Mengenang Konperensi Tingkat Dunia
Konperensi Tingkat Dunia G20 di Bali kemarin telah berakhir dengan aman. Hasil-hasil pertemuan para Kepala Negara dari 20 Negara yang hadir telah dirumuskan dan disepakati penyelesaian issue-issue bersamamya. Seperti biasa dalam pertemuan internasional, ada berbagai kesepakatan yang sangat kuat dan final, ada juga kesepakatan yang perlu dirundingkan kembali beberapa hal yang belum dicapai konsensus.
Pada saat PBB mencapai usia yang ke 50 tahun secara kebetulan, setelah pak Harto sebagai salah satu pendiri Gerakan Non Blok tidak berkenan menjadi Ketuanya, pada saat itu beliau berkenan menjabat sebagai Ketua Gerakan Negara-negara Non Blok tersebut. Salah satu hasil Gerakan Non Blok adalah kesepakatan membangun Gerakan KB sebagai upaya mempercepat pembangunan. Kesempatan tersebut digunakan BKKBN mengajak negara-negara non-blok untuk bersama-sama membangun kebersaman mengatur program KB. Indonesia menjadi pelopor gerakam KB Dunia model non-blok yang diarahkan pada pembangunan keluarga berbasis kekuatan masyarakat luas. Pendekatan itu berbeda dengan pendekatan PBB yang berorientasi pada pendekatan klinis yang berbasis medis dengan asumsi bahwa kehamilan adalah suatu “penyakit” yang bisa disembuhkan lewat klinik dan dokter. Pendekatan baru berbasis masyarakat ini banyak diterima negara-negara non blok yang miskin klinik dan dokter sehingga Indonesia kebanjiran pengunjung untuk berlatih dan menimba pengalaman lapangan. Hal tersebut menimbulkan rasa iri pada unit KB PBB, UNFPA, yang berakibat bantuan dari UNFPA PBB pada Indonesia menyusut.
Setelah Presiden Soeharto setuju bertemu dengan Sekjeb PBB, kita persiapkan kunjungan beliau kepada Sekjen PBB. Karena pengalaman sebelumnya maka persiapan kunjungan kedua ini relatif lebih mudah. Menjelang tanggal yang ditentukan, pak Harto siap terbang ke New York untuk bertemu dengan Sekjen PBB. Dalam kunjungan ini kita persiapkan satu plakat sebesar papan tulis berisi ucapan selamat dan tekad Gerakan Non Blok dalam menangani program KB untuk diserahkan pada Sekjen PBB.
Pada saat PBB berulang tahun, Plaket itu diserahkan pada Sekjen PBB sehingga kecurigaan UNFPA sangat berkurang.
Pertemuan bilateral semacam itu merupakan bentuk lain dari Konperensi Gerakan G20 yang baru selesai di Bali. Pertemuan lain yang membawa manfaat yang sama dengan dengan skala yang lebih kecil adalah Pertemuan Delapan Kepala Negara atau Pertemuan D8. Pertemuan ini dilakukan secara berkala biasanya dihadiri Kepala Negara dan beberapa Menteri yang dianggap relevan dengan kesepakatan topik yang dibahas.
Pada waktu Presiden RI dijabat Bapak Prof Dr BJ Habibie ada satu pertemuan D8 di Banglades. Presiden tidak sempat hadir karena tugas di tanah air sangat sibuk dan tidak dapat ditinggalkan. Menko Kesra dan Taskin Prof Dr Haryono Suyono didampingi Prof Dr Wijoyo Nitisastro yang sudah pensiun dari Menko Perekonomian, Menlu Ali Alatas serta para pejabat tinggi lain mewakili berbagai Kementrian terkait topik yang dibahas.
Sebagai Ketua Delegasi tugasnya ringan karena hanya bertindak sebagai “juru bicara” dalam Sidang Pleno. Bahan-bahan telah dupersiapkan oleh para anggota Delegasi sesuai bidang masing-masing. Kalau ada tanya jawab Pimpinan Delegasi menerima masukan dari para anggota Delegasi lainnya, tinggal meramu untuk disampaikan dalam Bahasa yang sedikit diplomatik.
Yang agak lucu adalah adanya Pertemuan empat mata antara para Kepala Negara. Karena kami belum pernah jadi Kepala Negara dan tidak dibekali apapun dari Presiden BJ Habibie, maka kami minta Prof Wijoyo yang paling senior mewakili Indonesia. Beliau menolak karena tidak mendapat mandat dari Presiden RI. Saya pindahkan ke pak Ali Alatas sebagai Menlu yang sangat berpegalaman. Beliau menolak dengan alasan yang sama. Disamping itu beliau memberi nasehat agar “kami berani jadi Presiden” karena mendapat mandat. Belaiau pesan tidak usah kawatir karena Presiden Negara lain sama tidak fahamnya pada persoalan yang dibahas. Isi diskusi adalah kelakar dan umumnya peristiwa publik yang ada di surat kabar. Lebih banyak joke dan omong kosongnya. Bahan substansi resmi sudah selesai dan nanti akan dibacakan pada akhir Sidang D8.
Dengan rikuh pada dua senior tersebut kami masuk ruangan khusus Bersama delapan Kepala Negara yang hadir. Secara kebetulan Presiden Banglades seorang perempuan yang dengan bangga memamerkan berbagai masakan khas negaranya yang tidak banyak bedanya dengan makanan Indonesia.
Selesai makan dilanjutkan omong-omomg santai sambil melihat lukisan yang dipajang di dinding tempat makan. Ada Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad sedang diajak omong-omong Wakil Presiden Iran. Rupanya beliau kurang berkenan dan menjawil kami dalam bahasa Melayu untuk pindah ke pojok lain menanyakan keadaan pak Harto. Akhirnya malam itu kami ngobrol tentang pak Harto sampai acara makn malam empat mata antara Kepla Negara itu selesai. Selesai makan Pak Ali Alatas betanya apakah kami lulus, Kami katakan bahwa kami lebih banyak bicara Bahasa Melayu dengan pak Mahtir tentang topik yang saya sangat mengetahui karena setiap Senin masih ketemu pak Harto. Pak Ali ketawa bahwa saya lulus cumlaud karena bisa menjadi pendamping PM Malaysia Mahatir Muhammad bahkan diundang datang ke kantornya kalua berkunjung ke Kuala Lumpur kapan saja dengan menilpon nomor pribadinya karena merasa sama-sama dekat dengan pak Harto.
Selesai petemuan empat mata itu, hari berikutnya Pertenuan D8 ditutup dengan mendengarkan hasil Pertemuan yang sudah rapi digarap para anggota Desegasi. Kesimpulannya dalah bahwa pertemuan itu berhasil atau tidak sangat tergantung pada persiapan sebelumnya. Kalau persiapan materinya rapi, maka hasilnya akan sangat positif. Tetapi kalau persiapan tidak terkontrol secara rapi, hasilnya akan nihil.