Mengajarkan Budaya Sopan Santun

Salah satu system Pendidikan dan pemberdayaan budaya yang ditinggalkan nenek moyang adalah bagaimana mereka mendidik sopan santun, tingkah laku dan akhirnya budaya luhur agar anak-anak tidak mendahului orang tuanya. Suatu system kuno yang anti adanya revolusi atau usha melawan penjajahan. Suatu bauta yang mengjar tunduk pada aturan dan tidak grusa grusu mentang untuk menang sendiri biarpun mempunyai kekuatan untuk menang buat kepentingan pribadi atau golongannya. Cara mendidik itu tidak diberikan melalui “kuliah atau pidato” resmi tetapi cerita wayang yang menghibur, masuk akal, menarik dan mudah dimengerti.

Konon Raden Janaka karena jasa-jasanya membantu Kerajaan Dewa mendapat “hadiah seorang bidadari yang cantik”. Dengan bidadari ini Janaka menikah dan mendapat seorang anak namanya Wisang Geni. Karena anak Janaka yang menang perang membantu Dewa dan seorang bidadari, anaknya Wisang Geni sangat sakti tetapi bicaranya hanya “ngoko” artinya kepada siapa saja dianggapnya sebagai sama seperti teman, tidak dalam Bahasa Jawa “kromo” yang penuh sopan santun. Raden Werkudara juga memiliki seorang isteri anak pendeta dan melahirkan anak yang sangat sakti, bisa ambles bumi tetapi sampai dewasa tidak bisa tata krama dan menganggap semua sama sehingga aeperti Wisang Geni bahasanya juga ngoko tidak bisa berbahasa “kromo”. Anak ini bernama Ontoseno  yang bersahabat dengan Wisang Geni seakan sebagai “juru pukul” satria yang ngganteng seperti bapaknya Raden Janaka.

Dalam cerita wayang “Wisang Geni jadi Raja” dikisahkan satria yang digdaya tersebut merasa kasihan melihat orang tua mereka Raden Janaka da para keluarga Pandawa hidup sengsara sementara keluarga Kurawa hidup mewah tanpa ada rasa peduli berbagi dengan keluarga Pandawa di Kerajaan Astina. Dikisahkan bahwa kedua satria ini merasa gelisah dan tidak sabar menunggu waktu keluarga Astina yang mewah menyerahkan kerajaan Astina Kembali kepada para Pandawa. Kedua satria yang cerdik ini mengetahui bahwa keluarga Kurawa dengan Rajanya Kurupati sudah sangat menikmati kekuasaan daengan segala kemewahannya serta mustahil menyerahkannya kepada keluarga Pandawa.  

Dalam omong-pmong berdua, mereka yang memiliki kekuatan luar biasa merasa mampu merebut kekuasaan Raja Asiina. Mungkin dalam diskusi diantara kedunya dicapai kesepakatan akan merasa “berjasa kepada orang tuanya” kalau bisa mempercepat proses penyerahan kerajaan Astina tersebut. Kesepakatan omong-omong tersebut ditindak lanjuti seranagn kepada Kerajaan Astina oleh dua orang satria yang sangat ampuh tersebut. Serangan yang mendadak tersebut tidak dapat ditahan oleh seratus anak-anak Astina yang rata-rata tidak faham peperangan karena dimanja dengan kemewahan serta hidup berfoya-foya. Raja Astina disertai Pendita Durna lari meminta bantuan pada Bethari Durga raja demit dan setan di Kahyangan. Sebelum memberikan bantuan, Bethari Durga merasa “miris atau takut” pada kesaktian Raden Wisang Geni dan menganjurkan agar Raja Astina melapor tingkah laku Wisang Geni tersebut kepada keluarga Pendawa, orang tua kedua satria yang membedah ASstina tersebut agar dicegah oleh Pendawa yang memang dijanjikan akan menerima serahan oleh Kurawa pada waktunya. Para kerabat Pendawa sadar dan akan memberi peringatan kepada kedua anak-anak mereka yang mendahului orang tuanya tersebut.

Sementara itu kedua satria itu mengejar Raja Astina sampai Keraton Bethari Durga di Kahyangan. Melihat Keraton Bethari Durga yang mewah, Raden Wisang Geni berubah pikiran. Dia memutuskan menjadi Raja di Keratonnya Dewi Durga dan Ontoseno ditunjuk sebagai patihnya. Bethari Durga lari pada Bathara Guru meminta bantuan agar Wisang Geni yang merebut kekuasaan di kerajaannya disingkirkan.

Bathara Guru segera langsung memberikan bantuannya tetapi kalah perang dengan Wisang Geni, malah dipermalukan karena membela Bethari Durga bekas kekasihnya yang gagal karena menolak dijadikan isteri.

Sementara itu Raja Astina sudah sampai kepada keluarga Pendowo dan mengadukan tingkah laku anak-anak Pendowo Wisang Geni dan Ontoseno. Kepandaian Raja Astina bersama Pendita Durna membujuk keluarga Pendowo akhirnya membuahkan hasil keluarga Pendowo akan mengingatkan dua anak mereka yang sekarang menjadi Raja di Keraton Bethari Durga mengurungkan niatnya menguasai Negara Astina.

Akhirnya keluarga Pendowo didampingi Prabu Kresno bermai ramai menuju Khyangan kerajaan Bethari Durga. Dengan tingkat diplomasi Prabu Kresno yang sudah sangat terkenal, Raja baru Wisang Geni dan Patih Ontoseno tunduk dan mengalah serta melepaskan jabatannya dikembalikan kepada Bethari Durga. Dijanjikan bahwa Krerajaan Astina pada waktunya akan diserahkan kepada Pebdawa secara damai atau nelalui Perang Barata Yuda tang telah digariskan Dewa, kita harus sabar tidak boleh mendahului kehendak Sang Dewa. Jaman itu nampaknya belum ada revolusi 45 seperti kita merebut kekuasaan dari penjajah Belanda.

Haryono SuyonoComment