Merampok Di Tengah Perang Suci Barata Yuda
Sebagai negara besar, Astina memiliki sahabat negara-negara kecil yang tunduk serta sepakat mengerahkan pasukan untuk membantu perang. Ada negara yang dipimpin rajanya benar-benar-benar setia dan berperang demi kemenangan negara Astina secara sungguh-sungguh. Ada yang hanya pura-pura berperang karena kesetiaan dan perkawanan semu. Ada yang wujud persahabatannya justru memanfaatkan pertempuran itu guna memperkaya negaranya. Bisa disebut merampok sahabatnya yang berada dalam kesulitan. Raja Hestitomo, salah satu sahabat Raja Astina maju ke Medan laga dengan tujuan untuk “merampok” pasukan yang tidak berdaya kalah perang dan meninggalkan korban tanpa bisa memberikan pertolongan. Dengan pura-pura memberi semangat dan bantuan pasukan raja memberikan arahan agar mengumpulkan pakaian yang berharga untuk dibawa kembali ke kerajaan dijual untuk memperkaya kerajaan. Raja yang namanya mirip anak Pendita Durba dan selalu memerintah pasukannya membawa pasukan mondar-mandir mengambil barang berharga pasukan sahabatnya yang tewas karena terserang melawan Pandawa. Kesibukan pasukannya bukan menyerang musuh tetapi mengumpulkan harta benda peninggalan pasukan perang yang luar biasa. Pasukannya bergerak dari satu medan laga ke medan laga berikutnya mengadakan cadangan menolong raja dan prajurit pendamping yang gugur, tetapi sesungguhnya merampok mengumpulkan harta benda berupa pakaian peralatan utama mereka.
Keadaan ini diamati oleh Prabu Kresno dengan geram karena merupakan noda terhadap perang suci Barata Yudha. Beliau perintahkan kepada Werkudara untuk memusnakan raja, gajah yang ditumpanginya dan sekaligus menjadikan peristiwa itu suatu kesempatan perang urat syaraf melawan Panglima Pendeta Durna yang sangat mampu memimpin pasukan. Kalau Raja dan pasukan elitnya mati, Petruk dan Bagong diminta berteriak bahwa Aswotomo yang namanya milik Raja perampok, anak Pendita Durna gugur dalam laga. Berarti berita raja dan anak pendeta Durna mati bersama dalam pertempuran dengan jelas menggema di Medan Laga dan menggoncang semangat Durna yang sangat mencintai anakya.
Pendeta Durna yang sangat sayang pada anaknya itu mendengar teriakan nyaring dan gegap gempita di Medan laga dengan jelas dan sangat tergunvang. Begawan Durna karena goncangan itu kehilangan konsentrasi, lengah dan tidak waspada sehingga ditebas kepalanya gugur di medan Laga. Dengan cara demikian Begawab Durna gugur dalam Barata Yudha bukan karena pertempuran tetapi karena reka yasa akal-akalan Astina terkecoh tipu muslihat. Siasat tipu muslihat itu berhasil sehingga Begawan Durna lengah dan gugur dalam pertempuran dipenggal kepalanya tanpa pertempuran.