Pelopor Perjuangan KB secara Resmi di Sumatra Utara
Dalam suasana peringatan 100 tahun almarhum Bapak HM Soeharto rasa rindu pada beliau mengingat pesan bahwa setiap langkah perjuangan pembangunan pasti ada pelopor yang perlu diingat. Pada tahun 1975 setelah kelihatan hasil penelitian dan pengembangan Program KB dengan pendekatan masyarakat, melalui Menteri Sekretariat Negara (Sekneg) diperintahkan agar Dr. Haryono Suyono yang ditugasi sebagai Deputi Penelitian dan Pengembangan, di alih tugaskan sebagai Deputi Operasional BKKBN. Mengikuti perintah tersebut, Kepala BKKBN pertama Dr. Suwardjono Surjaningrat segera mengirim usulan kepada Presiden agar Deputi Penelitian dialih tugaskan sebagai Deputi Operasional. Tidak lama Surat Keputusan Presiden diterbitkan. Deputi Operasional segera melaksanakan hasil penelitian yang berhasil tentang program KB melalui pendekatan masyarakat mulai diterapkan untuk program KB. Mulai tahun itu program KB yang semula hanya di Pulau Jawa dan Bali, dengan persetujuan Presiden, wilayah program ditambah dengan 11 provinsi di luar Pulau Jawa dan Bali, termasuk Provinsi Sumatra Utara.
Pada masa itu apabila BKKBN membuka Provinsi baru, selalu diminta Gubernur menunjuk calon Kepala BKKBN untuk ditetapkan oleh Kepala BKKBN Pusat sebagai Kepala Kantor wilayah Atau Kanwil. Pada waktu diminta kepada Gubernur Provinsi Sumatra Utara ditunjuk seorang pejabat senior yang sangat berpengalaman dan berwibawa Bapak Haji Ismail Sulaiman. Beliau mempunyai pengaruh yang sangat luas di kalangan masyarakat, utamanya di kalangan alim ulama yang dengan demikian akan memperlancar usaha memperkenalkan program KB kepada masyarakat luas. Rupanya Pemda Sumut sudah mendengar bahwa pendekatan KB makin diperkaya dengan pendekatan masyarakat mengikut sertakan partisipasi kaum ulama dan pimpinan lokal.
Pendekatan KB berbasis masyarakat tersebut adalah usaha untuk melayani para peserta KB yang pada prinsipnya adalah pasangan suami istri sehat yang apabila istrinya hamil akan tetap sehat, sehingga apabila melahirkan anak tidak mengorbankan ibunya karena sakit dan meninggal dunia. Anaknya lahir sehat dan tumbuh dengan baik, bisa mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya sehingga menjadi kekuatan sumber daya manusia yang berkualitas.
Bapak Brigjen (Pur.) dr. Loet Affandi dan Ibu yang menjadi Kepala BKKBN Sumut yang kedua, masih ingat bahwa Kepala BKKBN petama di Sumatra Utara adalah Bapak Haji Ismail Sulaiman. Begitu Pak Kyai ditetapkan, melalui bekal briefing singkat pada waktu pelantikan, segera menyusun kekuatan untuk bersama dengan BKKBN dari 16 Provinsi mencapai target yang ditetapkan bersama dalam Rapat Kerja Nasional program KB. Sebagai bukan seorang dokter tetapi petugas Pemerintah Provinsi senior, beliau yang sering dipanggil sebagai Kyai Ismail dalam setiap ceramah Agama, mengajak para santri yang sering bertemu dalam berbagai khotbah menganjurkan agar para santri menjadi pelopor dalam Program KB yang baru di Sumatra Utara. Bagi beliau cara KB yang dipilih tidak menjadi soal, sehingga karena pengikutnya banyak para suami maka “pilihannya adalah kondom” yang segera dilayani tanpa harus ke dokter atau bidan di Klinik KB.
Staf lain yang di dominasi oleh dokter dan bidan mengadakan gerakan KB dengan memilih alat KB Pil atau spiral karena petugas bidan melaksanakan pemasangan spiral setelah mereka dilatih sejak BKKBN mulai beroperasi. Namun karena pengaruh yang tinggi dari Pak Kyai Ismail Sulaiman, pemakai kondom memiliki “proporsi dominan”. Melalui sistem Pelaporan BKKBN yang baik, proporsi pengguna kondom yang sangat dominan itu terdeteksi di tingkat pusat. Kepala Biro dan staf mengadakan “kunjungan lapangan” mengecek pelaporan penggunaan kontraseptif yang sangat timpang tersebut.
Setelah ternyata betul, maka Kepala Biro dan staf yang rata-rata masih muda “marah fungsional” dan menyatakan bahwa kegiatan operasional di Sumut itu kurang bagus, artinya alat KB yang digunakan “bukan spiral atau pil”. Karena kritik langsung itu, Bapak Kyai Ismail Sulaiman “marah” dan menganggap bahwa kritik itu yang tidak betul.
Sebagai Deputi Operasional kemudian kami upayakan agar kemarahan Bapak Kyai Ismail Sulaiman dapat diredakan dengan mengembangkan “Pendekatan Tiga Demensi” yaitu “Perluasan Jangkauan, Pembinaan dan Pelembagaan atau Pembudayaan”. Dalam periode perluasan jangkauan kontrasepsi apa saja baik, agar pasangan usia subur segera menjadi anggota Peserta KB. Setelah “menjadi peserta” maka dalam periode “pembinaan” yang bersangkutan ikut aktif dalam setiap pertemuan KB. Pada kesempatan itu mereka belajar dari rekan sesama peserta KB agar pindah alat KB yang digunakan dari kondom kepada Pil atau Spiral. Maka “perdamaian” antara Provinsi Sumatra Utara dan tingkat pusat mereda dan di bawah kepemimpinan Bapak Kyai Haji Ismail Sulaiman almarhum, Provinsi Sumatra Utara maju pesat. Kita kirimkan doa untuk beliau semoga segala kesalahan dan dosanya diampunkan dan segala amal ibadah beliau, termasuk dalam kepeloporan program KB masuk Sumut, diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Aamiin YRA.