Menghargai Pengabdian ASN: Sebuah Harapan untuk Presiden
H Lalu Tjuck Sudarmadi
GEMARI.ID-JAKARTA. Pengabdian aparatur sipil negara kerap berlangsung dalam senyap, tetapi menjadi fondasi pembangunan bangsa. Sudah saatnya negara memberi penghargaan yang setara bagi abdi negara seumur hidup. Setiap kali Presiden Republik Indonesia menganugerahkan tanda kehormatan negara seperti Bintang Mahaputera, bangsa ini menyaksikan sebuah penghargaan simbolis atas pengabdian. Kita semua paham, pemberian tanda jasa adalah hak prerogatif Presiden, dan tentu tidak ada yang mempersoalkan siapa pun yang layak menerimanya.
Namun, ada satu kelompok yang jarang tersentuh oleh penghormatan itu: para purna tugas Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka adalah abdi negara yang telah mengabdikan diri lebih dari tiga dekade, meniti jalur karier hingga puncak birokrasi sebagai Sekretaris Jenderal, Sekretaris Utama, Deputi, atau Direktur Jenderal. Pengabdian mereka bukan sekadar rutinitas administrasi, melainkan bagian dari denyut nadi pembangunan nasional. ASN adalah pihak yang memastikan program pemerintah berjalan, kebijakan diterjemahkan ke lapangan, dan diplomasi Indonesia hadir dalam forum internasional.
Kami pribadi mengalami hal itu. SebagaiASN, pernah dipercaya ikut dalam melaksanakan program Kerja Sama Selatan-Selatan (South-South Collaboration), sebuah inisiatif Indonesia untuk berbagi pengalaman di bidang kependudukan, keluarga berencana, pertanian, hingga pengelolaan bantuan luar negeri. Kami dan teman teman kala itu dipersiapkan dengan pelatihan khusus oleh lembaga internasional seperti UNFPA dan CCCP-Johns Hopkins University, lalu menjalankan misi di berbagai negara antara lain: Malawi, Tanzania, Zanzibar, Uganda, Myanmar, Turki, Thailand, Filipina, hingga Malaysia. Bahkan ada yang bertugas dilembaga internasional sebagai Anggota Executive Board ICOMP berkedudukan di Kuala Lumpur. Itu semua ditunaikan bukan demi nama pribadi, melainkan demi nama baik bangsa.
Di dalam negeri, pengabdian ASN juga tak kalah penting, turut membangun kader kader desa seperti kader kependudukan/ keluarga berencana, memberdayakan keluarga prasejahtera, hingga mendorong tumbuhnya kelompok usaha kecil demi peningkatan pendapatan rakyat. Setelah purna tugas pun, banyak yang tetap melanjutkan kiprah dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat seperti membina pondok pesantren, bergerak dalam pendidikan, dalam organisasi perdamaian dunia, aktif dalam organisai kemasyarakatan, membina kelompok usaha mikro serta membina adat, budaya dan lingkungan hidup – seperti tradisi pelestarian sumber air di lereng gunung dan pedesaan.
Karena itu, kita menghimbau agar Presiden berkenan memberikan ruang penghargaan bagi para aparatur sipil negara yang telah menuntaskan pengabdian seumur hidupnya di jalur birokrasi. Penghargaan itu bukan sekadar soal pribadi, melainkan simbol pengakuan negara atas pengabdian tanpa pamrih. Aaparatur sipil negara mungkin tidak selalu tampak di panggung publik, tetapi mereka adalah penggerak senyap roda pemerintahan. Mereka yang bekerja dalam diam inilah yang memastikan kebijakan negara nyata dirasakan masyarakat.
Saatnya negara memberikan penghargaan yang setara kepada para ASN yang telah mengabdi sepenuh jiwa. Tanda kehormatan itu akan menjadi teladan moral bagi generasi berikutnya, bahwa setiap pengabdian – sekecil apa pun, sejauh apa pun – bernilai tinggi bagi bangsa. Sesungguhnya ASN abdi sunyi yang layak dihargai Negara untuk mengangkat martabatnya. Penulis adalah Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan.