Membangun Kebun Bergizi di halaman Rumah
Sejak negara kita berhasil menurunkan tingkat fertilitas menjadi separonya dibandingkan keadaannya pada tahun 1970 dan kemudian mendapatkan penghargaan dunia berupa UN Population Awards, yang diserahkan oleh Sekjen PBB kepada Presiden RI Bapak HM Soeharto pada tahun 1989 di Markah PBB New York, melengkapi penghargaan FAO untuk swasembada pangan, maka Program KB di tanah air makin diarahkan secara terpadu pada usaha membangun keluarga sejahtera secara lebih tajam. Lebih-lebih setelah tahun 1992, Parlemen menyepakati UU nomor 10 tentang Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, maka upaya membangun keluarga tersebut makin mendapat dukungan Undang-undang.
Sebelum tahun 1990-an telah dimulai dengan Program “Community Incentive” guna membantu komunitas yang program KB-nya berhasil melalui kucuran dana dan pancingan untuk mulai membangun komunitasnya dengan kegiatan pertanian, perdagangan dan industri kecil atau UMKM. Setelah tahun 2000, lebih-lebih setelah adanya UU nomor 10 tahun 1992, kegiatan itu dilanjutkan. Lebih dari itu kepada keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I secara khusus dipancing dengan bentuk insentif langsung bukan dalam bentuk modal saja. Kepala BKKBN Dr Haryono Suyono, bekerja sama dengan Kementrian Pertanian, khususnya Menteri Muda Pertanian, diperintahkan membagi kepada setiap keluarga akseptor KB diberi bantuan dua buah bibit kelapa hibrida untuk ditanam di halaman rumah dengan harapan tatkala anaknya nanti sudah besar dan sekolah, hasilnya bisa di gunakan untuk membantu membiayai sekolah anaknya tersebut. Ratusan ribu bibit kelapa hibrida di bagikan kepada para akseptor lestari oleh jajaran Kementerian Pertanian sekaligus guna meremajakan kelapa yang sudah berusia lanjut. Hasil kelapa hibrida itu pada waktunya menambah volume dari produksi kelapa di Indonesia.
Setelah tahun 2000, kegiatan “incentive community” itu dilanjutkan oleh Yayasan Damandiri yang didirikan oleh Pak Harto bersama dengan Kepala BKKBN Dr. Haryono Suyono dan para Konglomerat, dengan bantuan ribuan bibit pisang Cavendish. Tidak kurang dari 11 juta keluarga mendapat bantuan bibit pisang Cavendish tersebut. Bibit pisang Cavendish itu mudah sekali dipelihara di halaman rumah sehingga setiap keluarga praktis bisa menanam dan memelihara pisang Cavensih yang hampir tanpa pemeliharaan sama sekali.
Program ini kemudian disusul dengan program Takesra Kukesra yang sangat phenomenal tersebut meliputi ajakan untuk menabung pada sekitar 13,6 juta keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I serta pemberian kredit kepada 11,5 juta keluarga yang memiliki tabungan Takesra tersebut. Sayang program ini terpaksa dihentikan karena lembaga yang bekerja sama tidak lagi sanggup melakukan pembinaan. Mudah-mudahan dengan Pembangunan Desa dan masyarakat Desa, kemiskinan di Indonesia, utamanya di daerah pedesaan dapat segera dihilangkan. Apalagi kalau gagasan “kurikulum pagi bercocok tanam” dapat di sebar luaskan kepada serta dilaksanakan oleh keluarga dengan anak muda yang masih sekolah atau memiliki mahasiswa yang belajar dari rumah.