“Maju Bersama Mitra Kerja”

Nofrizal-foto.jpg

Oleh : H. Nofrijal, MA

           Penyuluh Keluarga Berencana Ahli Utama/IV-e

 Ada dua pepatah lama (ungkapan filosofis) yang terkenal dalam dunia kemitraan, 1) “Satu orang musuh terlalu banyak, seribu kawan terlalu sedikit” adalah ungkapan yang menggambarkan bahwa menjalin kerjasama dan kemitraan menjadi kunci sukses pergaulan, pekerjaan dan pembangunan khususnya dalam menyelenggarakan kepemerintahan. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh seseorang tanpa intervensi dan campur tangan orang, manusia adalah makhluk “zoon polikon (Aristoteles)”, manusia adalah makhluk sosial, memiliki ketergantungan satu sama lain. Demikian juga “suatu organisasi tanpa mendapat dukungan dan kerjasama dengan organisasi yang lain”, menjadi organisasi ibarat bumi tanpa cahaya, tidak bersinar dan mungkin menjadi organisasi yang tidak produktif, 2) “Kerbau yang punya susu, sapi yang dapat nama”, ini adalah sindirian keras, bila mana ada satu organisasi “meng-klaim” bahwa hasil dan prestasi kerjanya mengabaikan sentuhan dan peran pihak lain”.

 Kemitraan dalam kepemerintahan (birokrasi) sudah muncul di awal tahun 1990-an ketika David E. Osborne dan Gabler Ted dalam bukunya Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector (1992). Buku yang menjadi rujukan baru birokrasi  dengan konsep “reinventing government” telah menginspirasi birokrat dan pemerintah daerah membuka dan mengembangkan kemitraan untuk mempercepat kemajuan pembangunan.

 Demikian juga dengan BKKBN, telah menempatkan kerjasama dan kemitraan menjadi faktor kunci keberhasilan, orang yang memanfaatkan peluang kerjasama adalah orang yang akan mendapatkan hasil dan karya nyata. Sebaliknya, bila sesorang menutup diri atas pintu kemitraan yang terbuka, maka dia akan sengsara dengan kegagalannya. Trisula kerja BKKBN: Promosi, Kemitraan dan Partisipasi Masyarakat yang tumbuh sejak lama, tetapi menjadi senjata efektif menderek Program Bangga Kencana.

 Tiori Kemitraan

 Pola kemitraan secara umum dapat diartikan sebagai bentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Prof. DR. Thoby Mutis (Rektor Universitas Trisakti, Jakarta) kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakuan oleh dua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama maupun menguntungkan bersama sesuai dengan perinsip saling membutuhkan dan saling mengisi sesuai dengan kesepakatan yang muncul. Keinginan dua pihak menjalin suatu kerjasama pada prinsipnya didasari atau keinginan masing masing pihak agar dapat memenuhi kebutuhan satu sama lain.

 Menurut Paranadji (1995) kemitraan yang berkembang saat ini ada tiga, yaitu kemitraan tradisional; kemitraan pasar; dan kemitraan pemerintah, dengan prinisip utama simboisis mutulaisme (saling menguntungan dan saling membutuhkan). Kemitraan tradisional adalah pola kemitraan yang terjadi antara pemilik modal atau peralatan produksi dengan petani penggarap, perternak dan nelayan. Pola kemitraan perusahaan perkebuhan dengan pendekatan ”plasma” memberi keuntungan untuk pemberi modal dengan pemilik lahan secara terus menerus, sehingga keberlangsungan kemitraan dapat terjaga. Konsep kemitraan tradisional banyak terlaksana dalam dunia dan masyarakat usaha kecil dan mikro, banyak penjaja makanan dengan gerobak dorong yang memiliki bapak angkat sebagai induk miranya.

 Pendekatan kemitraan pemeritah-swasta-masyarakat (public-private-community Partnership-PPCP) merupakan model operasional sinergis untuk mencapai hasil pembangunan secara berkelanjutan dimana tiga pihak secara bersama-sama mengembangkan unit usaha/layanan yang saling menguntungkan dan memberi manfaat sebesar besarnya. Kemitraan pemerintah swasta disingkat KPS dalam bahas Inggris disebut dengan Public Private Partnership atau disingkat PPP atau P3 adalah bentuk perjanjian jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah dengan mitra usaha swasta dan bahkan dengan negara sahabat.  Melalui perjanjian ini, keahlian dan aset dari kedua belah pihak (pemerintah dan swasta) bekerjasama dalam penyediaan pelayanan kepada masyaakat. Dalam melakukan kerjasama ini resiko dan manfaat potensial dalam penyediaan pelayaan ataupun fasilitas dipilah/dibagi kepada pemeritah dan swasta.

 Jenis-jenis kemitraan adalah: 1) General partnership (GP); General partnership atau kemitraan umum adalah suatu jenis kerjasama yang dilakukan secara lebih merata. Kegitan kemitraan akan sama-sama aktif dalam melakukan operasional sehari-hari dan juga melakukan tanggung jawab yang penuh terkait utang dan juga permasalahan apa saja yang mengikat secara hukum, 2) limited partnership (LP), kemitraan terbatas  adalah kombinasi dua pihak atau lebih yang melakukan kegiatan operasional bisnis sehari-hari. Namun, di dalam kemitraan terbatas akan terdapat satu partner atau lebih yang tidak melakukan kegiatan serupa, dan mereka yang disebut dengan silent partner. 3) Limited Liability Parnership (LLP). Setiap perlindungan hukum akan ditetapkan pada seluruh mitra di dalam limited liability partnership, baik itu yang umum ataupun yang terbatas. Pihak yang melakukan jenis kemitraan ini umumnya adalah meraka yang melakukan pekerjaan dalam satu bidang, seperti bidang pelayanan, akuntan, pengacara dll.

 Konten Kemitraan BKKBN

 BKKBN membangun kemitraan dengan prinsip dan muatan 1) Perluasan jangkauan pelayanan untuk memperkuat proram bangga kencana diakar rumput, terutama di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan. Indonesia yang luas memerlukan penjangkauan yang merata, ini disebut juga dengan kerjasama “intensifikasi dan ekstensifikasi”, 2) Penguatan advokasi, untuk memperoleh pengakuan dan komitmen, serta building image. Peran advokasi pada era demokratisasi dan desentralisasi tidak hanya sekedar memperkuat pengakuan, akan tetapi memperoleh komitmen politis dan operasional yang nyata. Komitmen “stake-holder” diwujudkan dengan tersedianya regulasi, pembiayaan dan dukungan operasional lainnya yang dapat menjamin percepatan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kepada publik, 3) Pembangunan kapasitas (capacity building) bagi pengembangan kelembagaan dalam aspek sumber daya manusia; pengorganisasian;  memperkuat system dan hubungan kerja; dan penataan efektifitas organisasi. Mitra kerja dapat bekerjasama dalam meningkatkan kemampuan dan kualitas sumber daya manusia kelembagaan melalui program pertukaran dan magang, traning dan lokakarya dan pengiriman tenaga ke forum global, 4) Pemasaran sosial (social markering). Pemasaran sosial adalah pemberian sosialisasi, promosi dam edukasi yang diperluas dan terus menerus, memanfaatkan media massa dan teknologi digital. Mitra diberi peran untuk menjadi “marketig magnet” sehingga image bangga kencana tumbuh dari kepercayaan orang luar, 5) Pengawalan bersama, aktifitas dan hasil kerja mendapat mengawalan bersama antara organisasi pemberi dan penerima kerjasama. Pengembangan aplikasi kemitraan, pertemuan berkala dan saling kunjung ke spot kegiatan, memberi keyakinan bahwa kerjasama telah mendarat dan membumi di akar rumpur, 6) Kemitraan akar rumput, oleh karena target audien BKKBN adalah keluarga, maka kemitraan yang baik dan efektif adalah yang menjangkau keluarga-keluarga yang memerlukan intervensi cepat, sedang dan berjangka panjang. Bila ada perjanjian kerjasama yang dimulai dari identifikasi dan analisa informasi kerjasama, maka komponen dan pencetus ide pertama bertugas mengimlementasikan, mendaratkan ruang lingkup kerjasama di tatanan operasional. 7) Master plan kemitraan, BKKBN bekerja atas “blue print dan master plan” kemitraan yang disusun atas dasar kebutuhan jangka panjang dengan identifikasi dan analisis informasi.

 Cara kerjanya kemitraan

 Cara kerja kemitraan memiliki ciri yang berbeda-beda, tergantung pada jenis kemitraan tersebut. Seperti yang sebelumnya sudah disebutkan, ada kemitraan yang mewajibkan seluruh pihak yang mempunyai hak, tanggungnjawab dan tugas yang sama. Sementara langkah kerja dalam mengembangkan satu jenis kemitraan dan kerjasama adalah: 1) Memilih jenis kemitraan yang ingin dilakukan. BKKBN  harus memilih, apakah akan memulai dengan kerjasama  baru atau melanjutkan kerjasama yang sudah berjalan; 2) Membuat dan menandatangani memorandum of understanding (MOU) atau kontrak bisnis. Sehingga setiap hak dan tanggung jawab yang mengikat akan tertulis dan pada akhirnya akan mengikat secara hukum; 3) Menuangkan MOU ke dalam dokumen Perjanjian Kerjasama (PKS) yang lebih detail yang melibatkan unsur pengguna dalam organisasi, PKS berfungsi menjabarkan dokemen hukum menjadi dokumen kerja dan saling mengikat, 4) Menyusun pedoman kerja bersama yang bersifat jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek. Dalam pedoman kerja sudah termuat target dan pembagian kerja sesuai dengan dokumen PKS serta panduan pengawalan, monitoring dan evaluasi kerjasama, 5) Membuat “plan of action”, sebagai kelengkapan pedoman bersama. POA menjadi alat kontrol kerjasama apakah bisa terlaksana atau menjadi “slient partnership”. Plan of action kerjasama dijabarkan kedalam format yang memuat W5H (What, Why, Who, When, Where dan How). 6) Menurunkan  dokumen kerjasama kepada pelaksana (users) di lapangan baik tingkat provinsi, kabupaten/kota dan lini lapangan, ini diikuti dengan sosialisasi bersama untuk membentuk kesamaan persepsi di semua lini kerja, 7) Melakukan monitoring, evaluasi dan penghargaan kerjasama. Monitorng adalah instrument penting dalam mengukur efektifitas kerjasama, dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung melewati sistim aplikasi yang dibangun untuk itu. Melanjutkan kerja monitoring, mengagendakan forum analisa dan evaluasi serta pemberian penghargaan atas kerja berprestasi.

 Memulai kejasama dan kemitraan tidak sesulit mewujudkan kerja dan hasil kemitraan. Dengan demikian jangan berhenti pada saat MOU dan PKS di tandatangani, terus bergerak sampai dengan MOU dan PKS tersebut diperbaharui.

 Jakarta,  Agustus 2021

Haryono SuyonoComment