Pemerataan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Dimulai dari Desa, Apa Bisa ?
H Lalu Tjuck Sudarmadi, Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan
GEMARI.ID-JAKARTA. Masalah yang kita hadapi tidak bisa dipecahkan dengan cara dan jenis pemikiran yang sama yang kita gunakan saat kita menciptakannya. The problems we face can not be solved by the same level of thinking that created them (Albert Einstein). Membangun dari desa dan dari bawah adalah strategi untuk memecahkan masalah dengan menggunakan cara berpikir yang berbeda dari pendekatan sebelumnya. Strategi yang lebih efektif dalam upaya pemerataan ekonomi dan pengentasan kemiskinan dari bawah, melibatkan langsung para penduduk di pedesaan. Pendekatan ini fokusnya pada pengembangan potensi lokal, pemberdayaan masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi pada tingkat akar rumput.
Selama ini upaya yang dilakukan tidak fokus dan minim koordinasi serta integrasi program dan kegiatan, sebagai dampak dari kebijakan operasional yang dibuat oleh berbagai Kementerian dan Lembaga(K/L) yang terlalu mengedepankan ego sektornya masing masing. Desa sebagai unit terkecil pembangunan, mestinya lebih mudah di intervensi bila dilakukan dengan Team work, secara terpadu dan bersama oleh berbagai K/L sehingga bisa lebih efektif, berhasil dan berdaya guna. Kelemahan yang paling mendasar adalah tidak adanya satu data yang sama sebagai data sasaran dilapangan dan penduduk tidak dilibatkan secara langsung sebagai pelaku.
Membantu penduduk miskin sebenarnya ada dua cara, pertama meningkatkan pendapatannya dan kedua mengurangi bebannya. Kemudian perlu disiapkan program safety net untuk menjamin mereka tidak terpuruk dan jatuh miskin lagi. Dengan cara itulah penduduk miskin akan lebih berdaya melepaskan diri dari jeratan kemiskinan dan sekaligus bermakna adanya pemerataan ekonomi di tingkat desa.
Mencermati masalah yang ada maka beberapa langkah strategik yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah untuk menciptakan
diversifikasi pendapatan, agar penduduk
tidak bergantung pada satu sektor, seperti pertanian, tetapi juga pariwisata, kerajinan, atau teknologi.
2. Peningkatan infrastruktur jalan dan membangun fasilitas digital untuk memastikan akses internet di desa bisa mendukung bisnis dan informasi.
3. Memberikan akses pendidikan yang merata dan berkualitas, termasuk pendidikan vokasi sesuai kebutuhan lokal, dibarengi upaya memperkuat layanan kesehatan dasar dan akses terhadap air bersih dan sanitasi, perbaikan lingkungan, rumah layak huni dan penerangan listrik.
4. Perlunya pendampingan bagi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan kerja dan kewirausahaan
5. Pengembangan sumber daya alam, di bidang pertanian dan perkebunan dengan mendorong penggunaan teknologi modern dan metode organik untuk meningkatkan hasil produksi. Disamping upaya pengembangan ekowisata berbasis alam tanpa merusak lingkungan.
6. Kolaborasi dan kemitraan
Pemerintah dan swasta dan pengembangan kelompok usaha yang dikelola masyarakat untuk mendukung pendanaan dan distribusi hasil usaha.
7. Program bantuan sosial dan subsidi tepat sasaran ditunjang oleh satu data yang akurat.
Berikut beberapa contoh keberhasilan yang diterapkan di Indonesia dan negara lain :
1. Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes Tirta Mandiri) yang fokus pada potensi lokal, seperti wisata air dan pengelolaan sumber daya alam,yang berhasil menjadikan Umbul Ponggok, sebagai destinasi wisata air, sukses menarik wisatawan dan meningkatkan pendapatan desa hingga miliaran rupiah per tahun. Pendapatan digunakan untuk membiayai program sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur desa.
2. Desa Nglanggeran, Gunungkidul, Yogyakarta mengembangan ekowisata Gunung Api Purba melibatkan masyarakat setempat sebagai pengelola langsung, yang berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat dengan membuka peluang usaha seperti homestay, kuliner, dan cenderamata. Desa ini menjadi contoh keberhasilan pariwisata berbasis komunitas yang berkelanjutan.
3. Program Saemaul Undong, Korea Selatan, konsepnya adalah gerakan pembangunan desa yang fokus pada perubahan pola pikir masyarakat, peningkatan infrastruktur, dan kerja sama komunitas, yang berhasil mengentaskan kemiskinan di pedesaan Korea Selatan pada tahun 1970-an. Desa-desa menjadi lebih produktif, mandiri, dan mampu memanfaatkan sumber daya lokal.
4. Desa Adat Penglipuran, Bali dengan konsep mengembangkan pariwisata berbasis budaya dan tradisi lokal tanpa merusak kearifan lokal. Hasilnya Desa ini dikenal sebagai salah satu desa terbersih di dunia dan menjadi tujuan wisata global. Pendapatan desa meningkat pesat, tetapi tradisi dan budaya tetap lestari.
5. Desa Sukunan, Sleman, Yogyakarta, mengembangkan konsep pengelolaan sampah berbasis komunitas dengan konsep reduce, reuse, recycle (3R). Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan sampah anorganik dijadikan produk kerajinan. Desa menjadi lebih bersih, pendapatan meningkat dari produk daur ulang, dan lingkungan lebih lestari.
6. Desa Wakiso, Uganda, melatih petani dalam teknik pertanian modern dan pengembangan koperasi lokal untuk pemasaran hasil pertanian. Berhasil meningkatkan produktivitas dan pendapatan, sehingga mengurangi kemiskinan di tingkat lokal.
7. Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) RW VI Kelurahan Muktiharjo Kidul ,Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, yang dibina oleh LPPM Universitas PGRI berhasil menjadi Posdaya terbaik tingkat nasional empat kali dan yang terakhir tahun 2017. Posdaya merupakan program pemberdayaan masyarakat berbasis keluarga dan pengembangan lebih lanjut dari Posyandu, yang memperluas kegiatannya tidak hanya pelayanan kesehatan seperti ibu hamil, balita, gizi, kesehatan reproduksi tetapi meningkatkan akses kepada program pemberdayaan ekonomi, pendidikan dan pelestarian lingkungan. Pelaksanaannya merupakan sinegy dan kerjasama Yayasan Damandiri, Perguruan Tinggi, Pemda, Lembaga Swadaya Masyarakat dibina oleh Haryono Suyono Centre (HSC) di Jakarta. Lessons learned dari contoh keberhasilan tersebut adalah perlunya fokus pada potensi lokal, melibatkan masyarakat, penggunaan teknologi dan inovasi untuk efisiensi, serta pengelolaan keuangan desa secara transparan dan berkelanjutan. Konsep ini menunjukkan bahwa pembangunan dari bawah tidak hanya mungkin, tetapi juga bisa memberikan dampak besar terhadap pemerataan ekonomi dan pengentasan penduduk miskin untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penulis adalah Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan