Para Alumnus SMP 13 Mengambil Prakarsa Peduli Disabilitas dan Desa Emas
Para Alumnus SMP 13 Jakarta yang berasal dari berbagai daerah mengambil prakarsa bersama-sama untuk membangun Desa Emas menjelang ulang tahun RI yang ke 100 pada tahun 2045 yang akan datang. Hari ini para aktifis yang dipimpin oleh Bapak HM Gunther Gemparalam SE, MA didampingi Bapak-bapak Hary Suryono Santoso, Arief Mukti, Hilman Salim, Ibu Dian Anggraini dan Bapak Amri Yusera dari Australia dan bapak yang lain yang tidak sempat kami catat namanya mengadakan Webinar terbuka yang kebetulan saya sempat mengikuti sampai detik terakhir. Saya kagum pada semangat bapak ibu yang biarpun alumni SMP tetapi kelihatan sangat bersemangat,
Diskusi yang menarik dipimpin oleh Bapak Gunther yang alumnus Lemhannas juga, mengetengahkan pembicara pertama, Bapak Arief Mukti, yang sedang dalam perjalanan ke Lampung secara panjang lebar menyampaikan sejarah munculnya gagasan yang rupanya beliau ambil karena banyak berhubungan dengan rekan-rekan beliau dari luar negeri dalam berbagai kesempatan. Bahkan beliau menyebutkan kaum Disabiltas banyak pula diperlukan di Jepang, Korea maupun negara lain sehingga rupanya beliau tergerak untuk bersama teman-temannya alumni SMP 13 di Jakarta bersatu mempersiapkan anak dan pemuda disablitas, termasuk yang menderita autis, untuk tidak rendah diri karena dengan treatment yang konsisten dan penuh kasih sayang bisa bekerja dan menjadi warga negara yang terhormat.
Bapak Aries yang membawakan presentasi dengan sangat baik biarpun dalam perjalanan menuju Lampung menjelaskan tidak saja masalah disabilitas dan autis di Indonesia tetapi bagaimana para alumni SMP 13 akan mengadakan gerakan menolong dan mendampingi para orang tua yang sangat mencintai anak-anaknya biarpun mendapat anugerah kelainan terebut untuk mengubah rasa frustasi menjadi rasa bahagia dan sejahtera karena ada masyarakat yang memiliki kepandaian dan ilmu serta cinta kasih menolong mereka sejajar dengan warga negara yang sempurna sejak dilahirkan. Contoh-contoh luar negeri telah dilengkapi dengan contoh di Aceh dan tempat lain. Pada waktu kami diberi waktu untuk bicara kami tambahkan bahwa di Surabaya ada dua atau tiga Universitas besar yang menawarkan gelar sampai tingkat S2 dan S3 untuk pengasuhan Autis yang kadang jarang dikenal oleh masyarakat. Di Semarang juga ada, di Jakarta hampir pasti ada juga. Ada pula lembaga yang memberikan pengetahuan dan pendidikan untuk anak dengan masalah autisme tersebut. Hampir pasti di tempat lain ada sehingga gerakan Desa Emas bisa berkolaborasi dengan kalangan Perguruan Tinggi tersebut.
Dalam Webinar tersebut kami anjurkan juga menempuh ”pendekatan inklusi” artinya tidak sama sekali memisahkan anak penderita dari kawan-kawan sebaya tetapi selalu diusahakan membuat acara sama sehingga kalau usaha treatment berhasil dengan baik, anak-anak disabilitas tersebut dengan cepat dapat menerima keadaan apa adanya dengan lapang dada.
Di Cinangka terdapat Kebun Ibu Astuty yang baru-baru ini dikunjungi anak-anak Autis yang ternyata sangat tertarik sehingga direncanakan untuk membawa anak-anak penderita Autis dan lainnya untuk melihat Kebun dan mengenal tanaman, kambing, ikan, kupu-kupu secara wajar di alam terbuka dan tidak saja melihat gambar atau Vidio yang biarpun berwarna seperti aslinya tetapi tidak hidup dan tidak bersuara seperti aslinya, Gagasan Desa Emas kiranya akan memberi inspirasi kepada alumnus dari sekolah lainnya untuk bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan yang sesungguhnya sangat menyentuh hati banyak sekali keluarga di Indonesia. Semoga niat mulia alumni SMP 13 mendapat dukungan masyarakat luas.