Peduli Disabilitas atau Penyandang Cacat
Pada peresmian Gedung Pemberdayaan Keluarga dan Masyarakat yang diiringi bunyi gamelan Kebo Giro oleh anak-anak SMP dan SMA yang dipimpin langsung Ki Bimo dari Desa Sumberharjo, rombongan yang didahului Bapak Haryono Suyono berangkat dari Penginapan Bapak Alimuso menuju Gedung yang baru selesai dirinovasi. Rombongan itu datang bersamaan para penyandang disabilitas atau penyandang cacat dari beberapa Desa di Pacitan yang sengaja diundang karena pusat Pemberdayaan juga pedui dan ingin ikut memberdayakan para penyandang cacat.
Begitu sampai di halaman dan pintu gerbang, langsung disambut bunyi drum band yang dipukul anak-anak PAUD yang berjajar rapi sepanjang pagar pintu gerbang Gedung baru. Di Pagar depannya tertulis menonjol berwarna perak nama Gedung Siti Padmirah dengan megah seperti tulisan nama Gedung kantor mewah di Jakarta. Rentetan acara termasuk pemberian santunan dan alat bantu untuk penyandang cacat oleh Ibu Yuli dari Bekasi yang dating Bersama suaminya memakai kendaraan membawa sumbangan yang berasal dari Baznas di Jakarta. Acara itu disusun Panitia Pimpinan mas Dani dan bu Sulih membuat mata yang tadinya tegar segera tergenang air mata haru mendengar rentetan Acara yang termasuk peduli terhadap penyandang cacat. Rasa peduli itu muncul kembali saat menulis laporan ini, sungguh suatu kenangan indah untuk kita semua.
Mendengar rentetan acara itu, kita teringat jasa ibunda Almarhumah Siti Padmirah yang sangat peduli terhadap penduduk Desa dan pegunungan yang setiap pagi berbondong membawa hasil pekarangan atau ladang atau hutan di desanya untuk dijual atau ditukar dengan kebutuhan pokok sehari-haeri seperti beras dan garam, kecap dan keperluan bumbu masak yang tidak tersedia di desa atau di daerah pegunungan. Diantara yang datang itu tidak sedikit yang jalannya terseok karena cacat tetapi tetap dilayani dengan senyum oleh Almarhumah Ibu Siti Padmirah. Kebutuhannya dipenuhi dengan sistem barter produk desa yang dibawanya karena tidak cepat laku jual di pasar tiban di depan Warung ibu Siti tersebut.
Bagi ibu Siti perdagangan model barter itu menguntungkan karena produk Desa atau gunung itu pasti laku, hanya perlu waktu menunggu yang membutuhkan. Hasilnya bisa mengirim anak-anak Ibu sekolah sampai Pendidikan tinggi di Yogyakarta. Secara tidak langsung artinya biaya pendidikan itu berasal dari masyarakat desa dan gunung-gunung, termasuk dari penyandang cacat dari desa yang turun ke Warung Ibu Siti menyerahkan produk Desa dan produk gunung untuk dijual kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kesabaran Ibu Siti mengumpulkan produk dan menjajakannya di Warung merupakan bukti rasa cinta yang tinggi terhadap setiap umat yang kita coba tiru dan teladani sampai sekarang. Dengan ikhlas Ibu Siti, dalam system barter mengganti produk desa itu dengan kebutuhan sehari-hari seperti sembako dan keperluannya. Sistem itu berjalan lancar karena dilayani melalui negosiasi kekeluargaan dan senyum yang akrab bersifat kekeluargaan yang penuh kasih sayang. Bahkan karena ibunda Siti Padmirah tidak pernah mempunyai pembantu, secara rutin ibu-ibu yang membawa produk itu dengan sukarela memasak sekaligus langsung diajak makan, mengisi kamar mandi dengan menimba air sumur dan memebersihkan halaman rumah yang sangat luas.
Suatu sinergi yang dilaksanakan secara gotong royong penuh kasih sayang Itu menjadi salah satu motivasi kenapa kami sangat cinta pada masyarakat desa, termasuk penyandang cacat dan selalu berusaha membalas segala kebaikan mereka dengan menganjurkan pemberdayaan dan bantuan yang diperlukan untuk usaha kebangkitan yang lebih berbobot.
Setelah para tamu datang memenuhi pelataran yang disulap menjadi panggung upacara dengan perangkat gamelan lengkap dan penabuh anak-anak SMP dan SMA yang dipimpin langsung oleh Ki Bimo, maka Acara pembukaan resmi Gedung pemberdayaan keluarga dan masyarakat itu dimulai. Ananda Agus membuka acara dengan Pidato secara singkat disusul pidato tentang fungsi Gedung di masa lalu dan di masa mendatang oleh pak Haryono. Dijelaskan bahwa Gedung itu akan digunakan untuk pelatihan pengembangan delapan fungsi keluarga mulai dari fungsi agama, budaya sampai cinta pada lingkungan termasuk pemberdayaan untuk penyandang cacat.
Acara dilanjutkan sambutan Bapak Sekda mewakili Bapak Bupati yang sedang melakukan Umrah ke Tanah Suci. Beliau memberikan apresiasi dibangunnya pusat pemberdayaan keluarga dan masyaerakat tersebut dan berjanji akan memanfaatkannya untuk sebesar-besar membantu masyarakat Pacitan. Beliau juga memberikan apresiasi bantuan Yayasan yang selama ini telah diberikan kepada masyarakat Pacitan.
Sambutan ini dilanjutkan dengan acara pemberian bantuan kursi roda, kruk dan tongkat untuk beberapa penyandang cacat yang diserahkan oleh Ibu Yuli dari Bekasi sebagai sumbangan Baznas untuk masyarakat penyandang cacat. Upacara ini disaksikan oleh wakil-wakil Bazbas dari Pacitan.
Hadir dalam upacara peresmian tersebut Bupati Pacitan yang baru saja pensiun Bapak Indartarto dengan ibu dan para pejabat daerah, termasuk Kepala BKKBN, dari awal sampai acara selesai. Terima kasih pak Bupati dan rekan-rekan para pejabat daerah. Bapak Bupati Indartarto sangat apresiatif terhadap usaha yang bersifat sosial terrsebut. Setelah acara sambutan secara singkat, acara dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng oleh pak Haryono dan pak Sekda serta tetabuhan gamelan dan iringan tarian yang sangat mendebarkan hati, Kemudian diseling dengan acara pembacaan pusii dan tarian Jaran Kepang dengan sempurna. Acara ditutup dengan doa khusuk oleh salah seorang sesepuh santri dari Pucangsewu.
Pergantian dari satu acara ke acara berikutnya berjalan lancar tanpa ada waktu lowong karena setiap ada yang mau pidato diiringi bunyi gamelan dan pada akhirnya juga ditutup lagu gamelan. Mudah-mudahan pak Sekda bisa memraktekkan kebiasaan ini pada Pemda agar memberi kesan Pacitan berbudaya. Bupati yang baru pensiun Bapak Indartarto dengan ibu hadir dalam acara pembukaan sampai acara selesai. Mudah-mudahan model Acara ini diambil alih oleh Pemda agar tumbuh kesan bahwa Pemda Pacitan cinta budaya dan memelihara budaya bangsa.
Acara yang berlangsung singkat padat itu ditutup dengan makan siang Bersama sate kambing, gule dan makanan khas Pacitan lainnya.