Merasakan Bertindak Sebagai Presiden RI di Solo

man1.jpg

Tanggal 9 September selalu menjadi kenangan yang sangat membanggakan dan sekaligus mengharukan dalam hidup yang penuh perjuangan. Pada tanggal 9 bulan 9 atau September tahun 1999 pada jam 9.00 pagi, kami ditugasi oleh Presiden BJ Habibie untuk membacakan Pidato Presiden RI pada Upacara Hari Olah Raga Nasional 1999 yang diperingati secara besar-besaran di Stadion yang memiliki kebanggaan nasional di Surakarta atau Solo.

man2.jpg

Pagi-pagi kami berangkat dari Jakarta dan setiba di Lapangan Udara Manahan di Solo kami disambut oleh Gubernur Jawa Tengah Bapak Mardianto dan Panglima Diponegoro Bapak Jendral Bibit Waluyo dan rombongan Panitia. Setelah basa basi salaman selamat datang, kedua pejabat penting tersebut, termasuk para pejabat penting lainnya, termasuk Kepala BKKBN Jateng, karena sebagai Menko Kesra dan Taskin, kami masih juga menjabat sebagai Kepala BKKBN, sehingga pasukan PLKB yang meriah ikut menyambut di Lapangan.  Setelah saling menyapa dengan akrab, Bapak Gubernur dan Panglima yang memang sudah sangat akrab gara-gara program KB yang berhasil di Jawa Tengah, sambil senyum-senyum membisikkan kepada kami bahwa dari Lapangan Terbang sampai upacara selesai Pak Haryono akan diperlakukan sebagai “tamu di Jateng” akan disambut dan diperlakukan sebagai Presiden RI. Kami bertanya, apa maksudnya, kami memang diperintahkan membacakan Pidato yang dibawa pendamping kami Dr. Mulyono Dani Saputro dan sudah lengkap dengan tanda tangan beliau,

man4.jpg

Sambil ketawa Bapak Gubernur menjelaskan bahwa dari airport sampai ke Lapangan di Manahan kami akan di kawal dengan pengawalan sebagai Presiden RI agar timbul kesan bahwa Presiden RI hadir pada Upacara Hari Olah Raga Nasional yang sangat penting di Solo. Selanjutnya sampai di Lapangan, protokol mengumumkan kedatangan Presiden RI dan tamu. Karena itu para tamu di tempat duduk VIP di panggung langsung berdiri memberi hormat kepada Presiden RI yang hanya boleh manggut-manggut saja, dilarang bersalaman.  Kami tidak boleh bersalaman dengan tamu VIP yang Bapak Gubernur tahu persis menjadi kebiasaan kami, tetapi langsung duduk pada kursi yang telah disediakan guna menghindari kesibukan di panggung.

Segera Pemandu Acara, yang sudah diperintah sebelumnya, mengumumkan bahwa upacara akan segera dimulai. Pasukan yang berbaris rapi di lapangan mohon dipersiapkan. Segera upacara dipersiapkan dengan rapi. Tidak ada cacat, bahkan sejauh ini tidak ada yang tahu bahwa Presiden RI diwakili oleh Menko Kesra dan Taskin. Setelah Komandan Upacara melapor disusul dengan lagu Indonesia Raya, maka Gubernur Jawa Tengah memberi laporan singkat tentang siapa saja yang ikut upacara dan bahwa Upacara HAORNAS tahun 1999 yang sudah siap dimulai dengan mengharapkan agar Bapak Presiden RI memberi sambutan dan melakukan peresmian upacara Hari Olah Raga Nasional 1999 di Lapangan Olah Raga yang terhormat di Solo.

Segera setelah Pembawa Acara mempersilahkan Presiden RI untuk memberikan sambutan dan secara resmi menyatakan Upacara di buka, maka Menko Kesra dan Taskin yang hari itu berindak sebagai Presiden RI, tepat jam 9.00 tanggal 9 September tahun 1999 maju dengan percaya diri ke panggung seakan sebagai Presiden BJ Habibie langsung dengan “suara lantang”, karena pngalaman sebagai “penyuluh KB”, mungkin lebih lantang dari suara pak Habibie yang sesungguhnya, mengucapkan salam yang disambut dengan para peserta upacara dengan gegap gempita. Karena di pesan agar berpidato sebagai Presiden BJ Habibie yang benar datang, maka tidak ada permintaan maaf kepada para tamu bahwa kami mewakili,  sehingga setelah mengucapkan salam, maka “Presiden BJ Habibie”  yang diwakili Menko Ksesra Dr. Haryono Suyono itu melanjutkan Pidato seakan Presiden yang sesungguhnya berpidato. “Sayang lupa” tidak meminta “surat tugas” atau “jabatan sementara” agar bisa “dapat pensiun” sebagai Wakil Presiden.

Yang jelas Pidato sekitar sepuluh menit itu, yang diperintahkan Presiden BJ Habibie kami susun dan ditanda tangani beliau, kami baca dengan semangat dan  lancar tanpa harus melihat teks lagi. Setelah Pidato mendapat tepuk tangan, termasuk dari tempat duduk VIP, yang menggelegar. Dari tempat duduk VIP mungkin merasa heran seorang Menteri bisa baca Pidato dengan lancar seakan dirinya sendiri. Tidak ada grogi dan barangkali merasa hormat karena mereka kenal betul bahwa pejabat tersebut biasa berkelakar dengan para peserta KB ternyata bisa Pidato serius sebagai “seorang Presiden RI”. Sambil “tepuk tangan” beberapa tamu VIP tersenyum-senyum dan mengacungkan jempolnya ke atas mengucapkan selamat atas Pidato yang disampaikan dengan “kasih sayang” dan hormat yang tinggi tersebut.

Drama tanggal 9 bulan 9 itu belum berakhir. Gubernur memberi komentar bahwa untung pak Haryono sama pendeknya dengan pak Habibie, sama-sama punya kumis sehingga dari jauh ada miripnya dengan Presiden Habibie. Panglima Jendral Bibit sambil senyum memberi tahu bahwa disediakan “Helicopter” untuk menuju lapangan terbang, “seakan meminta agar kami segera meninggalkan” lapangan upacara. Maka kami minta diantar ke Lapangan Terbang Adisucipto di Yogyakarta kembali ke Jakarta karena siang itu ada Sidang Kabinet terbatas.

Begitu meninggalkan lapangan upacara kami berbisik kepada Dr. Mulyono DS bahwasetelah tinggal landas, kami bukan lagi Presiden RI lagi. Tetapi tanggal 9 bulan 9 dan jam 9 itu seumur hidup tetap tidak dapat dilupakan. Dalam Sidang terbatas bersama Presiden RI BJ Habibie terjadi “guyonan” yang menarik bahwa pada tanggal yang keramat itu, di Negara RI ada dua Presiden, satu di Jakarta dan satunya di Solo. Sungguh sangat menarik dan Alhamdulillah.

Haryono SuyonoComment