Bagong Punya Prakarsa Membangun Desanya

Prof Dr Haryono Suyono

Setelah Semar mengetengahkan gagasan membangun kayangan dalam lingkungan desanya, Bagong menyusul ingin membangun ”Lahan Percontohan” di Lampungnya. Bagong sadar betapa susahnya memberdayakan pendudulk kampungnya yang sangat primitif, buta aksara, tidak banyak pengalaman dalam pertanian modern untuk maju secara individual dalam bidang pertanian atau perdagangan modern. Karena itu untuk membangun Desa yang mandiri, Bagong yang berpikiran maju, ingin agar pertanian di kampungnya bisa menghasilkan contoh “Pertanian Maju”yang di kelola bersama sehingga hasilnya bisa jadi contoh untuk ditiru oleh masing-masing petani di lahannya.

Setelah mendapat kata sepakat dari anggota di kampungnya, diadakan pertemuan dengan mengundang Semar yang adalah Kepala Desanya dan saudara-saudaranya yang masing-masing pejabat penting di kampung mereka masing-masing. Dalam Rapat tingkat Dukuh itu, di muka anggotanya yang hadir secara lengkap, Bagong menguraikan gagasannya membangun satu kompleks lahan pertanian yang di kelola bersama oleh masyarakat dengan pedoman teknologi terbaik yang di kenal di dukuhnya serta mampu membawa hasil yang optimal. Alasan Bagong sederhana. karena rakyat sangat malas mengadakan ekperimen pertanian modern takut gagal dan merugi.

Semar sebagai sesepuh Desa dengan anggaran terbatas tidak bisa berbuat banyak kecuali memberi restu kepada anaknya yang bersama rakyatnya punya prakarsa maju tersebut, suatu gagasan koperasi yang sampai sekarang tetap relevan dan bisa mengangkat kegotong-royongan untuk maju. Seperi gagasan masa kini yang baik dan berasal dari rakyat, seperti Poyandu, Posdaya, termasuk lakon wayang Bagong membangun Desa ini, pelaksanaannya, tidak mulus. Menurut “mimpi Bagong” “pembangunan lahan pertanian bersama” memerlukan syarat-syarat, antara lain sejenis kayu “Dipa Nirmala” yang tumbuh subur di Kahyangan.

Untuk menunjukkan kekuasaannya, biarpun Bethara Guru adalah adik Semar, tetapi Bagong tidak diberi ijin untuk mendapat sumbangan kayu tersebut. Karena masyarakat Dukuh keras kepala timbul salah paham dan terjadi peperangan, bahasa sekarang “demo”. Setelah rakyat “babak belur” akhirnya kasus ini sampai pada atasan yang lebih tinggi dan Bagong boleh  meneruskan pembangunan plot yang sekarang di kenal luas sebagai lahan dan bibit percontohan.        

Haryono Suyono1 Comment