Kuliah Umum tentang Sejarah KB pada Mahasiswa FKM UI di Jakarta
Dengan diantar oleh Dr. Tris Eryando MA dan Dr.dr. Toha Muhaimin MPH Dosen senior FKM UI, hari ini, Kamis 27 Mei, mulai jam 16.00 Prof Dr Haryono Suyono mantan Kepala BKKBN selama 17 tahun memberikan Kuliah Umum kepada sekitar 300 Mahasiswa FKM Ui di Jakarta. Kuliah Umum itu secara khusus mengulas sejarah gemilang program KB sampai akhir tahun 2000 yang berhasil. Kuliah dilanjutkan dengan cerita “kecelakaan” yang terjadi setelah tahun 2000 dan diteruskan pada masa transisi sampai tahun 2015., Pada tahun 2015 dilakukan pendekatan yang lebih serius dengan menambahkan tugas-tugas baru seperti penanganan masalah stunting yang semula dikerjakan bersama berbagai lembaga.
Kuliah Umum tentang Sejarah KB itu dimulai tatkala PKBI dibentuk di tahun 1950 dengan pendekatan klinik dengan mengikut sertakan para dokter ahli kandungan, dipimpin oleh Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo, dulu Ketua LIPI. Karena tidak berkembang maju, maka Pengurus PBKI dikembangkan dengan keanggotaan para senior non dokter yang ikut memperluas wawasan dan cakupan pendekatan yang makin luas menyangkut kependudukan yang populer di kala itu.
Perkembangan selanjutnya pada sekitar tahun 1965 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin mulai mengembangkan Program KB di DKI Jakarta dengan dipimpin oleh dr. Koen Martiono melalui pendekatan klinik. Mulainya program KB Pemerintah itu mengantar PKBI dengan dukungan Gubernur DKI menyelenggarakan Konperensi Kependudukan Asia Tenggara di Jakarta dengan pengantar Pidato kunci oleh Gubernur DKI Ali Sadikin dan Menko Kesra RI KH Idham Khalid.
Berlangsungnya Konperensi Kependudukan yang berhasil itu mengantar Presiden HM Soeharto ikut menanda tangani “Deklarasi Kependudukan Dunia” pada tahun 1969. Penanda tangan itu mengantar dibentuknya BKKBN pada tahun 1970 yang ditugasi mengkoordinasikan Pelaksanaan Program KB di enam Provinsi di Pulau Jawa dan Bali. Pelaksana program itu berbagai Kementerian antara lain Kementerian Kesehatan beserta jajarannya di enam provinsi dan Kementerian Penerangan dengan unit-unit kerjanya seperti Radio Republik Indonesia \, TVRI serta media masa lainnya.
Selama lima tahun pertama, di samping pendekatan klinik dilakukan pula studi di semua kabupaten Kota tentang pendekatan masyarakat dipimpin langsung Deputi Penelitian dan Pengembangan Dr. Haryono Suyono. Karena studi ini dianggap berhasil, Presiden HM Soeharto memerintahkan agar Deputi Penelitian dan Pengembangan dipindahkan tugasnya sebagai Deputi Operasional agar pendekatan masyarakat dapat diperluas. Sementara cakupan program KB diperluas sehingga pada akhir tahun 1970-an program KB tersebut mencapai semua provinsi di seluruh Indonesia.
Sementara program KB baru menata Organisasi dan kegiatan operasional awal, pada tahun 1980 Indonesia mengadakan Sensus Penduduk 1980. Dari hasil Sensus yang diumumkan pada tahun 1981 terbukti bahwa tingkat kelahiran belum mengalami penurunan. Pimpinan Program KB mendapat kritik yang cukup tajam dari kalangan masyarakat luas. Terjadi debat ilmiah antara BKKBN dan para intelektual, khususnya dengan Prof. Dr. Masri Singarimbun dari Universitas Gadjah Mada. Kesempatan ini oleh BKKBN digunakan secara operasional untuk meningkatkan kinerja kegiatan lapangan. Deputi KB waktu itu Dr. Haryono Suyono mendapat dukungan yang kuat dari Para Gubernur dan Bupati dari seluruh Indonesia yang siap bekerja keras untuk suksesnya Program KB Nasional. Menteri Dalam Negeri atas usulan BKKBN mengeluarkan Instruksi lima sukses termasuk suksesnya program KB.
Pada tahun 1982 Deputi KB diberikan Penghargaan Bintang Mahaputra Utama oleh Presiden RI sebagai panjatan karena tahun berikutnya ditetapkan sebagai Kepala BKKBN dengan golongan pegawai masih IIIC. Karena itu melalui Keputusan Presiden diberikan pangkat tituler IVC sehingga memenuhi syarat sebagai Kepala Lembaga non Departemen. Sebagai Kepala kemudian memutuskan bahwa pendekatan utama program KB adalah “pendekatan masyarakat” dengan partisipasi penuh masyarakat secara luas. Pelayanan klinik tetap diberikan oleh dokter dan bisan tetapi tidak perlu di klinik, bisa di desa atau te\mpat lain yang dianggap memenuhi syarat. Petugas KB bukan hanya PLKB atau Bidan dan petugas resmi lainnya tetapi juga anggota relawan dan Unit-unit Pelaksana yang sangat bervariasi termasuk kaum ulama dan mahasiswa. Di desa-desa dibentuk “kelompok Peserta KB” yang sekaligus menjadi kelompok yang mengelola program KB untuk kelompoknya. Ada lebih dari 60.000 kelompok dengan minimum setiap desa satu kelompok KB.
Melalui kerja keras dan gotong royong yang biasa disebut dengan kegiatan Safari KB, sejak tahun 1983 dilakukan gerakan oleh Dinas, ABRI dan masyarakat luas termasuk dukungan dari lembaga keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah, BKKBN bergerak sangat cepat menjemput bola mengantar program KB kepada para calon akseptor muda ke desa-desa. Dengan sangat menakjubkan sasaran tahun 1990 sudah mulai tercapai dengan sangat meyakinkan. Para ahli dari seluruh dunia terkagum-kagum dan mengirimkan staf senior mereka meninjau kegiatan masyarakat yang sangat populer dan masif. Indonesia secara tidak langsung menjadi tempat pelatihan internasional dan banyak Kepala Negara dan Menteri Kesehatan yang juga datang dan mempelajari pendekatan KB di Indonesia.
Pada tahun 1988 kita mulai mengundang PBB untuk melakukan penlian dan mengajukan diri kita sebagai calon penghargaan dunia. Tetapi pada waktu itu Jepang memeiliki seorang tokoh berusaia 90 tahun yang sangat berjasa sehingga kita mengundurkan pencalonan kembali pada tahun 1989 untuk mendpatkan penghargaan tersebut. Alhamdulilah berhasil dan untuk pertama kali sebagai Presiden RI, Bapak HM Soeharto didampingi seluruh keluarga dan pejabat tinggi pergi ke New York menerima secara langsung penghargaan PBB berupa “UN Population Awards” dari Sekjen PBB.
Sejak itu sesungguhnya misa utama program KB dengan target penurunan fertilitas 50 persen pada tahun 2000 telah diselesaikan pada akhir tahun 1989. Tiba waktunya membangun “keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera”. Tetapi rupanya upaya itu tidak dapat dilakukan karena tidak ada dasar UU yang mendukung suatu intervensi pemerintah kepada keluarga. Maka diusahakan dihasilkan UU untuk landasan hukum pemerintah agar bisa membantu pemberdayaan keluarga secara langsung. Melaluii perjuangan bersama Menteri Kependudukan akhirnya BKKBN bersama DPR menghasilkan UU nomor 10 tahun 1992 sebagai dukungan pembangunan keluarga yang bahagia dan sejahtera dengan delapan fungsi keluarga yang komprehensif. Berdasar UU nomor 10 pada tahun 1983 ditetapkan bahwa tanggal 29 Juni adalah Hari Keluarga Nasional” yang setiap tahun diperingati.
Sejak saat itu BKKBN terlibat dalam pelaksanaan Program Gizi Keluarga melalui program UPGK sehingga hasilnya kasus gizi buruk sangat berkurang, tidak ada stunting dan tingkat kematian bayi menurun tajam. Sekaligus BKKBN ikut bersama Bappenas melakukan upaya pengentasan kemiskinan dan pada tahun 1997 mendapatkan Penghargaan dari PBB yang diserahkan langsung di Jakarta oleh Dirjen UNDP.
Sayang pada akhir tahun 1990-an program KB mengalami “perubahan” berhubung Presiden Suharto mengundurkan diri sebagai Presiden dan perhatian terhadap masalah kependudukan kendor. Pada awal tahun 2000-an perhatian itu berbalik seperti pada tahun 1970, suatu kesalahan karena seharusnya pada upaya pembangunan keluarga dengan delapan fungsi yang di sebutkan dalam UU nomor 10tauhn 1992. Baru pada tahun 2015 tatkala terjadi gizi buruk dan stunting Pemerintah sadar dan mengambil langkah-langkah strategis seperti Pembangunan desa dan masyarakat desa. Begitu juga dewasa ini BKKBN diserahi tugas menagani masalah stunting dengan kerja sama berbagai lembaga terkait lainnya. Masalah yang mendesak adalah penurunan kematian anak balita, ibu hamil dan peningkatan usia nikah serta pengentasan kemiskinan pada umumnya. Semoga pembangunan keluarga yang menjadi cita-cita dan tertuang dalam UU nomor 10 tahun 1992 segera dihidupkan lebih gegap gempita kembali. Aamiin YRA.