Menyegarkan Sekolah Tinggi Guna Melanjutkan Cita-cita Almarhum Ibu Negara

Stikes1.jpg

Karena kecintaan Ibu Tien Soeharto kepada bayi dan anak-anak, maka selama mendampingi Presiden RI, Almarhum Bapak HM Soeharto, Ibu selalu memberi perhatian pada bayi, anak balita dan Ibu hamil. Biarpun Ibu Tien telah wafat pada tahun 1996, kecintaan Ibu Tien itu selalu diingat oleh Ibu-ibu isteri mantan Menteri yang mengelola kompleks bangunan di Cibubur sebagai sarana yang cukup luas menampung kebutuhan pembangaunan nasional, utamanya sebagai pusat pelatihan untuk para calon transmigran yang kemudian dilanjutkan sebagai tempat menampung bapak ibu lanjut usia yang tidak mendapat tempat pada fasilitas pemerintah. 

Namun kecintaan Ibu Tien yang belum terlaksana masih banyak, antara lain Ibu mengetahui bahwa tanggapan, komitmen, kemampuan  pemerintah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan guna memperhatikan ibu hamil, bayi dan anak balita masih rendah, bahkan Kementerian Kesehatan, karena sesuatu hal merasa segan menambah jumlah Bidan di Indonesia.  Dorongan Pak Harto yang secara khusus mendapat jeritan dari Kepala BKKBN Dr. Haryono Suyono akan kebutuhan bidan merupakan gagasan yang menarik. Segera di keluarkan Inpres Bidan Desa guna memenuhi kebutuhan bidan dan karena itu di mana-mana didirikan Sekolah Bidan.  Dengan demikian timbul kesan bahwa kebutuhan bidan mencukupi.

stikea2.jpg

Namun sampai tahun 1995-an, sebelum Ibu Tien wafat, kebutuhan bidan itu belum mencukupi. Ibu Tien kemudian bercita-cita ingin ikut mendirikan Sekolah Bidan untuk menolong memenuhi kebutuhan bidan desa tersebut. Setelah Ibu Tien wafat pada tahun 1996, Ibu-Ibu isteri mantan Menteri yang telah memiliki fasilitas lansia, mulai membahas cita-cita Ibu Tien yang belum terlaksana, antara lain mendirikan fasilitas Sekolah Bidan guna memenuhi kebutuhan bidan menangani dan menurunkan angka kematian Ibu hamil, melahirkan, memberi perhatian atas kematian bayi dan anak balita yang masih tinggi. Akhirnya didirikan Prodi D III Kebidanan, sekaligus Prodi Kesehatan Masyarakat, yang secara resmi diakui Pemerintah pada tanggal 30 Desember 2004. Kedua Lembaga tersebut, singkat cerita, menjadi awal dari pendirian Sekolah Tinggi Kesehatan atau Stikes Mitra Ria Husada sebagai sarana yang sangat dibutuhkan dalam peningkatan kesehatan Ibu, bayi, anak balita dan KB pada waktu kebutuhan sangat tinggi.

stikes3.jpg

Hari Rabu tanggal 1 September 2020, Ketua Stikes Mitra Ria Husada, Dr. Sri Danti Anwar MA, didampingi Ketua Pembina Prof. Dr. Haryono Suyono, anggota Ibu Dra Nina Akbar Tanjung, Ibu Erfin dan Ibu Nasution serta Dr. Mulyono mengadakan kunjungan konsultasi pada Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Ir. Nizam, MSc, DIC, PhD yang didampingi Direktur kelembagaan Dr. Ir. Ridwan, MSc dan Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Prof Drh Aris Junaedi PhD. di kantornya. Kunjungan tersebut melaporkan perkembangan Sekolah Tinggi yang pernah menjadi pelopor pemenuhan kebutuhan tenaga bidan di Indonesia sampai sekarang, secara khusus dilaporkan perkembangan Sekolah Tinggi tersebut mengikuti berbagai perubahan permintaan masyarakat dan lembaga pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan Ibu, bayi dan anak serta kebutuhan yang sangat besar di desa-desa.

Selanjutnya dalam kesempatan silaturahmi tersebut,  Pembina Stikes Prof. Dr. Haryono Suyono memulai laporannya tentang perkembangan positif adanya kebutuhan mata Kuliah K3 yang lebih luas pada Fakultas Kesehatan Masyarakat karena adanya syarat bagi industri untuk memiliki Unit K3 pada perusahaannya apabila melakukan ekspor komoditas produk hasil olahannya. Dimohon kepada Dirjen dukungan agar Stikes bekerja sama dengan Kementrian Tenaga Kerja RI guna memperluas bagian dan materi K3 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat yang ada. Gagasan ini yang sesekali ditambah oleh Ibu Danti, Ibu Nasution, Ibu Nina dan Ibu Erfin yang melengkapi, akhirnya mendapat perhatian yang tinggi dari Dirjen Dikti Prof Dr. Ir. Nizam.

stikes4.jpg

Mengawali laporan tentang Bidan, Prof. Dr. Haryono Suyono, yang sewaktu awal menjabat Kepala BKKBN sejak tahun 1983, mencatat bahwa jumlah bidan untuk seluruh Indonesia hanya 8.000 bidan untuk 60.000 desa, yang sebagian sangat besar bekerja di Rumah Sakit dan sangat sedikit yang bekerja pada tingkat Puskesmas. Pada tahun 1983 Kepala BKKBN mendapat persetujuan Presiden untuk mempercepat target penurunan fertilitas sebesar 50 persen pada tahun 1990 dari target asli pada tahun 2000, melalui pendekatan kamasyarakatan. Karena itu, jumlah Bidan dianggap sangat kurang, sehingga Presiden RI mengeluarkan “Inpres Bidan Desa” yang melahirkan banyak Sekolah Bidan. Sekolah-sekolah Bidan itu dikelola oleh Kementerian PDK dan Kementerian Kesehatan, masing-masing sebagai produsen dan sebagai konsumen pemakai bidan. Setelah menjadi bidan, para bidan umumnya bergabung dalam Organisasi IBI atau Ikatan Bidan Indonesia yang membantu mengawasi dan meningkatkan mutu pelayanan bidan di seluruh Indonesia.

Karena jumlah Sekolah Bidan yang berkembang sangat pesat tersebut, terdapat banyak Sekolah yang baik dan ada yang kurang baik. Departemen Kesehatan dan BKKBN bekerja sama dengan IBI selalu berusaha mengadakan berbagai kursus guna menambah ilmu dan kemahiran pelayanan di lapangan sehingga muncul adanya “Bidan Delima” atau lainnya. Bahkan muncul “sertifikaasi bidan” yang dilakukan oleh Tim atau Organisasi Bidan. Belakangan muncul pula “Bidan Terapan” yang dianggap memenuhi syarat kemampuan pelayanan kepada masyarakat bagi bidan yang dianggap memenuhi syarat profesional yang tinggi, semua demi keselamatan ibu hamil, ibu melahirkan atau bayi dan anak balita yang di tangani oleh para bidan.

Karena tuntutan formalitas dan kedudukan antar profesi dalam pelayanan kesehatan dengan pasien dan berbagai aturan formal, maka muncul kebutuhan Sarjana Kebidanan. Oleh karena itu pendidikan Kebidanan di dalam berbagai kalangan mengalami kebingungan, utamanya bagi para orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya dan berharap anak kesayangannya bisa bekerja dan mendapatkan kebahagiaan karena profesi atau penghargaan gajih atau pendapatan praktek bidan yang dilakukan setelah jam kerja di klinik, Puskesmas atau lembaga pemerintah lainnya. Suatu pekerjaan di luar jam kerja yang secara langsung masih dibutuhkan masyarakat luas. Namun sampai awal tahun 2000, kebutuhan bidan di Desa sangat jauh dari mencukupi, sehingga niat mendirikan Sekolah Bidan makin mengerucut dan akhirnya pada tahun 2004 secara resmi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehstan Mitra Ria Husada di Kompleks Cibubur resmi didirikan.

stikes5.jpg

Menurut Dr. Danti, Ketua Stikes, dewasa ini jumlah mahasiswa terbagi atas D3 Kebidanan yang karena ada kenaikan menjadi “kategori Profesi Kebidanan”, maka strata ini, yang biasanya merupakan strata awal yang melimpah, menjadi makin langka atau cenderung “menghilang”. Kategori ini seakan tidak diperlukan lagi karena mahasiswanya tidak bisa menjadi “Sarjana” dan anak-anak muda yang ingin menjadi Sarjana dengan skala gajih yang memadai tidak mau lagi mengambil posisi sebagai bidan lulusan D III.

Strata kedua adalah Sarjana Kebidanan. Strata ini menarik karena memiliki kemiripan dengan jajaran tingkat Sarjana dalam profesi lain sehingga bisa mendapatkan dukungan skala gajih dan fasilitas lain kalau yang bersangkutan mulai kariernya sebagai pegawai Negeri. Namun, seperti Sarjana Kedokteran, lulusan Strata ini, belum berhak melakukan ptaktek mandiri.

Strata ketiga adalah “Profesi Kebidanan” yang setelah mendapat masukan teori sebelumnya perlu di tambah praktek lapangan yang memadai, kemudian disyahkan menjadi “seorang bidan profesional” melalui semacam uji profesionalisme yang dalam praktek dilakukan berulang-ulang hampir tanpa batas oleh suatu Tim yang terpisah dari Sekolah Bidan di mana mahasiswa prnah mengikuti kuliahnya. Kalau lulus bisa prkatek Mandiri yang diatur melalui UU No. 4 tahun 2019.

Dirjen Prof Dr Nizam sepakat bahwa kalau lulusan Stikes ingin maju, para mahasiswa tidak dianjurkan mengikuti jalur D3 tetapi mengikuti jalur Sarjana Terapan dan kemudian jalur Sarjana Profesi. Karena itu dalam waktu singkat akan diadakan diskusi yang lebih intensif agar Stikes Mitra Ria Husada meyakinkan dan menjamin para dosen dan mahasiswa bekerja cerdas, terampil dan keras agar kepeloporan Stikes di masa lalu kembali berkiprah menjadi modal untuk maju memenuhi kebutuhan Bidan di RS maupun di Desa dalam membantu menghasilkan anak bangsa yang sehat dan mencegah kematian Ibu hamil, melahirkan, bayi dan anak balita di tanah air tercinta, Indonesia. Semoga mendapat kemudahan demi melestarikan cita-cita Ibu Negara RI.dan seluruh anak bangsanya.

Haryono SuyonoComment