Menghargai dan Menata Ulang Kegiatan yang Bagus di Desa untuk Maju Bersama

usaha1.jpg

Dari banyak kegiatan masyarakat di desa banyak gagasan dan praktik usaha yang dilakukan oleh masyarakat tidak jalan alias macet dengan alasan yang bermacam-macam. Salah satunya adalah kegiatan baru yang mendapat dukungan kuat dari Kepala Desa dan perangkatnya serta jajaran atasnya sampai tingkat Menteri dan Presiden berupa adanya kucuran dana yang melimpah seperti misalnya kegiatan Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes yang bisa juga memiliki kendala.

Kejadian ini tidak saja terjadi dewasa ini tetapi selalu terjadi sejak masa lalu. Program Tabungan Keluarga Sejahtera yang diikuti oleh 13,6 juta keluarga miskin dan di Bangladesh yang belajar dari kita mendapat “Hadiah Nobel”, di Indonesia terpaksa dihentikan.  Pada saat operasional yang di dukung oleh Presiden dan aparatnya, program ini berhasil menarik 11,3 keluarga miskin yang kemudian bisa memperoleh Kredit Keluarga Sejahtera atau Kukesra. Program ini terpaksa dihentikan karena Presidennya ganti. Kebijakan Presiden baru tidak melanjutkan kebijakan sebelumnya sehingga penugasan pendamping yang berasal dari “pelaksanaan program pemerintah”, karena ada “pergantian pejabat” terpaksa  dihentikan. Akibatnya, keluarga desa yang “lemah dan menurut aturan atasan” terpaksa lepas dari pembinaan. Akibat finansialnya tidak kecil, biarpun tidak menjadi kerugian negara, tetapi lembaga swasta yang berdiri menopang dana dukungan, Tidak kurang dari 500 milyar dukungan dana kredit diserahkan menjadi “milik rakyat” karena biaya pembinaan dan penagihan jauh lebih tinggi dibandingkan hasil tagihan atau keuntungan memeliharanya.

usaha3.jpg

Begitu juga dewasa ini, beberapa Kepala Desa terpaksa menghentikan kegiatan operasional BUMDes karena alasan manajemen BUMDes yang buruk. Salah satu alasan manajemen buruk itu karena pada waktu pemilihan “tokoh yang dipercaya” untuk mengelola manajemen usaha itu diatur Kepala Desa yang kurang bertanggung jawab sehingga diambil orang-orang dekat yang sesungguhnya tidak ahli atau tidak mampu. Akibatnya BUMDes yang sebenarnya sangat membantu warga sekitar dalam meningkatkan perekonomian dalam perjalannnya tidak menghasilkan tetapi dana yang diperbantukan habis tidak menentu. Atau alasan sederhana karena Bumdes ini usaha rakyat banyak maka pengurusnya juga banyak sekali sehingga tdak ada efisiensi yang perlu untuk suatu badan usaha yang menguntungkan.

Apalagi kalau orang yang ditunjuk “bukan karena kemampuan tetapi sistem konco” Kepala Desa yang bersangkutan. Diperlukan profesionalisme, dukungan dan kerja sama yang baik dengan warga agar BUMDes dapat berkembang dari segi anggota, program, dan omset yang disumbangkan oleh BUMDes. Alasan lain adalah bahwa Bumdes yang dipilih dan dibentuk di desa itu bukan yang menguntungkan rakyat, atau istilah populernya “produknya laku jual” tetapi adalah semata-mata “keinginan Kepala Desa” yang disodorkan dalam acara Musyawarah Desa. Sehingga tatkala Kepala Desa berganti maka Bumdes itu secara pelahan akan “mati dan gulung tikar” karena kehilangan dukungan politik dan finansial yang dibutuhkannya.

usaha2.jpg

Alasan kematian Bumdes lain adalah bahwa di desa itu terdapat usaha swasta yang maju dan musyawarah desa, utamanya oleh beberapa “oknum elite desa” merasa ngiri dan melalui Musyawarah Desa diarahkan membuat Bumdes dengan kegiatan serupa agar usaha swasta itu mati diganti yang “katanya menguntungkan rakyat benyak”. Bumdes semacam ini belum tentu berhasil karena “seorang pelanggan” tidak mudah mengalihkan kepercayaan kepada perusahaan baru yang mungkin tidak sama baiknya dibanding langganan lama. Kepala Desa harus menghormati warganya dan tidak berusaha mematikan usaha mereka tetapi justru harus mencari terobosan baru. Sikap memushi warga dengan “rasa dengki dan iri” tidak boleh menjadi alasan pendirian suatu Bumdes.

Masih banyak alasan lain yang perlu mendapat perhatian tetapi alasan “suka tidak suka” umumnya memegang “bagian yang besar” karena itu kita sebagai pengamal Pancasila harus menghormati gotong royong dan menerima yang maju guna memicu yang belum untuk ikut maju tanpa rasa dengki dan iri. Marilah bersama sama berjuang membangun keluarga, nusa dan bangsa demi kesejahteraan yang makin merata dan lestari.

Haryono SuyonoComment