PROF DR SATRYO MUNDUR, HIKMAHNYA PADA KITA, PADA BANGSA MENUA BERMARTABAT
Dr Abidinsyah Siregar, DHSM, MBA, MKes
GEMARI.ID-JAKARTA. Boleh jadi Presiden RI kaget dengan permohonan mundur Prof DR Ir Satryo Brodjonegoro,M.Eng,Ph.D sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Riset RI yang disampaikan Selasa 18 Februari tengah malam dan sehari kemudian sudah dipenuhi. Tentu ini bukan bahagian dari isu reshuffle kabinet yang sedang jadi perbincangan belakangan ini. OBKESINDO saat audiensi pada 8 Januari 2025, berdiskusi panjang selama lebih 2 jam dalam suasana santai tapi cukup serius membahas Pendidikan Tinggi.
OBKESINDO sesuai visinya, mendorong semua Upaya harus bermuara pada Outcome, tidak berhenti hanya Output, alias sudah dikerjakan, tapi tidak menaikkan level kelulusan, kecerdasan dan penciptaan sebagai Outcome dan Benefit. Respons pak Menteri sangat menakjubkan, banyak kesamaan dan banyak gagasan cerdas terbaca dalam fikirannya. Prof Satryo yang juga Penasehat OBKESINDO bersama Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, Prof DR Haryono Suyono, Prof DR Bomer Pasaribu, SE,SH, Prof DR Fauzi Hasibuan,SH, DR Dewi Motik, Dr.Ahmad Sjafii,MPH, punya kepedulian yang tinggi dengan peran lulusan Pendidikan dalam Pelayanan Kesehatan.
Prof Satryo setuju dengan gagasan OBKESINDO untuk penambahan kuota Mahasiswa dan atau menerapkan Ikatan Dinas dibidang Kedokteran dan Pendidikan Kesehatan tertentu yang kelak lulusannya akan ditempatkan disemua fasilitas Kesehatan dan fasilitas Pendidikan diwilayah Tertinggal, Terdepan dan Terluar. Ini bisa membantu dan mengatasi masalah Kementerian Kesehatan dalam mal-distribusi tenaga Kesehatan yang tidak nyambung dengan surplus lulusan.
Dalam pengunduran dirinya, kepada pers, Satryo mengungkap alasannya mundur karena merasa kinerjanya tidak sesuai dengan harapan Pemerintah “Saya lebih baik mundur daripada diberhentikan” katanya (Kompas.com; CNN.Indonesia). Dugaan saya, pengunduran diri ini juga berkaitan dengan pengenaan Kebijakan Efisiensi yang sangat besar dan mendadak terhadap Kementeriannya, yang efeknya tak hanya pada wilayah infra struktur, tetapi hingga ke hilir diwilayah proses belajar mengajar, hingga riset.
Boleh jadi pak Menteri selaku pembantu Presiden merasa tak mampu, dan tak mau ingkar sumpah. Dunia Pendidikan, seperti Kesehatan merupakan hajat hidup kehidupan berbangsa dan merupakan investasi tak terbantah. Untuk menjamin keberlangsungan suatu Negara. Ketetapan MPR sudah memberi mandat penganggaran untuk Pendidikan sebesar 20% dari APBN, sedangkan Kesehatan dengan Mandatory Spending yang ditetapkan dengan Tap.MPR No.1 Tahun 2001 menetapkan ketersediaan anggaran Kesehatan 5% dari APBN dan 10% disetiap APBD.
Itu bukan angka alokasi yang besar, apalagi berlebihan, mungkin juga kurang. Tetapi spending (batas pengeluaran) untuk membuat pengguna cerdas dan efisien dalam belanja berbasis kebutuhan. Saya sudah mengenal lama Prof.Satryo, sejak menjadi Dirjen Dikti (1999-2007) saat mana saya menjabat Sekretaris Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) 2005-2007 yang memfasilitasi berbagai stakeholders strategis untuk peningkatan kualitas lulusan Fakultas Kedokteran dan Fak.Kedokteran Gigi sekaligus me-Registrasi agar selevel dengan lulusan Internasional.
Semakin dekat saat Prof Satryo menjadi Komisioner Konsil Kedokteran Indonesia (mewakili Kemdiknas) dan belakangan sebagai Menteri. HP- nya selalu aktif dan cepat merespons kapan saja dihubungi. Pada bahagian ini, saya salute. Satryo adalah kakak dari Bambang Brodjonegoro (mantan Menkeu dan Menteri Perencanaan Nasional/Bappenas), sedangkan ayah mereka Soemantri Brodjonegoro (1926-1973) pernah menjadi Menteri ESDM (1967-1973) dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1973) yang wafat saat menjabat.
Mereka contoh pejabat negara yang punya Akuntabilitas dan Moralitas tinggi. Kualifikasi yang langka. Terimakasih Prof Satryo atas bhaktimu dan menjadi teladan lansia Menua Bermartabat. Kami percaya sebagai akademikus, pengabdianmu akan terus berlanjut untuk Bangsa dan Rakyat Indonesia. Penulis adalah Ketua Umum BPP OBKESINDO