Penghargaan UN Population Award 2022 = Haryono Suyono

Pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an dunia dikejutkan karena Indonesia yang dianggap dunia ketiga yang akan susah menerima penghargaan Dunia dalam mengatasi pertumbuhan penduduknya berturut-turut dicatat dunia dengan berbagai prestasi yang mengejutkan. Setelah Universitas terkenal, antara lain, John Hopkins dan masyarakat perguruan tinggi yang lain, lembaga swasta peminat kependudukan  dan US AID di Amerika dan kalangan luas mengakui inovasi Pendekatan Masyarakat sebagai pendekatan KB yang baru, segar dan mengundang masyarakat luas memberikan penghargaan Dunia untuk Inovasi KB baru Hugh Moore Award kepada Dr. Haryono Suyono atas prakarsanya melibatkan pelaksanaan KB pada kalangan yang sangat luas, termasuk kaum ulama di desa, perhatian dunia tertuju kepada Indonesia. Tamu-tamu penting, termasuk Menteri, Perdana Menteri dan Kepala Negara berkunjung ke Indonesia melihat langsung krida Presiden HM. Soeharto bersama BKKBN mengelola program KB yang dicintai rakyat.

Tanpa rasa kawatir mereka terjun ke Desa bertemu rakat dan petugas KB di desa melihat krida mereka tanpa lelah bekerja sama seakan program KB sebagai gerakan masyarakat dengan bantuan penuh pemerintah dan negara sahabat. Masing-masing meramalkan bahwa program KB akan menjadi acuan dunia. Komunitas Donor menambah tenaga ahlinya di kantor-kantor mereka di Jakarta merancang study dan mengajak BKKBN berkolaborasi mengadakan berbagai study dan kerja sama kolaboratif. Ajakan itu diterima asalkan menambah “kekayaan pendekatan kemasyarakatan” yang terlihat menjanjikan.

Karena itu ketika pada tahun 1980-an Kepala BKKBN mengusulkan BKKBN lebih cenderung pada pendekatan kemasyarakatan dan target penurunan fertilitas yang ditetapkan pemerintah turun 50 persen dicapai pada tahun 1990, tidak pada tahun 2000, diterima oleh Presiden biarpun kita harus kerja keras disertai pendekatan masyarakat yang sangat luas. BKKBN ditugasi sebagai fasilitator dan pendukung “kekuatan gerakan masyarakat tersebut”.

Dengan diterimanya berbagai penghargaan dunia pada tahun 1980-an, termasuk usaha memperjuangkan pengakuan PBB mulai tahun 1986 nama BKKBN melejit secara nasional maupun internasional. BKKBN selalu mengikuti, ikut memprakarsai pembentukan dan berperan dalam jaringan KB Global dalam kepengurusan atau penyampaian gagasan-gagasan strategis untuk diadopsi sebagai strategi dunia. Termasuk pembentukan semacam Lembaga UNFPA untuk negara-negara non-blok.

Oleh karena itu Penerimaan Penghargaan PBB tahun 1989, mestinya tahun 1988 yang diperuntukn seorang tokoh sangat senior dasi Jepang, menandai komitmen politik dari pemerintah yang tinggi disertai sarana dan tenaga, anggaran dan infrastruktur pemerintah secara nasional yang mencukupi.

Komitmen ini terganggu pada tahun 2000 karena Indonesia memasuki Era Demokratisasi dan Pimpinan BKKBN disebar ke berbagai lembaga dengan jabatan tinggi. Yang tersisa di BKKBN tidak melanjutkan program tahun 1990-an yang dilandasi hasil Konperensi Dunia di Kairo serta UU nomor 10 tahun 1992 yang menjadi landasan baru program Keluarga yang lebih luas dan program kependudukan yang dianggap dunia patut dibangun sesuai hasil Konperensi Kependudukan Dunia 1994. Kecelakaan terhadap penanganan KB dan kependudukan itu berlangsung sampai sekitar tahun 2015, sehingga upaya pengentasan kemiskinan yang semua dikelola BKKBN muncul sebagai Kementerian Desa. Karena iu kalau tahun 1990 sampai kita mendapat Penghargaan PBB tahun 1997 angka kemiskinan bisa diturunkan dari 30 persen menjadi 11 persen dan kita mendapat Penghargaan PBB. Berikutnya angka itu tetap saja tidak berubah karena strategi tidak jelas dan sama sekali tidak digunakan peta sasaran keluarga.

Kepala BKKBN yang baru, Dr. dr. Hasto Wardoyo Sp OG dengan pengalaman internasional terbatas dan staf yang kurang akrab dengan jaringan global masih kurang geraknya membantu dalam kerjasama global. Dalam beberapa kali pertemuan global peran Kepala kurang di mainkan, seakan aparat BKKBN bisa menyelesaikan peranan melebihi peran Kepala maupun lembaga lainnya. Karena itu PBB memberikan penghargaan bukan pada Presiden RI, kepada BKKBN, Pimpinan BKKBN atau lembaga kemasyarakatan yang bekerja sama dengan BKKBN.

Haryono SuyonoComment