GATI dan Pentingnya Keterlibatan Ayah dalam Pendidikan Anak Sejak Hari Pertama

GEMARI.ID-BANDUNG. Pada hari Senin dan Selasa pagi kami mengantar anak kami ade Kibi(Lalu Avicenna Kawakibi) yang masuk  SD Darul Hikam Dago, Bandung,  yang merupakan salah satu Sekolah Swasta Terbaik.  Tanggal  14 dan 15 Juli 2025 merupakan dua hari pertama dimulainya masuk sekolah.   Ternyata belakangan kami mengetahui  bahwa ada edaran dari Mendukbangga/Ka BKKBN menganjurkan ayah untuk mengantarkan anak anaknya dihari pertama masuk sekolah. Saya kita patut kita berikan apresiasi  adanya anjuran tersebut.

Edaran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga / Kepala BKKBN yang mendorong para ayah untuk terlibat aktif dalam mendampingi anak-anaknya di hari pertama sekolah merupakan langkah progresif yang patut diapresiasi. Dalam konteks ini, Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI) sebagai salah satu dari quick wins pembangunan keluarga hadir sebagai strategi yang menyentuh akar persoalan: absennya figur ayah dalam kehidupan harian anak.
Selama ini, paradigma yang berkembang di masyarakat menempatkan ayah sebatas pencari nafkah, sementara pengasuhan anak dianggap sepenuhnya domain ibu. Pola pikir ini tidak hanya ketinggalan zaman, tapi juga kontraproduktif terhadap pembangunan karakter anak-anak Indonesia. Penelitian-penelitian mutakhir menunjukkan bahwa keterlibatan ayah secara aktif dalam pengasuhan—terutama di masa transisi penting seperti hari pertama masuk sekolah—berdampak positif terhadap perkembangan emosi, rasa percaya diri, dan kesiapan belajar anak.
GATI tidak sekadar simbolik. Momen ayah mengantar anak ke sekolah harus menjadi pintu masuk menuju kesadaran yang lebih luas bahwa pengasuhan adalah tanggung jawab bersama. Ayah teladan bukan berarti ayah sempurna, melainkan ayah yang hadir, mendengarkan, dan menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari anak-anaknya.
Kehadiran ayah di momen-momen penting seperti hari pertama masuk sekolah tidak hanya membuat anak merasa diayomi dan dicintai, tetapi juga membangun rasa percaya diri dan keamanan psikologis yang akan menjadi fondasi penting dalam perjalanan pendidikan dan kehidupan sosialnya. Anak yang merasa didukung oleh kedua orang tuanya sejak awal cenderung tumbuh dengan stabil secara emosional dan memiliki daya juang yang lebih kuat.
Lebih jauh, GATI dapat dipandang sebagai pengejawantahan dari Strategi 8 Fungsi Keluarga yang dikembangkan BKKBN, khususnya dalam menjalankan fungsi pengayoman dan fungsi pendidikan. Dalam fungsi pengayoman, keluarga diharapkan mampu memberikan perlindungan, kasih sayang, dan rasa aman bagi setiap anggotanya. Sementara dalam fungsi pendidikan, keluarga menjadi lingkungan awal pembelajaran nilai, karakter, serta keterampilan sosial yang penting bagi tumbuh kembang anak.
Langkah ini sangat relevan dengan tantangan pembangunan manusia Indonesia. Jika keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat, maka membangun keluarga yang kuat adalah dasar dari membangun bangsa yang kuat. Program GATI yang mendorong ayah untuk terlibat dalam aspek-aspek keseharian anak, mulai dari pendidikan hingga kesehatan, harus dijadikan gerakan nasional lintas sektor.
Pemerintah daerah, satuan pendidikan, hingga komunitas harus mendukung edaran ini tidak hanya dengan seremoni, tetapi dengan membangun ekosistem yang memudahkan para ayah untuk hadir: misalnya dengan kebijakan cuti ayah yang memadai, pengaturan jam kerja fleksibel, hingga pelatihan parenting untuk laki-laki.
Kita harus membongkar anggapan bahwa menunjukkan kasih sayang adalah kelemahan, atau bahwa mendidik anak adalah “urusan perempuan.” Justru di tengah tantangan zaman yang kompleks, kita membutuhkan model ayah yang humanis, egaliter, dan bertanggung jawab.
Dengan demikian, menyambut tahun ajaran baru ini, mari jadikan momentum “ayah mengantar anak di hari pertama sekolah” bukan sekadar agenda tahunan, tetapi awal dari gerakan besar: revolusi pengasuhan dalam keluarga Indonesia. Karena sejatinya, Indonesia yang maju dimulai dari anak-anak yang bahagia—dan anak-anak yang bahagia adalah mereka yang tumbuh bersama cinta dan teladan dari kedua orangtuanya. Sumber : H Lalu Tjuck Sudarmadi