Mengajak Pasangan Subur ber-KB Dengan Sayang Anak
Sejak tahun 1970 diusahakan untuk meyakinkan masyarakat bahwa Pemerintah tidak Anti Anak. Poster yang “Membandingkan Banyak Anak Sengsara” dibanding “yang mempunyai Anak Sedikit Bahagia” segera setelah muncul langsung dilarang beredar karena kita menghendaki anak yang berkualitas tanpa harus menyalahkan mereka yang terlanjur memiliki jumlah anak banyak. Pemerintah sengaja tidak “mempromosikan” mereka yang memiliki jumlah anak yang banyak dan berhasil agar tidak merangsang keluarga memilih opsi tersebut. Strategi ini ditegaskan dalam setiap kali kunjungan kerja ke daerah dan bertemu dengan orang tua yang mengendong anak atau bayi yang ikut dalam berbagai kampanye KB. Suasana itu membuat setiap kampanye KB berjalan meriah dan lancar dihadiri oleh pasangan usia subur yang dalam kesempatan itu bisa lega karena kasih sayang kepada suami dan anaknya tidak diganggu atau terganggu. Justru diberikan cara bagaimana memelihara kasih sayang itu secara penuh karena bisa diatur kehamilannya dengan baik disertai doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pendekatan sayang anak itu dilanjutkan dengan mengadopsi Program Usaha Peningkatan Gizi Keluarga atau UPGK sebagai Program BKKBN dengan dukungan Departemen Kesehatan hanya sampai akhir tahun 2000 karena Kepala BKKBN yang baru tidak menganggap program itu terlalu merepotkan BKKBN yang tanggung jawabnya menurunkan fertilitas. Keputusan itu mengakibatkan bahwa kasus gizi buruk merebak kembali sehingga Presiden Jokowi terkejut karena pada tahun 2015 terjadi lonjakan gizi buruk dan anak yang menderita stunting.
Pendekatan yang ditempuh BKKBN pada waktu itu adalah pendekatan masyarakat dengan memanfaatkan Posyandu dan partisipasi masyarakat luas dalam membawa bayi dan anak balita ditimbang setiap bulan di Posyandu. Anak-anak yang tidak naik berat badannya diberikan makanan tambahan yang disediakan oleh Kelompok Akseptor KB dan PKK pada setiap desa secara gotong royong berupa makanan lokal. Suasana gotong royong marak dan disambut masyarakat dengan antusiasme tinggi. Pada tahun 1990-an kasus kurang gizi hampir lenyap, begitu juga tidak ada lagi berita tentang stunting. Karena program gizi mestinya harus berlanjut, begitu program dan kegiatan masyarakat kendor maka penimbangan balita dan gizi keluarga berhenti. Akibatnya pada tahun 2015 kasus gizi buruk merebak dan stunting muncul dengan deras dan sampai hari ini masih sangat tinggi.
Sejak beberapa minggu lalu, BKKBN diserahi tugas memimpin penanganan kasus stunting. Apabila tidak dilakukan dengan peta sasaran yang lengkap, tahapan yang jelas dan pendekatan masyarakat, di mana lembaga dan Organisasi masyarakat dilibatkan dengan gegap gempita seperti masa lalu, mustahil upaya ini akan berhasil karena masyarakat luas harus berperan aktif mengubah budaya sayang anak yang memiliki dimensi sangat luas. Semoga BKKBN berusaha melakukan vitalisasi gerakan masyarakat di masa lalu, keluarga sayang anak yang sehat dan maju. Aamiin YRA.