INDONESIA EMAS 2045 : VISI DI TENGAH REALITAS KOMPLEKS (Catatan dan Lessons Learned)

H Lalu Tjuck Sudarmadi

GEMARI.ID-JAKARTA. Kuncinya pada pemimpin dan kepemimpinan, all depends on the leader and leadership. Targetnya pada 2045, income per capita $23.000-30.300, tingkat kemiskinan 0,5-0,8, mempertahankan stabilitas pollitik dan keamanan, meningkatkan kualitas SDM melalu pendidikan dan pelatihan, menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke- 4. Bila saja Indonesia memiliki pemimpin nasional bersama pembantu pembantunya, satu periode saja, apalagi dua periode,  yang clean and clear bukan saja niat tetapi juga track recordnya "mulajati"- sejatinya murni dan tulus  mengabdi untuk Merah Putih, maka Indonesia pastinya akan menjadi negeri dengan   wajah dan suasana  berbeda  baik aura maupun  phisik,  pasti sudah sampai pada capaian mendekati tujuan  yang diimpikan.

Mungkin negeri ini sedang berada pada jalan yang menuntun  menuju  negeri  maju, mapan, adil makmur. Negeri impian yang masyhur, memiliki sejarah dengan  cerita panjang tentang kelebihan, kebaikan dan keunggulan yang terdengar jauh menembus delapan penjuru dunia. Negeri yang luhur dan tinggi kewibawaannya sehingga negeri lain disekelilingnya   menaruh respek,  hormat bahkan ada yang rela dan ingin bergabung secara sukarela tanpa  perang ataupun penaklukan, melainkan karena  tertarik oleh sikap yang selalu menyuarakan  keutamaan kehidupan manusia yang dimanusiakan.  Negeri yang mendekati  puncak keemasan, masyhur, dihormati , makmur, tertib, aman, damai, berorientasi pada keutamaan hidup yang bersikap arif dan unggul. 

Gambaran suasana kehidupan segeri seperti  tersebut,   tertuang dalam  ungkapan luhur bermakna sangat dalam yaitu  "Panjang punjung, pasir wukir, gemah ripah loh jinawi, karta tur raharjo, murah kang sarwo tinuku, tulus kang sarwo tinandur". Suatu negeri yang ada dalam bayangan dan  diimpikan, yang akan  terwujud bilamana dalam negeri itu tampil sosok  pemimpin atau raja yang adil, amanah, penuh dengan wibawa dan digdaya dan mengabdikan diri untuk rakyat. Namun faktanya,  negeri ini beberapa kali memiliki pemimpin yang belum sepenuhnya  memenuhi kriteria seperti disebutkan diatas. Pemimpin yang akhirnya diketahui  bukan menjadi solusi tetapi bahagian dari masalah. Pemimpin yang terperangkap dalam berbagai jebakan yang menjadikannya berada dalam posisi berbaur dengan masalah yang semestinya  harus dipecahkan, kemudian membawa negeri ini menjadi negeri yang maju dan bertumbuh. Para pemimpin itu telah menjadi masa lalu dan menjadi catatan  sejarah dan   dikenang karena kebabaikannya dan juga ada yang  diingat karena keburukannya, seperti berita  yang memprihatinkan dari organisasi internasional OCCRP yang menempatkan mantan pemimpin nasional negeri ini menjadi salah satu  dari sejumlah  pemimpin  ter-korup didunia  pada tahun 2024. Populer itu ternyata ada dua macam dalam sebutan atau istilah,  disebut "famous"  kalau positif, tapi disebut "notorious" kalau negatif,   keduanya maknanya sama  sama terkenal.

Diakhir tahun  yang penuh gejolak dan  nestapa,  negeri ini baru saja memiliki pemimpin nasional yang baru, lengkap dengan para pembantunya.  Bisakah kita menaruh asa bahwa "dia" adalah sosok  "satria piningit" yang akan mengantar negeri  mencapai puncak keemasannya  seperti yang tertuang dalam ungkapan yang penuh makna tersebut. Nampaknya beban masalalu membuat suasana  yang mengiringi awal  kepemimpinannya  makin dipenuhi gonjang ganjing dan kegaduhan politik,  disertai dengan kondisi ekonomi yang menempatkan yang kecil dan lemah makin terpuruk, menderita tak berdaya sedangkan yang besar dan  kuat makin perkasa walau  dengan berdiri  diatas pengorbanan rakyat jelata.

Industri  tidak  bertumbuh dan berkembang, malah gugur satu persatu seperti halnya industri textile yang merumahkan dan atau mem-PHK pekerja dengan jumlah besar, sangat  berdampak dan menambah kegaduhan seperti air-bah yang menggerus pertahanan  ekonomi negeri dan rakyat. Diskursus tentang ketidak adilan serta maraknya korupsi  dibarengi  masalah  judi online, penyelundupan dan rapuhnya   ketahanan pangan yang menyangkut bahan pokok masyarakat, tidak berdaya samasekali disebabkan oleh  terlalu  bergantung pada pasokan dari luar. Sumber daya alam yang merupakan modal dan kekuatan, sebagai anugerah  dan   keunggulan negeri ini,  hampir pasti dikuasai dan dikelola oleh para pemodal-oligarki sehingga  tidak berdampak  pada kemakmuran rakyat, seperti pesan para founding father dalam UUD 45 Asli. UUD inipun    sudah diacak acak di amandemen yang membelokkan arah negeri ini menjadi super liberal dan  menjadi legitimasi bagi  para kapitalis dan  "penjajah modern" untuk menguasai asset dan sumber daya alam  demi keuntungan mereka.

Pangan dan energy yang melimpah yang dimiliki "negeri elok yang amat subur", maknanya  hanya ada dalam bait bait indah lagu ,  layaknya  fatamorgana yang menyesatkan.  Tidak ada kedaulatan sama sekali yang  akhirnya negeri ini terjebak  dalam "paradox of plenty". Mengamati perilaku kehidupan dan life style para pemimpin dan penyelenggara negara,  mereka  seperti sedang dilanda wabah "haus-thirsty".  Kehausan dan terus  ingin  minum harta, menenggak  materi walaupun  yang bukan hak, dengan berlindung pada  power-kekuasaan,  sebagai alat legitimasi   pemuas  perilaku hydonisnya. Nampaknya peradaban negeri ini sedang meluncur ketitik nadir dan tidak ada lagi yang peduli,  malah ikut memperparah dengan   melakunan dan atau membiarkan, melindungi praktek  korupsi, kolusi dan nepotisme, judi online, penyelundupan yang   makin merajalela.  Masyarakat dengan way of life yang  dituntun  Sila Ketuhanan seolah terserabut dari akar budaya luhur serta  dogma  ketuhanan.

Kritik tajam yang  ditujukan kepada Pengembang dan Pemegang legalitas PSN/proyek strategik nasional seperti di PIK2, pemiliknya  menjalankan praktek yang  disinyalir mengarah pada  "penindasan",  penguasaan  tanah rakyat dengan "paksa" dan seolah semua itu benar, sesuai prosedur, karena   dinaungi oleh   kebijakan formal tapi dirasakan sebagai "fraud-salah". Selain  itu adanya  "keterlibatan"  para oknum   penegak hukum yang menimbulkan gelombang protes dan perlawanan rakyat  sehingga menambah kegaduhan nasional.

Dipenghujung tahun 2024 juga kita menyaksikan  kegaduhan politik  yang memang sudah gaduh sejak proses dan  tahapan pencalonan capres/cawapres dalam Pilpres  sampai dengan pelaksanaan Pemilu 2024 yang disebut sebagai pemilu terburuk,  transaksional, super mahal/high cost dan tidak steril dari tangan tangan "penguasa power dan uang". Kegaduhan politik juga menampilkan  pertarungan  politik,  saling "tikam" dan dengan memanfaatkan kekuatan penegak hukum , memunculkan satu persatu "kasus"   pihak yang perlu dimatikan langkahnya,  seperti Tom Lembong dan Sekjen PDIP yang paling mutakhir.

Penegak hukum dan  pemberantasan korupsi mendapatkan kritik dan cemoohan sedemikian rupa karena tidak mampu memuaskan harapan rakyat menghadirkan rasa keadilan. Kasus yang terakhir adalah korupsi timah dengan nilai fantastis sekitar 300 M yang hanya diganjar 6.5 tahun. Hal ini makin memperburuk citra dan juga menghilangkan trust terhadap penegakan hukum di negeri ini. Saking kerasnya kritikan soal vonis sang koruptor Harvey Muis tersebut  Presiden sendiri menyentil hal itu secara terbuka. Namun pada sisi lain PS mulai mendapatkan berbagai "candaan" politik untuk menyindir posisinya sebagai presiden  dalam menyikapi berbagai masalah yang ada khususnya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Malah para elites dan berbagai  tokoh sudah mulai goyang dan mempertanyakan apa PS bisa sebagai "solusi"  karena sampai dengan  60 hari lebih sebagai presiden belum ada gebrakan yang ditunggu masyarakat sebagai ujud nyata pelaksanaan  pidatonya  yang hebat dan menjanjikan berbagai macam gagasan termasuk masalah korupsi tersebut. Masyarakat mulai "ragu" karena tiba tiba PS melontarkan gagasan  seolah mau "berdamai"  dengan para koruptor,  mungkin terinspirasi oleh gagasan musyawarah, non litigasi atau restorative justice, yang semestinya   membuat kebijakan bagaimana membersihkan pemerintahannya dari "sampah"   yang ada dalam kabinet dan birokrasinya. Masyarakat menunggu kebijakan yang memperkuat agar pemberantasan korupsi lebih efektif dengan membenahi dan memperkuat KPK, Kejaksaan, Polri serta  lembaga terkait lainnya.

Gagasan memberi   maaf itu sebenarnya ide original dan menarik serta "make sense"  meresponse situasi yang sudah parah  seperti saat ini. Karena pembenahan penegakan hukum sudah lengkap perangkat dan dukungannya, namun tidak pernah berhasil. Fakta menunjukkan pemberantasan korupsi melalui jalur hukum butuh waktu dan berbelit belit serta hasilnya  sangat mengecewakan baik hukuman maupun asset dan dana yang harus dikembalikan tidak sebanding dan tidak significant. Gagasan PS itu jauh lebih efektif bila dibarengi  cara yang  radikal  yaitu menetapkan korupsi sebagai kedaan "darurat nasional" dan memberikan wewenang penuh kepada presiden. Koruptor dan yang terindikasi melakukan korupsi  "diamankan" kemudian negosiasi dilakukan di ruang tahanan. Mereka diminta mengembalikan asset dan dananya semua, sisakan 1%  kemudian mereka dibebaskan tapi   dicekal keluar negeri, diharuskan membangun ekonomi,  membantu para pengusaha mikro kecil dan UMKM untuk berkembang bersama. Mereka dibatasi wilayah dan diberikan cluster usaha masing masing dengan target yang terukur. Mengapa  mereka itu diperlakukan demikian,  karena jujur mereka itu sebenarnya asset, orang orang cerdas,  pandai dan berbakat dalam business, namun mereka harus diawasi dan tidak boleh lagi menjalankan business dengan cara cara lama yang tidak akuntable.

Asta Cita yang merupakan 8 Kebijakan Pembangunan PS, secara konsep harus diberikan apresiasi, walaupun diragukan karena  target target yang "ambisius" namun logik,   bisa dicapai dan sebagai motivasi kerja. Pertumbuhan 8 %, ketahanan  pangan, energi , industri manufaktur, pembenahan pengelolaan  kekayaan alam untuk  sebesar besarnya kemakmuran rakyat,  penuntasan masalah masalah ya dijelaskan diatas, semua membuat masyarakat terutama para akademisi, pelaku  business agak meragukannya, namun  dengan bahasa yang lebih sopan yaitu  "semua bisa dicapai bilamana", "bisa dengan syarat",  "bisa kalau"  dan lain sebagainya.  Intinya lebih condong kepada keraguan. Bagaimana mungkin,  kalau penegakan hukumnya  lemah, SDA yang dikuasai pemodal/oligarki,  keterbatasan  anggaran dan  sangat bergantung pada pajak, belum lagi  industri dan manufaktur yang tidak berkembang, pangan dan energi yang bergantung pada pasokan luar negeri, asset yang dikuasai segelintir orang, penyelundupan, judi online,  narkoba, korupsi  seolah  telah menjadi budaya baru dan melibatkan sedemikian besar dan luas  masyarakat. Keadaan dan masalah itu akan sangat mempengaruhi peluang PS untuk mencapai sasaran dan target yang  ditetapkan dalam Asta Cita yang relatif tinggi, namun bukan berarti tidak bisa asalkan semua yang dijelaskan tadi bisa di tuntaskan.

Masyarakat menangkap makna  dan arah pidato PS baik pada pelantikan maupun dalam  berbagai kesempatan setelah pelantikan, bahwa PS ingin memecahkan berbagai  masalah yang diulas diatas sebagai "core of the problems" ,  agar kemudian bisa membangun  kearah yang lebih baik kedepan. Namun disisi lain, PS  terlihat seolah   terkunci kaki dan tangannya sehingga tidak bisa lari kencang,   nampak seperti "kontrol"  bukan pada dirinya, sehingga belum bisa  mengendalikan apa yang diinginkan, mengendalikan seluruh  birokrasinya  sebagai pelaksana dari janji janjinya.  Birokrasi  masih sangat memprihatinkan   kinerjanya selama ini. Namun  bukan sepenuhnya karena tidak professional tetapi adanya keengganan karena takut salah dan dihantui oleh banyaknya pengawasan.  Mereka mereka itu masih berada dalam jajaran birokrasi saat ini dan mereka itu juga yang akan  meng-eksekusi program dan janji janji kampanyenya.

Sebagai penutup kita semua tetap masih punya asa, harapan dan kita berkewajiban untuk mendukung PS sambil bersabar sejenak memberikan waktu bagi Presiden melakukan gebrakan nyata, melakukan perubahan. Optimisme harus kita bangkitkan untuk melawan pesimisme latent dalam hati, karena masyarakat menaruh harapan besar kepada presiden. Yang dikhawatirkan  bila dalam "satu smester"  PS tidak menunjukkan  sepenuhnya memegang kendali dan mandiri dalam mengambil keputusan,  maka itu pertanda bahwa   kelompok yang dianggap tidak clean dan seharusnya tidak berada di dalam  birokrasi, berjaya dan mampu melakukan "retaliasi" politik . Maknanya PS seolah berkompromi dengan masalah yang harus di bersihkan dan menggeser posisinya sebagai bagian dari masalah, bukan lagi sebagai solusi.

Dampaknya Asta Cita tidak sepenuhnya  akan  membawa negeri ini mencapai berbagai target dan sasaran  bagi terwujudnya  Indonesia Emas 2045 dan akhirnya itu "hanya mimpi",tetapi kita harus firm dan yakin  karena  Presiden Prabowo Subianto itu seorang  ksatria dan petarung yang hebat,  punya peluang dan strategi,  karenanya pasti bisa. Mari bersabar,  berikan Beliau waktu dan dukungan serta semangat "Indonesia first, bring your heart home-ke rumah Merah Putih" Semoga. (Penulis adalah Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan)

Mulyono D PrawiroComment