Mengenang Tokoh-tokoh Pengantar Berjuang - eri kedua
Mulai dari SD tiga tahun di Pucang sewu Pacitan, Haryono Suyono kecil dan lincah masuk dalam bidang Pendidikan yang ditempuhnya sampai tingkat tertinggi di Universitas ternama di dunia, Universitas Chicago di Amerika Serikat dengan berbagai prestasi yang mengagumkan.
Begitu selesai dari SD Diponegiro diakhiri dengan tayangan tanda budaya Jawa Tarian Srikadi Mustakaweni yang digekar dengan gegap gempita bersama rekan satu kelas, keduanya laki-laki. Pertanda itu sekaligus mengakhiri masa Pendidikan di Pacitan karena Haryono yang semula dicitakan Bapak Alimuso untuk Pendidikan Guru di Madiun, ditarik oleh kakaknya Suyadi, seorang pengusaha percetakan stensil, masuk SMP IV Negeri di Yogyakarta dengan mulus karena latar belakang hasil ujian akhir SD tergolong tinggi.
Perjalanan pada tingkat SMP yang sekaligus merupakan awal perpindahan asuhan dari orang tua kepada seorang kakak, proses perpindahan budaya dari desa ke kota, kehidupan sederhana berkembang jadi masyarakat modern. relative berjalan mulus. Tifak banyak inovasi berkembang karena sekolah di SMP yang teratur tidak terlalu mendekatkan kepada inovasi pribadi yang bagi anak kampung yang sedang mengangkat dirinya secara pribadi menjadi anak kota yang mandiri tidak banyak memberi Prakarsa pribadi.
Pada tingkat SMP ini Haryono kecil beruntung bersahabat dengan Moh Yunus seorang siswa berbadan besar seakan sudah dewasa memiliki sepeda sehingga kemana mana siap memberi pertolongan dan membonceng Haryono kecil sebagai kawan dekatnya. Moh Yunus yang besar ini, sopan andap asor, bersuara kecil seperti perempuan. Moh Yunus selalu kemana mana bersepeda, memakai celana pendek dan berbaju putih seperti siswa lainnya.
Moh Yunus yang kelihatan dewasa ini menurut Haryono kecil suka melirik seorang guru Sejarah cantik Ibu Sumaryati. Karena kemampuannya dalam pelajaran sejarah terbatas, perkawanan dengan Haryono kecil yang memiliki kemampuan lebih baik, menjadi alasan utama untuk mendekati guru mungil dan cantik ini dengan alasan Harono kecil yang ingin memperdalam pelajaran Sejarah. Haryono kecil “yang tidak berdosa” tidak melakukan protes setiap minggu menjadi alasan “kunjung pendekatan” dengan ibu guru Sejarah yang manis.
Haryono baru sadar pada posisi pancingan tersebut setelah bertambah dewasa yaitu setelah menamatkan tingkat SMP. Mengingat hal ini kadang senyum sendiri tetapi tetap dengan semangat yang membawa untung karena secara nyata mendorong rajin belajar dan menghasilkan nilai tinggi untuk sejarah. Dengan semagat “kunjungan pada guru sejarah” itu nilai ujian SMP tergenjot tinggi.
Dengan nilai hasil ujian akhir SMP yang memadai, Haryono dengan mulus bisa melanjutkan ke tingkat SMA Negeri IVB yang dikenal sebagai SMA Perjuangan karena didirikan guna menampung anak-anak muda yang ikut berjuang dalam perang gerilya di desa semasa Penjajahan Militer Belanda kedua.
Biarpun masuk ke sekolah SMA IVB sore hari, mulai sekolah setelah jam 13,00 karena pagi harinya Gedung yang megah di sebelah Lapangan Kridosono itu digunakan oleh SMA IIIB yang masuk sekolah mulai pagi hari. tetapi semagat “perjuangan” murid dan guru-guru SMA IVB tidak kecil.
SMA ini dipimpin seorang anak muda dengan gelar akademis Bapak Ir Sudarmadi yang tinggi, berbadan langsing tetapi berwibawa. Nun ada cerita bahwa dalam kepemimpinannya muncul cerita adanya murid yang masih membawa pistol ke dalam kelas dan cukup berbahaya karena selalu da gesekan perkelaian yang bisa membahayakan. Kepala Sekolah yang berwibawa nerhasil melarang praktek “manakut nakuti” tersebut.
Tidak lama Bapak Ir Sudarmadi digantikan oleh Bapak Suprayitno ahli Ilmu Ukur Ruang dan matematika lainnya. Bapak Suprayitno yang berbadan besar dan gagah ini membawa kesan yang sangat mendalam kepada Haryono kecil sehingga nilai Rapor Haryono kecil untuk Mata Pelajaran Ilmu Ukur Ruang, Ilmu Aljabar serta matematika lain. Nilai Ilmu Ukur Ruang Haryono hasil ulangan di dalam kelas tidak pernah lebih kecil dari 10 sehingga menghasilkan Nilai Rapor tidak pernah kurang dari nilai 9 yang mendongkrak nilai kelompok matematika lainnya.
Nilai sangat tinggi dalam bidang matematika dan Ilmu Ukur Ruang ini ditambah semangat yang tinggi dari Haryono yang mengikuti “sikap dan gaya mengajar” mata Pelajaran Sejarah Bapak Murdani konon berasal dari Aceh. Beliau selalu melakukan dramasisasi yang menarik dalam setiap menceritakan sikap dan tingkah laku para pemimpin dan pahlawan bangsa dalam setiap kali mengajar sehingga menambah semangat berada pada para murid Sekolah SMA Perjuangan. Bagi Haryono kecil membangkitkan simpati dan semangat yang menghasilkan nilai dengan angka tertinggi 9 untuk mata Pelajaran Sejarah selama tiga tahun berturut turut.
Model ulangan mata Pelajaran sejarah yang diberikan oleh Bapak Mudani Murdani dari Aceh membawa luberan pada pemahaman mata Pelajaran Bahasa Indonesia yang diberikan Baoak Martoyo. Lebih-lebih karena kemampuan Haryono kecil dalam matematika dan Sejarah tidak menarik minat kawan-kawan membawa dirinya dalam kepengurusan Lembaga Organisasi Siswa SMA, maka Haryono memilih menggeluti Lembaga Pers sekolah dengan menerbitkan Majalah Sekolah denga nama “Gelora” yang diasuh bersama rekan-rekannya, antara lain Sutomo, sebagai Pemimpin Redaksi selama tiga tahun berturut-turut. Penguasaan majalah Gelora yang terbit secara relative teratur itu menempatkan Haryono mampu mnggrerakkan organisasi murid SMA dengan cukup intens sehingga sampai pertemuan para alumni, Haryono menonjol terpilih sebagai ketua panitia untuk dua tahun atau dua kali pertemuan berurut-turut.
Berbagai kegiatan mengikuti pelajaran dengan tekun dilandasi semangat perjuangan dan aktifitas kemasyarakatan yang tinggi itu mengantar Haryono kecil dan lincah lulus ujian akhir SMA dengan sangat memuaskan. Kumpulan nilai tergolong tinggi dan kehidupan bermasyarakat di sekolah yang dimilikinya dengan mudah menjadi bekal dan alasan kuat untuk persaingan masuk Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada di Yogyakarta.
Ikutilah kisah “Mengikuti Irama Pendidikan Dokter di Gama” dalam kisah seri ketiga berikutnya.