Jalan Terjal Koperasi Indonesia

Koperasi

Koperasi

Caatatan: Aam Bastaman

Meskipun Undang – Undang Dasar 1945 mengamanatkan koperasi menjadi sokoguru perekonomian Indonesia, namun fakta setelah 75 tahun kemerdekaan Indonesia koperasi belum bisa menjadi sokoguru perekonomian Indonesia.

Untuk menunjukkan beratnya pengembangan koperasi di Tanah Air saya menuliskannya sebagai “jalan terjal” seperti tertuang di judul tulisan ini.

Koperasi kita betul – betul ketinggalan. Partisipasi penduduk Indonesia menjadi anggota koperasi rendah. Padahal PBB mencatat rata – rata 16,31% penduduk dunia menjadi anggota koperasi. Di Indonesia hanya 8,41% dari penduduk yang menjadi anggota koperasi. Jauh dibawah rata – rata penduduk dunia.

Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2019 hanya sebesar 0,97% kurang dari 1%, padahal rata – rata kontribusi koperasi terhadap perekonomian dunia sebesar 4,3%.

Beragam kendala menghambat pertumbuhan koperasi di Indonesia, diantaranya regulasi yang kurang mendukung, tata kelola koperasi (manajemen) yang lemah, adanya praktek-praktek pemanfaatan untuk kepentingan sendiri, sumber daya manusia, kurangnya komitmen pemerintah dan masyarakat sendiri terhadap pengembangan koperasi, juga masalah akses pembiayaan dan pengawasan.

Banyak koperasi yang menjadi ” bancakan” pengurus akibat lemahnya pengawasan sampai seringnya terjadi penyalahgunaan. Koperasi sering dimanfaatkan untuk kepentingan dan keuntungan sendiri segelintir pihak tertentu.

Ketidakpedulian anggota dan lemahnya komitmen turut berperan dalam menekan kemajuan koperasi. Disiplin pembayaran kewajiban dari iuran sampai pembayaran cicilan yang rendah sering ditemukan di berbagai koperasi, termasuk koperasi karyawan di berbagai perkantoran, maupun koperasi sekolah ataupun koperasi lainnya.

Akses pendanaan juga lemah, karena lembaga pemberi kredit sering mempersalahkan legalitas, serta keraguab maupun pertanggungjawaban tata kelola kredit. Dengan kata lain, terjadi ketidakpercayaan lembaga penyandang dana terhadap banyak koperasi di Indonesia.

Ada juga pengelolaan koperasi dalam bentuk sambilan – nyambi. Sehingga perencanaan strategis untuk pengembangan dan pertumbuhan koperasi di masa depan tidak dilakukan atau tidak dijalankan. Koperasi, seperti di banyak koperasi pegawai terkesan asal ada, tidak dianggap sebagai suatu entitas yang penting, untuk meningkatkan kesehjahteraan bersama.

Meskipun kita memiliki beberapa contoh koperasi yang sukses, namun umumnya koperasi di Indonesia sulit berkembang. Padahal koperasi di banyak negara-negara Eropa ataupun di Amerika Serikat sendiri banyak yang tumbuh menjadi organisasi yang besar di berbagai sektor yang dimiliki secara bersama dan dinikmati bersama.

Harapan tentunya disandarkan kepada Kementerian Koperasi, dan Usaha Kecil dan Menengah (KUKM) yang seperti disampaikan oleh Menteri Teten Masduki bahwa Kementerian KUKM sedang membuat arsitektur pengembangan koperasi untuk mewujudkan koperasi yang sehat, mandiri, berdaya saing dan mendukung usaha mikro, kecil dan menengah (Kompas 14/7/2020). Meskipun janji yang sama sebenarnya pernah disampaikan juga oleh menteri-menteri pada periode sebelumnya, namun realitasnya jalan di tempat.

Tekad untuk membenahi sudah diperlihatkan otoritas koperasi Indonesia, semoga kali ini membuahkan hasil, karena banyak unsur masyarakat yang terlanjur pesimistis. Koperasi Indonesia betul – betul menjadi sokoguru perekonomian Indonesia, bukan di atas kertas saja atau tertuang dalam Undang  - Undang Dasar saja, tapi tidak terlihat dalam praktek kehidupan nyata secara signifikan. Meskipun upaya ini tentunya tidak mudah dan perlu proses panjang. Perlu komitmen semua pihak.

(Aam Bastaman. UTrilogi. Blog aambastaman.com)

Photo: Sumber open access

Aam BastamanComment