Serba Serbi Jukenis Sulteng Mengikuti Jamnas Ke VIII tahun 2025 di Yogyakarta
Drs Moh Rum Sahib, MSi
GEMARI.ID-PALU. Sore menjelang ketika para jukenis meninggalkan benteng Vredeburg yg bersejarah itu. Perlahan sore merayap memeluk kota Jogya. Udara terasa panas. Lampu lampu kota mulai menyala. Tiga ratusan peserta jamnas mulai bersiap mengikuti malam terakhir, malan pamungkas yang mengusung tema : malam budaya Nusantara yang akan menampilkan para jukenis dari 34 provinsi yang akan menampilkan ekspresi gerak tari dan nyanyi dari daerah masing masing.
Selesai magrib peserta turun ke lantai satu untuk santap malam bersama. Jukenis Sulteng sudah bersiap mengenakan busana adat Sulawesi Tengah yang diwakili oleh busana adat dari tana Poso, mori, napu, besoa, bada dan dataran tinggi Kulawi. Busana adat dari wilayah ini memang hampir sama dgn sedikit perbedaan. Misalnya ikat kepala (tali Bonto) bervariasi. Kesepuluh jukenis Sulteng sudah berpakaian adat dan siap untuk santap malam dan selanjutnya mengikuti acara pagelaran budaya Nusantara. Ketika kami semua tiba di ruang makan, sontak para peserta dari berbagai provinsi menatap dengan penuh kagum dan penuh keingin Tahuan. Apalagi dua peserta pria, yaitu saya dan komandan Juken Sulteng memakai sepasang pakaian adat, tapi celana yg kami pakai adalah.celana sedengkul. Tapi selanjutnya celana sedengkul ini akan menjadi hoki dan menarik perhatian orang.
Usai santap malam para peserta dipersilakan duduk oleh sepasang pembawa acara yang berpakaian busana adat Minang. Suasana malam pagelaran budaya Nusantara yg digelar sebagai puncak acara berupa pagelaran gerak, tari dan nyanyi membawa para peserta ke suasana pesta. Di depan panggung, Ketum JuKen Bapak Dr Sudibyo Alimoeso, MA duduk di depan sebuah meja bundar bersama Bapak Drs Hardiyanto, Bapak Drs Sutedjo Yuwono tapi nyaris tidak dikenal. Karena mereka tampil dalam busana Jawa lengkap. Aura busana adat seolah memancar dari penampilan mereka yang nampak berwibawa. Kita seolah terlempar ke masa lalu. Mereka nampak seperti para petinggi kerajaan.
Acara spesial malam ini sebelum acara gebyar budaya, adalah acara HUT Bapak Drs Sukaryo Teguh Santoso, MPd, salah seorang deputi di Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN. HUT ke 60 yang menandai akhir masa bakti beliau sebagai ASN. Beliau kemudian tampil memberi kata sambutan yang intinya beliau sangat gembira dapat menyelesaikan baktinya sebagai ASN dengan selamat sampai beliau memasuki purna bakti.
Usai kata sambutan, Bapak Teguh bersama isteri memotong tumpeng didampingi isteri tercinta. Bapak Ketum JuKen, Bapak Sudibyo kemudian dipersilakan mengucapkan kata sambutan penerimaan Bapak Teguh sebagai anggota JuKen yang baru yang kemudian dilanjutkan dengan pemasangan baju batik Juken kepada Bapak Teguh. Tradisi penerimaan anggota baru JuKen yang dilakukan pada Bapak Teguh ini, tentu saja patut diteladani di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Ini menggambarkan bahwa seorang ASN BKKBN tidak akan pernah terlepas dari rangkulan BKKBN. Baik ketika sebagai ASN aktif maupun ketika masuk purna bakti, institusi non formal yang bernama Juang Kencana siap memberi perlindungan. Hal ini sangat dimungkinkan oleh karena organisasi Juang Kencana sudah berbadan hukum, sehingga Juken mempunyai legal standing di bidang hukum.
Usai nyanyi bersama happy birthday untuk bapak Teguh, pemandu acara mengumumkan undian 34 provinsi yang akan tampil dalam pagelaran budaya. Di samping itu panitia mengedarkan nomor door prize kepada semua yang hadir. Suasana meriah di aula pagelaran budaya ini sangat meriah, penuh aura glamour dan mewah. Tentu saja karena hampir semua peserta tampil dengan memakai baju adat kebesaran daerah masing masing.
Saya terpana terbawa arus baper menyaksikan para peserta dari 34 provinsi yang tampil mewah, busana serta rias yang berkilau dari 300-an orang Jukenis. Saya termenung dan bergumam: "Betapa beragam dan indahnya budaya Nusantara dari Sabang hingga Merauke". Dan sebentar lagi para Jukenis akan merefleksikan budaya mahakarya anak bangsa itu dalam gerak, tari dan nyanyi.
Nusantara Indonesia memiliki ratusan suku bangsa yang melahirkan berbagai bahasa, budaya, adat istiadat, kepercayaan merupakan kekayaan tiada Tara. Bagi kita yang pernah belajar antropologi budaya atau etnologi dapat memahami bahwa setiap suku bangsa melahirkan berbagai produk berupa bahasa dan sastra, teknologi arsitektur, seni tari, ilmu pengetahuan, seni budaya berupa tari dan nyanyi, seni lukis dan ukir, folklore dan berbagai produk budaya lainnya. Kesemuanya lahir dari sari Pati, kristalisasi nilai nilai luhur serta filosofi dari suku, puak, atau komunitas tersebut.
Produk dari hasil komptemplasi kearifan lokal. Dan semua produk dari setiap suku kita abstraksikan dengan nama peradaban. Malam ini para jukenis dari berbagai provinsi berupaya merefleksikan salah satu hasil budaya masing masing dalam bentuk gerak , tari dan nyanyi. Lalu bagaimana kesiapan jukenis Sulawesi Tengah membawakan sebuah tari pergaulan yang bernama tari modero. Mungkin berbeda dengan provinsi lain, sepuluh orang Jukenis yang mewakili Sulteng berlatar belakang heterogin. Dari sepuluh orang, delapan orang wanita dan dua orang peserta pria.
Latar belakang yang beragam antara lain : dua orang dari suku Poso yaitu ibu Evi dan ibu Ongi. Dua orang dari Jawa, mas Kus dan ibu Faria. Dua orang dari Toraja yaitu ibu Ida dan ibu Nurhana. Dua orang dari Bugis, saya sendiri dan ibu Andi dan satu orang Kaili, yaitu ibu Dorkas serta satu orang dari Bali, ibu Nyoman. Kesepuluh orang dari berbagai latar belakang ini kemudian dipersatukan dalam membawakan sebuah tarian pergaulan yang bernama tari modero.
Tari Modero adalah sebuah tari pergaulan yang biasanya dimainkan dalam upacara syukuran setelah panen yang berhasil. Seiring waktu tari pergaulan yang disertai pantun ataupun nyanyian ini kemudian menjadi tari pergaulan yang menjadi favorit muda mudi. Di ajang tari modero ini muda mudi mendapatkan jodohnya. Lalu bagaimana dengan busana para penarinya? Ada yang menarik jika kita cermati busana yang dikenakan oleh penari wanita terutama roknya yang bersusun dan sangat lebar. Ini mengingatkan kita pada busana penari Flamenco.
Tarian Flamenco berasal dari Spanyol selatan yang rok penarinya (traje de flamenca) persis sama dengan
rok yang dipakai penari Modero. Juga hentakan dan ritme gerak kaki juga mirip dgn penari Flamenco.
Kembali ke suasana malam gebyar budaya yang penuh tawa dan canda. Peserta Sulteng menempati kursi depan bagian kiri panggung. Posisi ini menempatkan Sulteng mendapat perhatian. Busana merah yang penuh pernak pernik, topi yang juga senada dgn busana memancarkan aura yang mewah. Namun yang menarik adalah perhatian orang pada dua orang, yaitu pada komandan Juken dan saya yang memakai celana sedengkul. Mas Kushindarwito mendapat banyak candaan karena kita berdua "pamer" dengkul dan ibu ibu panitia bercanda kalau kita berdua punya lutut seksi. Modal lutut atau dengkul ini menambah meriah suasana malam gebyar budaya ini.
Di seputar aula suasana menjadi barisan bhinneka tunggal Ika. Busana Minang dari Sumbar mecolok karena pesertanya juga cukup banyak. Terbayang kembali sinetron Siti Nurbaya dgn melihat busana Sumbar yang merepresentasikan busana Datuk Maringgi dan Siti Nurbaya. Busana dari Sulsel dgn baju bodo dan lipa' sabbe dan jukenis pria Sulsel dgn busana kebesaran ala para pangeran Bugis/Mks masa lalu.
Pembawa acara membacakan undian urutan penampil dari 34 provinsi yang akan tampil. Banyaknya peserta yang akan tampil, panitia memberi batas 4 menit untuk setiap peserta. Hasil undian memberi kesempatan pertama kepada DIY untuk tampil. Jam bergerak terus seiring tampilnya para peserta sesuai dengan nomor undian. Jeda sementara dimanfaatkan untuk pengumuman pemenang undian. Yang menarik dan Hokky yang membahagiakan adalah dari Sulteng ada 4 orang yang memenangkan undian door prize berupa voucher belanja sebesar IDR 100K. Selamat.
Kemeriahan dan suasana gembira terus bergulir setiap provinsi menunjukkan kebolehannya. Provinsi Bali menampilkan tari Pendet yang tersohor yang sejak puluhan tahun lalu sering kita lihat di film, majalah maupun brosur pariwisata. Tari ini dibawakan oleh 5 orang penari. Meskipun mereka sudah sepuh, namun pamor masih tersisa pada mereka kalau kelimanya adalah maestro tari pada masa lalu.
Peserta lainnya yang patut mendapat catatan adalah.peserta dari Sumbar dengan armada penuh percaya diri. Yel yel Juken yang mereka bawakan sangat kuat dan memberi kesan mendalam bagi hadirin. Peserta selanjutnya yang menonjol adalah tampilan dari provinsi Anging mammiri. Sulawesi Selatan membawa peserta yang cukup banyak dan kelihatan dipersiapkan dgn baik. Mereka membawakan tarian Tulolonna Sulawesi. Penarinya memakai baju bodo warna kuning dgn sarung sutera bercorak kotak kotak besar.
Penarinya dibeking dgn petikan kecapi dan gendang. Oleh peserta pria yang memakai baju kebesaran bangsawan Bugis/Mks. Lengkap dgn beskap dan songkok recca berlapis emas. Sangat keren. Penarinya bergerak luwes diiringi music kecapi : "Malabbiri memang tongi tulolonna Sulawesi. Mabbaju bodo Mabbaju bodo Nakingking lipa' sabbena. Angka angka' bangkengna Soe soena limanna .... Dst
Lagu Tulolonna Sulawesi (gadisnya Sulawesi) ini adalah lagu berbahasa Makassar, adalah lagu kesayangan teman jukenis daeng Nampa'. Selanjutnya tampilan yang terbilang istimewa dan kompak adalah tarian dari provinsi Sulawesi Barat yang membawakan tarian Tenggang tenggang Lopi. Sebuah lagu berbahasa Mandar. Ibu Ratna yang jadi penari dan sekaligus melantunkan lagu tersebut dgn merdu. " Tenggang tenggang lopi Lopinna anak koda Anak koda Ipan jaja... dst.
Tari dan lagu ini mendapat sambutan yang meriah. Ada beberapa provinsi yang tampil dengan jumlah sedikit seperti Aceh, Maluku, Papua, NTT dan Bengkulu. Mereka tampil bernyanyi karaoke dan para peserta ikut bernyanyi dan bertepuk tangan. Misalnya Maluku Utara tampil menyanyikan lagu Sio Mama dan di ikuti olehnpara penonton. Demikian pula Bengkulu tampil dgn vokalisnya pak Kadir membawakan lagu Jatuh Bangun Aku Mengejarmu. Lagu lainnya yang dapat sambutan adalah Balada Pelaut yang dibawakan oleh peserta dari Sulut.
Akhirnya Sulteng tampil dengan nomor undian 30. Sebenarnya kita berharap tampil lebih awal sehingga masih segar bugar. Lipstik atau smenken belum hapus dan blash on belum luntur. Soalnya peserta Sulteng bersama dgn mas Gofar dari Jogyakarta yg selalu mengajak Sulteng untuk ikut bernyanyi. Apalagi lagu yang akrab dan sering dilakukan di Sulteng seperti Sio Mama, Balada Pelaut dan lagu lagu dang dut. Sepuluh orang Jukenis Sulteng akhirnya tampil setelah pembawa acara membacakan sinopsis tarian modero yang diiringi lagu Lemba Tanaposo yang bercerita tentang keindahan tanah tumpah darah yang bernama Poso.
Meskipun para penari tampil kurang sempurna, namun tarian modero ini mendapat sambutan yang cukup meriah. Sepuluh orang Jukenis Sulteng akhirnya tampil setelah pembawa acara membacakan sinopsis tarian modero yang diiringi lagu Lemba Tanaposo yang bercerita tentang keindahan tanah tumpah darah yang bernama Poso. Meskipun para penari tampil kurang sempurna, namun tarian modero ini mendapat sambutan yang cukup meriah.
Jam sudah menunjukkan pukul 24.00 ketika semua provinsi selesai menunjukkan kebolehannya. Selanjutnya ibu Ambar tampil membawa catatan kecil yang berisi hasil penilaian dari acara budaya Nusantara sebagai rangkaian penutup acara reuni atau Jamnas VIII Juang Kencana di Yogyakarta. Peserta terbaik adalah provinsi Aceh dan Provinsi Papua. Kemudian Yogyakarta sebagai provinsi tuan rumah.
Selain peserta terbaik, ada beberapa provinsi yang dianggap tampil unik, antara lain Sumbar, Sulbar dan Sulawesi Tengah. Pada akhirnya Jamnas berakhir setelah berlangsung dari tanggal 7-9 Oktober 2025. Sampai jumpa pada Jamnas IX yang mungkin akan berlangsung di Kaltim atau...? SAMPAI JUMPA PADA JAMBORE JUKEN Selanjutnya. Penulis adalah Penasehat JuKen Provinsi Sulawesi Tengah