JAMES DANFORTH QUAYLE dan GIBRAN RAKABUMING RAKA (Catatan Pisah Sambut Old and New Year)
GEMARI.ID-JAKARTA. Bullying dan ledekan dalam politik nampaknya terjadi dimanapun. Di motherland-nya demokrasi seperti Amerika, hal itu juga terjadi dan sangat biasa. Jadi, peristiwa politik yang sedang "in" dan viral dinegeri ini, yang menyangkut Wapres Gibran Rakabuming Raka, hal seperti itu persis seperti yang dialami oleh Wapres James Danforth Quayle yang populer dengan Dan Quayle, Wapres yang mendampingi President George HW Bush Sr 1989-1993. Kalau saja nama nama tersebut ditukar menjadi "Dan Rakabumingraka" dan "Gibran Quayle" mungkin memberi makna dan membuat kita bertanya, ada apa dengan kedua tokoh yang sama sama muda, sama sama wakil presiden, hanya berbeda negara dan masa.
Dan Quale adalah Vice President dari George H.W Bush Sr, dari Partai Republik yang mengalahkan pasangan Michael Dukakis /Lloyd Bentsen dari Partai Demokrat pada pemilu tahun 1988. VP Dan Quayle/DQ pada waktu itu mengalami seperti apa yang terjadi di Indonesia pada akhir akhir ini dimana Wapres Gibran Rakabuming Raka/GR sebagai pasangan Presiden Prabowo Subianto menjadi bahan "ledekan" dan di bully nitizens serta viral di media. Bila diamati, hal itu terjadi mungkin karena beberapa alasan utama antara lain:
1. Keterbatasan Penglaman. Keduanya DQ dan GB dianggap belum berpengalaman dalam politik karena usianya yang relatif muda saat terpilih sebagai wakil presiden. DQ berumur 41 tahun(Lahir 4 Feb. 1947) sedang GR usianya 37 tahun (Lahir 1 Okt. 1987). Seperti kita ketahui pada saat pencalonan GR, mengundang kontroversi berbuntut panjang, akibat dari Keputusan MK No 90/2023.
2. Kesalahan Berbicara. DQ dan GB seringkali membuat pernyataan yang dianggap salah atau tidak tepat sehingga menjadi bahan ledekan.
3. Pilihan yang Kontroversial. Pemilihan DQ maupun GR sebagai wakil presiden dianggap kontroversial karena beberapa alasan, termasuk keterlibatanya pada kasus yang memicu perdebatan. DQ terlibat dalam masalah "Keating Five" sedang GR terkait Keputusan kontroversial Mahkamah Konstitusi, juga masalah "kepemilikan" akun bernama "Fufufafa" yang memposting komentar kontroversial terhadap tokoh-tokoh politik tertentu. Demikian juga dengan akun "raka gnarly" yang memposting komentar terkait seksual.
Masalah Keating Five merupakan kasus scandal politik dan keuangan yang terjadi di AS pada 1980-an. Kasus ini melibatkan lima anggota Senat AS termasuk Dan Quayle yang dituduh menerima suap dan tekanan dari pengusaha Charles Keating Jr untuk mempengaruhi putusan regulasi keuangan. Charles Keating Jr memiliki perusahaan keuangan Lincoln Saving and Loan Association. Keating memberikan kontribusi kampanye dan hadiah kepada lima senator yaitu DQ dan Alan Cranston,John Glenn,Dennis DeConcini serta Donald Riegle. Skandal ini memicu perdebatan tentang pengaruh uang dalam politik dan regulasi keuangan. Senator senator tersebut kemudian melakukan intervensi atas nama Keating untuk mempengaruhi regulasi keuangan. Lincoln Savings and Loan Association bangkrut pada tahun 1989, menyebabkan kerugian $3,4 miliiar. Walaupun Komite Etika Senat AS menyelidiki kasus itu dan tidak menemukan pelanggaran etika serius. Namun kasus tersebut jelas memperburuk Citra DQ dan mempengaruhi kampanye pemilihannya kembali bersama Presiden George HW Bush Sr pada tahun 1992, dan berdampak pada kekalahannya oleh pasangan Bill Clinton dan Al Gore dari Partai Demokrat. Keating Five ini menjadi salah satu contoh skandal politik yang signifikan dalam sejarah AS.
Dari beberapa contoh kesalahan dan kontroversi tersebut dampaknya memang mempengaruhi citra publik DQ maupun GR dan memperlemah posisinya sebagai wakil presiden. Media massa sering mengkritik DQ dan GR yang memperburuk kesan publik tentang diri mereka, apalagi diera sekarang peran medsos sangat dahsyat. Selain itu DQ dan GR sering dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang dianggap lebih berpengalaman dan kompeten sebagai Wapres, sehingga memperburuk posisi mereka. Beberapa contoh kesalahan dalam berbicara, dimana DQ mengatakan "Welcome to President Bush, Mrs Bush and my fellow Astronauts. DQ menyebut astronaut sebagai fellow astronaut padahal dia bukan astronaut. Selain itu DQ mengatakan "potatoe" bukannya "potato". DQ dikritik karena pernyataannya tentang peran wanita dalam masyarakat, yang dianggap sexist. Juga karena mendukung perang Teluk dan membenarkan serangan udara terhadap Irak. DQ mengatakan bahwa 60% dari semua anak anak Amerika lahir diluar nikah, padahal datanya sekitar 26%.
Sedangkan GR membuat kesalahan yang menjadi viral, penyebutan "asam folat" sebagai "asam sulfat" pada saat menjadi narasumbet dalam suatu forum "Diskusi Ekonomi Kreatif Bersama Mas Gibran". Selain itu GR membuat kesalahan berulang, dalam memberi pidato sambutan yang dalam pembuka sambutannya menyapa peserta tertentu yang hadir dengan mengatakan "Para para" padahal "para" itu sudah jamak. Kesalahan itu kemudian mendapat ledekan di medsos dengan membandingkannya dengan "pidato" pak Bolot komedian yang mengatakan "bapak dua" yang maksudnya Bapak 2/Bapak bapak. Sekali lagi bahwa bullying dan ledekan politik itu mungkin bisa terjadi dimana saja, di negeri yang menganut "keterbukaan" dan "demokrasi", namun sangat ditentukan juga oleh pesepsi masyarakat terhadap "kualitas" tokohnya yang dipandang tidak memenuhi harapan mereka.
DQ telah menjadi sejarah masa lalu bagi negaranya, lalu bagaimana GR kedepan, tergantung kiprahnya sendiri. GR harus mampu melakukan touching hearts communications dengan masyarakat. Harus mampu merubah imagenya dengan melakukan kerja nyata, berbicara dan tampil untuk pembuktian bahwa GR bisa meets the needs dari masyarakat luas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Wapres secara professional, bukan dengan melakukan kegiatan untuk pencitraan, yang akan berdampak pada tumbuhnya citra positif atau sebaliknya. Kita dorong GR untuk mau melakukan itu dan harus, oleh karena beliau adalah Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih sesuai ketentuan perundang- undangan, Kita ingin wapres tidak saja performed tapi juga diperhitungkan dan dihormati karena punya personality yang kuat dan terbuka. Pasti bisa karena GR adalah tokoh muda yang menyimpan semangat untuk maju dan berkembang kedepan.
Kerja politik subsantif memang memerlukan integrity, pengalaman dan track record, kemampuan, skill berkomunikasi serta prestasi, serta open minded. Ingat bahwa DQ sebelum jadi wapres, telah menjadi Anggota House of Representative (1977-1981) dan Senator (1981-1989). Namun tetep saja publik AS tidak "sreg" yang berdampak pada kekalahan pemilihannya yang kedua seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penting bagi setiap pemimpin-leader untuk memahami bahwa "To change the way we act, we must change the way we think" . Hal ini penting karena "The problem we face cannot be solved by the same level of thinking that created them". Itu sebabnya bila GR melakukan atau meng-copy paste cara cara memecahkan masalah yang dihadapi saat ini dengan meng-copy paste cara cara sebelumnya (yang dilakukan bapaknya), itu tidak akan sama efektifnya dan serta terasa dan terlihat jadoel dan tidak mengena di waktu kekinian. Selamat tinggal tahun penuh duka-nestapa dan selamat datang tahun harapan baru. Penulis adalah Pengamat Birokrasi dan Pemerintahan