekstrem. Sistem ekonomi-politik yang lahir dari perubahan itu lebih menguntungkan segelintir elit ketimbang rakyat banyak. Pasal 33 yang semestinya menopang kedaulatan ekonomi rakyat justru menjadi legitimasi baru bagi oligarki. Hasilnya, pembangunan selama tiga dekade terakhir meninggalkan paradoks: kesenjangan kaya-miskin makin tajam, korupsi merajalela, moral bangsa merosot, dan demokrasi hanya menjadi arena transaksional. Rakyat, khususnya generasi Z, muda, milenial kehilangan kepercayaan pada elit politik.

Dalam situasi seperti ini, Indonesia membutuhkan kepemimpinan korektif. Saya meyakini bahwa kehadiran Presiden ke-8, Prabowo Subianto/PS adalah jawaban sejarah: pemimpin transformasional yang membawa bangsa kembali ke jalan yang benar.

Kegagalan Sistem Lama

Kita perlu jujur, liberalisme pasca-reformasi hanya menghasilkan ketidakadilan. Data BPS 2023 menunjukkan rasio gini Indonesia masih 0,388, artinya kesenjangan sosial tetap menganga. Jika memakai standar Bank Dunia, lebih dari 190 juta rakyat masih tergolong miskin. Di bidang politik, demokrasi kita hanya prosedural dan transaksional. Pemilu berbiaya tinggi melahirkan politisi yang mengandalkan kantong, bukan kualitas. Banyak pejabat sibuk flexing, pamer harta, bukan prestasi. Sementara korupsi merajalela, merugikan negara hingga ribuan triliun. Tak heran, Gen Z dengan kekuatan media sosialnya semakin keras bersuara. Mereka menolak sistem lama yang melahirkan elit tak bermoral. Indonesia tidak bisa terus berada di jalan ini.

Prabowo sebagai Titik Balik.

Prabowo Subianto hadir dengan gaya kepemimpinan yang tegas dan lugas. Ia berani menegaskan garis batas: oligarki tidak boleh berbisnis kotor, menyandera aparat, atau merusak etika publik. Langkah ini adalah sinyal jelas bahwa era “business as usual” sudah berakhir. Dalam teori kepemimpinan transformasional, pemimpin besar adalah mereka yang membawa visi perubahan, bukan sekadar mengelola status quo. Prabowo mewujudkan hal itu dengan mengembalikan orientasi pembangunan ke Pancasila, UUD 45 Asli terutama Pasal 33 dalam makna aslinya: bumi, air, dan kekayaan alam dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Asta Cita: Kompas Baru Pembangunan

Visi Prabowo  terangkum dalam Asta Cita. Dari delapan cita itu, yang paling menonjol adalah Asta Cita ke-6: membangun  desa dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Mengapa desa? Karena 43% rakyat tinggal di desa, dan desa adalah penopang utama sektor pangan. Selama ini desa hanya jadi hinterland, bukan pusat pembangunan. Dengan Asta Cita 6, pembangunan bergeser dari atas ke bawah, dari elit ke rakyat.

Program membangun  koperasi di setiap desa menjadi instrumen utama. Dengan target 80 ribu unit, koperasi desa akan menyerap hasil tani dan nelayan, memperkuat ekonomi rakyat, dan menghidupkan kembali semangat kekeluargaan dan  gotong royong. Selain itu, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyasar 82 juta penerima manfaat adalah terobosan monumental. Meski masih ada kendala distribusi, program ini adalah investasi besar pada kualitas generasi mendatang, sekaligus upaya nyata menekan stunting.

Capaian Awal yang Terlihat.

Meski baru menjabat belum genap setahun, PS sudah menunjukkan hasil awal antara lain: Terbentukknya badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara/Danantara, yang  siap mengelola aset lebih dari $ 900 miliar. Koperasi desa terbentuk pada setiap desa, berjumlah lebih dari 80 ribu dan mulai melakukan kegiatan percontohan. Program MBG mulai berjalan di berbagai daerah, menjangkau sekitar 30 jutaan siswa. Kebijakan pembatasan monopoli dan dorongan agar BUMN kembali fokus melayani rakyat, dikelola dengan benar dan sudah mulai  dibersihkan.

Merampas lahan perkebunan sawit  yang luasnya lebih dari 3 juta hektare serta lahan tambang dari para Oligarki. Hasil panen padi dan jagung yang berlimpah dan  para petani mendapatkan pupuk dengan murah dan mudah.

Terbangunnya 165 sekolah rakyat bagi anak anak keluarga miskin. Langkah-langkah ini membuktikan bahwa janji kampanye tidak berhenti di atas kertas, tetapi diwujudkan dalam aksi nyata.

Mengembalikan Pancasila.

Di atas segalanya, dukungan penuh kepada PS berangkat dari keyakinan bahwa ia mengembalikan Pancasila ke panggung utama. Pancasila tidak lagi sebatas jargon, tetapi menjadi roh kebijakan: Sila pertama diwujudkan melalui religiusitas yang berkeadaban. Sila kedua dan ketiga melalui program sosial yang menyatukan rakyat. Sila keempat lewat kepemimpinan tegas yang menolak politik uang. Sila kelima melalui pemerataan ekonomi desa dan MBG. Inilah yang disebut nation and character building—bangsa kembali berdiri tegak dengan fondasi moral yang kuat.

Pulang ke Jalan yang Benar.

Bangsa Indonesia sudah terlalu lama berjalan di jalan  liberalisme yang salah. Hasilnya: ketidakadilan, kesenjangan, dan krisis moral. Kini saatnya pulang ke jalan yang benar, jalan yang ditunjukkan para pendiri bangsa. Prabowo Subianto hadir bukan kebetulan, tetapi bagian dari takdir sejarah. Dengan Asta Cita, kebijakan pro-rakyat, dan keberanian melawan oligarki, ia membuktikan bahwa arah kepemimpinannya benar.

Mendukung Prabowo bukan sekadar pilihan politik, melainkan kewajiban moral untuk menyelamatkan bangsa. Saatnya Indonesia pulang ke jalan yang benar— Indonesia First,  Bring Your Heart Home--kerumah Pancasila, dan Prabowo Subianto adalah pemimpin yang menuntun kita ke sana. Penulis adalah Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan

Mulyono D PrawiroComment