Serba Serbi Duta JuKen Sulawesi Tengah Mengikuti Jambore Nasional JuKen VIII di Yogyakarta

Drs Moh Rum Sahib, MSi

GEMARI.ID-PALU. Saya kebagian bus nomor 4 dan duduk di belakang supir. Beberapa menit kemudian bus sudah siap melaju. Kami dipandu oleh Bapak Dudu Abdullah yang memakai ikat kepala Sunda ala KDM. Dia menanyakan asal saya. Saya sebut dan dia mengirim salam ke pak Acang. Pak Dudu Abdullah mengakui pak Acang sebagai guru spiritualnya. Rupanya beliau salah seorang korban dari 'ceramah spiritual' jalanan ala pak Acang.

Bus mercy meluncur pelan membawa para Puang Juken yg semuanya bernyanyi ketika seorang peserta dari Sumut memegang mike dan melantunkan lagu lawas Melati di Tapal Batas. Para lansia bernyanyi gembira dan tentu teringat masa 40 tahun lalu ketika mereka semua masih moger.

Jarak Malioboro ke kantor walikota Jogya memakan waktu satu jam yg berjarak sekitar 40 km. Kami tiba di Graha Pandawa dan kami dipersilakan masuk. Rupanya acara di kantor walikota ini diagendakan sebagai pembukaan secara resmi jamnas VIII Juken. Di spanduk yang besar dan megah ada 4 logo menempel. Logo kementrian kependudukan, logo PWRI, logo Provinsi DIY dan logo JuKen.

Selain acara pembukaan, ada penyanyian tunggal dari bp dr. Hasto Wardoyo yang kebetulan mantan Kepala BKKBN Pusat. Beliau berkenan membawakan makalah tentang lansia dari berbagai persfektif. Pada jam 10.00 wib acara peresmian dibuka oleh pembawa acara yang katanya dia juara pertama stand up komedi yg diadakan BKKBN pusat beberapa waktu lalu. Setelah lagu Indonesia raya, mars BKKBN dan mars Juken, acara sambutan demi sambutan bergulir dgn lancar. Puncak acara, sambutan oleh gubernur DIY yang diwakili oleh Petta Sri Paduka Mangku Alam X.

Acara sambutan atau laporan panitia yang menarik perhatian hadirin adalah ketika disebut tentang kedatangan 300-an peserta JuKen yang datang dari 34 provinsi. Dia menggaris bawahi kalau ada provinsi yg mengirim duta Juken melalui moda transportasi perahu. Dan tidak lupa memuji kegigihan dan tekad para Jukenis dari palu. Para hadirin tepuk tangan. Entah darimana info yang lebay ini. Di hotel Prima In panitia menyebut Sulteng datang naik kapal. Lalu kenapa tiba tiba berubah jadi perahu? Mungkin mereka terbayang sepuluh orang Jukenis dari Palu naik pinisi dan berlayar ke Surabaya dan mereka semua bernyanyi : " nenek moyangku orang pelaut".

Sambutan wagub DIY yg sekaligus membuka secara resmi jamnas VIII Juken BKKBN 2025 yang diikuti oleh 300 orang peserta dari 34 provinsi. Acara dilanjutkan dgn penyajian tunggal dari Dr (HC) dr H Hasto Wardoyo, SpOG(K). Beliau menyebut Jogya memiliki 16 persen lansia di komposisi penduduknya. Tertinggi di Indonesia. Sementara secara nasional jumlah lansia kita sekitar 12 persen. Berbagai aspek kesehatan lansia disajikan secara menarik oleh dr Hasto yang intinya adalah bagaimana kita menjalani masa lansia dengan sehat dan sejahtera. Menjadi tua itu adalah hal yang alami. Misalnya terjadi kesakitan pada lutut atau sendi bagi seorang lansia. Itu bukanlah penyakit. Karena secara alamiah bantalan yang menyangga tulang kita mengalami penyusutan akibat usia. Massa otot akan berkurang setiap tahun.

Beliau menyajikan gambar terjadinya perubahan pada lansia, yaitu seseorang akan menjadi semakin pendek seiring dengan menuanya seseorang. Selesai penyajian, acara dilanjutkan dengan santap siang. Para jukenis makan dengan lahap dengan menu sate, bakso, ikan bumbu teriyaki ditutup dengan minum wedang jahe. Hiruk pikuk para Jukenis berseliweran berfoto dgn berbagai gaya dan suasana gembira penuh gairah.

Selesai sesi foto-foto menyita waktu dan tenaga Peserta bersalin pakaian. Baju batik Juken dicopot dan diganti dengan baju kaus putih yang akan dipakai untuk city tour yang katanya diagendakan mengunjungi museum Vredeburg. Vredeburg adalah sebuah museum yang sebenarnya.adalah bekas benteng atau Loji kolonial yg dahulu dimaksudkan untuk mengawasi kraton ngayokyakarta hadiningrat.

Peserta umumnya kurang setuju dgn objek tour city ke benteng Vredeburg. Mereka mengomel dengan narasi : kita ini lansia, kenapa dianggap anak SD dibawa ke museum? Tetapi omelan ini ditelan angin lalu. Mungkin panitia sengaja mengerjai para Jukenis ini dengan membawa mereka ke tempat yang gratis ini. Memang gratis untuk lansia. Dari sepuluh Jukenis dari Palu, saya dan mas Kushindarwito, komandan Jukenis dari Palu yang masuk benteng ini.

Benteng ini kecil jika dibanding dgn benteng Ujung Pandang atau Fort Rotterdam di Makassar. Tidak ada

menarik. Dioramanya biasa saja dan menggambarkan perjalanan bangsa Indonesia menuju ke kemerdekaan. Saya hanya bertanya berapa kilo berat setiap meriam ini dan berapa harganya kalau dijual di tukang loak? Penulis : Oputuru, Lansia Madya, Penasehat JuKen Provinsi Sulteng

Mulyono D PrawiroComment