Membangun Kampung Keluarga Berkualitas di seluruh Indonesia

IMG_2081.JPG

Pada awal tahun 1990-an Presiden HM Soeharto melihat bahwa dampak pembangunan tidak lagi menurunkan tingkat kemiskinan secara signifikan kemudian memutuskan agar upaya pengentasan kemiskinan, di samping dengan seruan “delapan jalur pemerataan” yang segera  dicanangkan, diarahkan secara langsung pada sasaran keluarga miskin. Maka pada saat itu dikeluarkan “inpres Desa Tertinggal”, disingkat “IDT” yang sangat terkenal. Menteri Kepala Bappenas Ginanjar Kartasasmita diserahi tugas memimpin program untuk pelaksanaan operasional di dukung dana yang cukup melimpah untuk 20.000 desa dari 60.000 desa di seluruh Indonesia yang dianggap sangat miskin karena infrastruktur desa yang lemah.

Atas dasar IDT itu maka 20.000 desa itu diutamakan pembenahan infrastruktur desa seperti halnya Program Pembangunan Desa yang dicanangkan Presiden Jokowi pada tahun 2015-2020 dengan membangun infrastruktur dengan dukungan Dana Desa yang disalurkan langsung ke desa-desa di seluruh Indonesia yang jumlahnya telah mendekati hampir 75.000 desa.

Kepala BKKBN,  Dr. Haryono Suyono yang memiliki “Peta Keluarga” melihat bahwa jumlah “keluarga prasejahtera” pada 40.000 desa dari sekitar 60.000 desa pada waktu itu, jauh lebih banyak dibandingkan dengan 20.000 desa yang akan di berikan bantuan dana berdasarkan IDT karena jumlah desa-desanya lebih padat. Dengan membawa keterangan berupa data pada 40.000 desa dibanding pada 20.000 desa itu, Kepala BKKBN melapor kepada Presiden bahwa kalau hanya diberikan dukungan pada 20.000 desa maka hasilnya tidak akan memadai karena secara nasional jumlah keluarga miskin di 20.000 desa itu jauh lebih kecil di bandingkan dengan jumlah keluarga miskin di 40.000 desa yang tidak diberikan dukungan  dana untuk dientaskan kemiskinan yang di deritanya.

Atas dasar keterangan yang jelas tentang keadaan di 40.000 desa yang jumlah keluarga miskinnya lebih banyak dibandingkan dengan jumlah keluarga miskin di 20.000 desa, maka Presiden memutuskan menugaskan kepada Kepala BKKBN bertanggung jawab untuk memberdayakan keluarga yang ada di 40.000 desa dengan di dukung Inpres Pembangunan Keluarga Sejahtera (IPKS) dengan pendekatan mandiri karena dana pemerintah sudah dialokasikan untuk 20.000 desa IDT, sehingga dana untuk pemberdayaan keluarga pada 40.000 desa harus diusahakan secara gotong royong dari masyarakat secara mandiri.

leh karena itu sejak tahun 1994/1995 kedua program IDT dan IPKS berjalan seiring dengan gegap gempita. Program IDT dengan aliran dana untuk perbaikan infrastruktur secara besar-besaran dan program IPKS dilakukan dengan menggunakan “Road Map” atau “Peta Pemberdayaan Keluarga” secara bertahap dari Keluarga Prasejahtera, secara bertahap dinaikkan menjadi Keluarga Sejahtera I, Keluarga Sejahtera II dan seterusnya sesuai kemajuan indikator yang bersifat “mutable”, atau bisa dikembangkan oleh setiap keluarga secara mandiri.

BKKBN dan jajaran Unit Pelaksana dikerahkan untuk mengumpulkan keluarga prasejahtera, dilatih dan dipersiapkan untuk memiliki “komitmen dan tekad” bekerja keras agar tidak miskin lagi. Jajaran BKKBN dan Unit Pelaksana diajak menghimbau keluarga yang sudah mampu untuk ikut “lelang kepedulian” mengangkat keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I sebagai keluarga angkat dengan membantu meningkatkan indikator yang lemah agar tidak prasejahtera atau tidak lagi sejahtera I. Lelang kepedulian yang populer pada waktu itu adalah bahwa keluarga prasejahtera umumnya memiliki rumah yang tidak layak huni, sehingga muncul istilah populer “aladin” yaitu bantuan untuk memperbaiki “atap, lantai dan dinding”.

“Lelang Aladin” membantu keluarga yang rumahnya memiliki atap yang bocor, berlantai tanah dan tidak memiliki jendela. Setelah itu dikerahkan keluarga kaya untuk membantu anak sekolah, mencarikan kerja dan mengangkat keluarga yang tidak bekerja dengan memberi pekerjaan serta lainnya menjadi gerakkan masyarakat yang gegap gempita sehingga secara gotong royong angka kemiskinan bisa diturunkan secara drastis. Pada tahun 1997 Presiden HM Soeharto mendapat penghargaan PBB yang diserahkan langsung oleh Dirjen UNDP yang datang khusus ke Jakarta karena angka kemiskinan dapat diturunkan menjadi 11 persen. Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas dan Menteri Kependudukan/Kepala BKKBN mendapat copy khusus Penghargaan tersebut.

Berdasarkan pengalaman tersebut, dalam pertemuan silarurahmi dengan Kepala BKKBN hari Senin kemarin, secara spontan Prof. Dr. Haryono Suyono sangat menghargai keputusan Kepala BKKBN untuk mengembangkan cita-cita BKKBN dan mendorong “kampung KB” bukan lagi kampung keluarga Berencana dengan tekanan peningkatan penggunaan kontraseptif, tetapi menjadi “kampung Keluarga Berkualitas”. Menurut pengertian UU nomor 10 tahun 1992 atau UU Keluarga Sejahtera,  kualitas keluarga itu adalah bahwa setiap keluarga memiliki nilai fungsi keluarga yang unggul. Menurut UU kualitas keluarga itu banyak indikatornya,  tetapi diringkas pada kemampuan memenuhi delapan fungsi keluarga, yaitu fungsi Ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Kuasa, fungsi Budaya, fungsi Cinta Kasih, fungsi Perlindungan, fungsi Kesehatan dan KB, fungsi Pendidikan, fungsi Kewira Usahaan dan fungsi Lingkungan Hidup.

Karena itu, “kampung KB” yang tidak lagi menjadi target BKKBN, tetapi “kampung Keluarga Berkualitas” adalah target yang harus segera didorong agar segera terwujud, mengharuskan BKKBN dengan semua aparatnya perlu bekerja keras mendorong terwujudnya setiap keluarga memainkan peran agar mencapai nilai fungsi keluarga yang maksimal, Kita kembangkan kampung keluarga berkualitas, dua anak cukup, laki perempuan sama saja!

Ketua Umum PWRI yang sebelumnya adalah Kepala BKKBN dan pernah mebantu Presiden HM Soeharto mengentaskan kemiskinan berdasar Inpres Pembangunan Keluarga Sejahtera bersama Ketua Bappenas dengan Inpres Desa Tertinggal, merasa sangat gembira bahwa Kepala BKKBN sempat melihat pendataan Keluarga di Madiun yang telah di konversi ke hp digunakan sebagai “road map” atau jalur pentahapan untuk pengentasan kemiskinan. Berharap bahwa alat bantu berupa data dan peta keluarga tersebut dapat digunakan oleh BKKBN dan instansi lain sebagai “road map” sederhana bagi punggawa desa mengarahkan penanganan sasaran secara tepat dalam membantu keluarga prasejahtera mengangkat keluarganya dari lembah kemiskinan meningkat menjadi keluarga sejahtera yang bebas dari kemiskinan. Semoga.

Haryono SuyonoComment