Beruntung Dekat dengan Beberapa Presiden RI
Sebagai penduduk warga suatu bangsa, kami beruntung karena sejak kanak-kanak sangat dekat dengan pemimpin bengsanya, Tatkala masih bocah, anak-anak dibawah usia lima tahun, rumah induk yang biasa kami tempati karena ukurannya sangat besar dalam tatanan Desa, diambil alih oleh Jepang dijadikan Markas mereka. Kami satu keluarga tinggal di rumah kecil disebelahnya yang biasa digunakan oleh Ibu sebagai warung.
Setiap pagi prajurid Jepang selalu menaikkan bendera Nipon dan memberikan hormat kepada bendera tersebut, Sebagai penghuni yang sama satu halamannya dengan Markas Jepang kami diharuskan ikut berdiri memberi hormat juga. Rupanya kesempatan itu melebar sampai setelah Indonesia merdeka, kami memberi hormat yang khusuk pada Sang Saka Merah Putih pada saat dikibarkan.
Sejak berada di Jakarta mulai tahun 1963 kami memerlukn dating ke Lapangan di Monas untuk ikut Upacara Kemerdekaan RI. Mula-mula berdiri diluar pagar Istana mengikuti upacara kenegaraan 17 Agustus. Sesudah itu sejak menjadi pejabat BPS mulai masuk dalam undangan dipinggiran dekat dengan batas pagar istana, sangat jauh dari panggung para pemimpin yang mengkuti upacara.
Setapak demi setapak kami naik mendekat ke panggung para pemimpin duduk. Sejak tahun 1970 sudah berada di tempat duduk di dekat panggung dan bisa melihat para Menteri duduk di dekat panggung Presiden dan Wakil Presiden. Dalam batin kami selalu berdoa kapan bisa duduk di kursi dekat tempat duduk Presiden RI.
Cita cita itu terlaksana sejak tahun 1983 tatkala kami diangkat menjabat sebagai Kepala BKKBN. Sejak itu kami selalu duduk di kelompok Menteri bersebelahan dengan tempat duduk Presiden RI biarpun masih sangat berjauhan. Lama kelamaan tatkala diangkat sebagai Menteri Kependudukan, tempat duduk kami makin dekat dengan tempat duduk Presiden RI, suatu anugerah yang berkembang setiap tanggal 17 Agustus.
Setelah diangkat sebagai Menko Kesra dan Taskin tempat duduk kami hampir tidak ada batas dengan Wakil Presiden yang duduk disebelah kiri Presiden RI. Batasnya hanya beliau di panggung dan Menko di barisan diluar panggung tanpa batas lagi, suatu kehormatan tiada tara.
Tidak saja tempat duduk yang kami nikmati sebagai warga negara tetapi juga jabatan dan tanggung jawab. Jabatan yang dekat dengan istana dimulai tatkala kami menjabat sebagai Kepala Bagian Konsultasi BPS yang harus mengantar laporan harga Sembilan bahan pokok kepada Menteri Sekretaris Negara RI, pada waktu itu Bapak Alamsyah Ratu Perwira Negara. Biarpun kami duduk diam di kursi tambahan paling belakang, kami ikut Sidang Kabinet, berjaga-jaga kalau Menteri Sekneg macet pada waktu menerangkan statistik harga Sembilan bahan pokok dalam Sidang Kabinet maka kami harus maju mengambil alih. Dalam sejarah Menteri tidak pernah macet dan kami tidak pernah bicara dalam Sidang yang dipimpin Presiden Soeharto tersebut.
Sejak itu kami mengagumi gaya pak Harto yang memimpin Sidang dengan penuh wibawa karena hanya beberapa Menteri saja yang bicara dan itupun singkat dan selalu merujuk pada materi pokok yang dibahas, tidak bertele tele dengan berkelakar seperti Sidang Seminar yang kadang disertai pantun panjang berisi kelakar intelektual. Mulai timbul cita cita kapan sempat duduk berjajar dengan para Menteri yang duduk manis disamping Presiden RI itu.
Pada waktu kami sempat lima tahun sebagai Menterri Kependudukan, setiap bulan mulai menikmati Pimpinan pak Harto sebagai Presiden. Namun kami mendapat pesan bahwa setiap Menteri tidak usah melapor secara kisan kepada Presiden, cukup laporan tertulis yang nantinya akan dibaca langsung oleh Presiden dan kalau perlu memperoleh tanggapan dari Presiden secara langsung. Sehingga selama lima tahun sebagai Menteri, setiap Sidang Kabinet kami hanya diam sebagai pendengar dari beberapa Menteri yang ditugasi melapor secara lisan kepada beliau. Sebagai gantinya setiap bulan kami melapor langsung kepada beliau di Binagraha atau tempat lain yang ditentukan. Pada saat=saat lain kami melapor langsung dua atau tiga kali setiap bulan sesuai kebutuhan program yang dipercayakan kepada kami sebagai Kepala BKKBN. Tenyata kepercayaann itu berlangsung sampai 17 tahun tanpa diganti atau diseling pejabat lain.
Pada jaman pak Habibie sebagai Presiden RI kami tetap menjabat sebagai Menko Kesra tetapi gaya kepemimpinan beliau dalam Sidang Kabinet sangat berbeda. Sebagai tenaga Akademis, Sidang Kabinet diolah seperti Seminar dimana setiap Menteri boleh bicara semaunya sesuai topik yang dibahas dan Presiden dipaksa bekerja keras mengambil kesimpulan yang dicatat staf yang duduk dibelakang beliau.
Kedekatan bersama dua Presiden tersebut merambah kepada Presiden setelah itu yaitu Presiden Megawati, SBY, Gus Dur dan Presiden Widodo. Fotot-foto trlampir menunjukkan kesekatan tersebut pada Presiden setelah pada Presiden HM Soeharto debgan foto dalam berbagai kesempatan formal dan non formal.