Membangun Pendekatan berbasis Keluarga untuk Penyandang Sosial
Upaya pendekatan Keluarga mengajak keluarga Indonesia mengikuti KB sebagai awal perubahan sosial menuju Budaya Baru dengan jumlah anak sedikit, dua saja, bagi setiap keluarga membawa hasil positif. Dalam waktu satu generasi Budaya Baru dengan Norma tersebut tercipta di Indonesia yang diakui oleh Lembaga-lembaga sosial Dunia dan pada tahun 1989 diakui PBB. Berkat keberhasilan itu, strategi “Perubahan Sosial” tersebut di terapkan untuk memperkenalkan “Budaya Baru tidak miskin lagi” ternyata juga berhasil dan “Indonesia mendapat penghargaan PBB” pada tahun 1997.
Melihat keberhasilan tersebut Dewan Nasiomnal untuk Kesejahteraan Sosial atau DNIKS memperkenalkan pendekatan yang sama untuk mengatasi masalah kesenjangan sosial yang masih menganga di Indonesia. DNIKS yang sebelum tahun 2015 dipimpin oleh Prof Dr Haryono Suyono bekerja sama dengan BK3S di Sumatra Barat dan BK3S di Banten mencoba memperkenalkan pendekatan tersebut. Dalam beberapa foto yang ditayangkan pada laporan ini secara khusus diceritakan kunjungan Ketua LKKS Provinsi Banten, Ibu Dewi Rano Karno yang diantar berkunjung ke Posdaya Puspa Lestari di kelurahan Pasir Kuda, Kota Bogor. Posdaya ini binaan P2DM IPB yang dikembangkan dan dalam koordinasi Dr Yannefri Bachtiar, MSi. Kedatangan rombongan pada tanggal 16 Maret 2016 disambut dengan tari-tarian anak-anak PAUD yang lucu dan menarik. Dalam kesempatan kunjungan itu Ibu Dewi dan rombongan sempat melihat dan belajar dari lapangan bagaimana keluarga prasejahtera dan yang sudah mulai makin sejahtera dipersatukan dalam Pos Pemberdayaan Keluarga atau Posdaya.
Dalam persatuan gotong royong antara berbagai tahapan keluarga itu Pimpinan Posdaya dan staf yang terdiri dari ibu-ibu di desa mengajak seluruh anggota keluarga saling berbagi. Yang “prasejahtera belajar keras” mengikuti “pola hidup, sikap serta tingkah laku” keluarga yang lebih maju. Keluarga “prasejahtera harus belajar keras mengikuti roadmap” atau peta pengembangan keluarga dan menuntun keluarganya makin mandiri dan akhirnya maju menjadi lebih sejahtera.
Dalam kunjungan ke Bogor tersebut para peserta dri Provinsi Banten mendapat pencerahan dan contoh nyata bagaimana mahasiswa IPM, khuusnya para kader LPPM memberikan pendampingan tokoh-tokoh masyarakat lokal, baik para ibu PKK maupun para pemimpin non formal bergandengan tangan melakukan perubahan “nindset” mengawal suatu proses “perubahan sosial” yang rumit dari peningkatan kesadran sampai akhirnya mencoba mengikuti norma baru menuju “perubahan sosial dan struktural dalam keluarga” dan masyarakatnya. Baru akhirnya menjadi masyarakat mandiri dengan disiplin konsisten yang mengubah dan meninggalkan budaya lama yang malas dan mudah menyerah menjadi budaya baru yang mandiri, bekerja keras dan tidak mudah menyerah karena ingin menjadi keluarga tanpa masalah sosial, mandiri dan sejahtera.
Karena kunjungan study itu diharapkan bersifat “tuntas”, maka LPPM IPB telah mengatur proses perubahan sosial itu dimulai sejak saat dini dengan melibatkan anak-anak dan bunda PAUD ikut dalam proses perubahan sosial sejak anak-anak masih balita. Bunda PAUD memegang peran sangat penting dibantu penduduk lanjut usia karena diharapkan keluarga muda suami istri perlu bekerja agar cepat makin sejahtera.
Penduduk lanjut usia wajib menolong keluarga muda mengantar anak balita mereka mengikuti PAUD agar kedua orang tuanya bisa bekerja dengan tenang karena anak-anak balita belajar satu hari penuh sampai kedua orang tuanya pulang kerja.
Pendekatan komprehensif seperti itu sungguh bersifat sangat komprehensif karena tujuannya bukan sekedar pendekatan charity tetapi suatu proses pemberdayaan yang memerlukan keringat dan konsistensi penuh dengan komitmen tinggi. Peninjuan yang bersifat edukatif tersebut kemudian diperkenalkan di Provinsi Banten oleh Ketua Tim Penggerak PKK dengan dukungan Gubernur Provinsi Banten Bapak Rano Karno. Tetapi rupanya kondisi politik dan kelemahan banyak tokoh-tokoh desa dengan komitmen tinggi masih perlu ditingkatkan dengan sungguh-sungguh bagi semua kalangan dengan sangat serius. Situasi politik di Provinsi kurang memberi dukungan sehingga belum mampu menghasilkan suatu perubahan sosial yang berarti karena komitmen yang berubah.
Pada laporan berikutnya akan diperkenalkan proses yang sama di Provinsi Sumatra Barat dengan hasil yang jauh lebih baik karena Gubernur sempat memegang Pimpinan sampai dua kali masa jabatan. Dengan cara demikian komitmen politik sampai suatu usaha perubahan sosial berhasil mengantar Budaya Baru lebih lancar dan membawa hasil bagi peningkatan kesejahteraan rakyat sebagai bagian dari Budaya Baru.
Konsistensi dan komitmen politik seperti itu sungguh sangat diperlukan apalagi dalam masyarakat yang tunduk pada sistem yang sedang berubah dari tradisional menuju masyarakat modern seperti di Indonesia.