Ponsel dan Keselamatan Penerbangan
Beberapa hari yang lalu terjadi ‘drama’ arogansi seorang penumpang yang kebetulan anak seorang tokoh, saat terbang dalam pesawat Garuda rute Gorontalo - Makassar – Jakarta. Saat pesawat tersebut melakukan pengisian bakah bakar (refueling), terdapat seorang penumpag yang bercakap-cakap menggunakan HP (Ponsel). Ia sebelumnya telah diingatkan oleh awak kabin untuk tidak menggunakan dan berbicara di Ponsel, karena pesawat sedang dalam proses pengisian bahan bakar, bisa berbahaya. Namun sang penumpang itu tidak terima, malah membentak awak kabin. Penumpang lain, yang melihat kejadian itu diantaranya salah seorang petinggi KPK juga turut mengingatkan namun bukannya ia sadar, malah ia berkata-kata kasar.
Ini bukanlah kejadian pertama arogansi oknum penumpang yang merasa orang penting tidak mau diingatkan mengenai prosedur keselamatan pesawat. Seringkali awak kabin menjadi sasaran kemarahan karena oknum penumpang tidak terima. Padahal penerbangan memerlukan protokol dan prosedur keselamatan yang ketat untuk diikuti oleh semua orang di dalam pesawat. Abai terhadap prosedur dalam dunia penerbangan bisa membahayakan banyak orang.
Masih ingat pada tahun 2013, kasus seorang pramugari maskapai swasta nasional yang dipukul penumpang (seorang pejabat penting daerah di Bangka Belitung) dengan gulungan kertas koran?, gara-gara ia tidak terima diingatkan pramugari malang tersebut untuk mematikan perangkat HP-nya saat terbang. Penumpang pesawat umumnya masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang tinggi, orang-orang terpelajar, namun sayang dua predikat bergengsi tersebut tidak selalu identik dengan tingkat kesadaran kedisiplinan penerbangan. Lebih parah lagi sebagian diantaranya memiliki ahlak yang kurang baik, marah-marah dan tidak menerima saat diingatkan.
Kesadaran penumpang mengenai pentingnya prosedur keselamatan untuk ditaati sangat diperlukan. Bisa dibayangkan, betapa ‘kagok’ dan khawatirnya seorang penumpang yang berniat baik, untuk mengingatkan sesama penumpang yang melakukan kegiatan membahayakan, seperti berbicara di HP saat mengisi bahan bakar, lepas landas atau mendarat. Tidak heran kalau banyak penumpang sendiri enggan mengingatkan, karena ada potensi tidak diterima, bahkan terjadi konflik. Padahal kalau tidak diingatkan bisa berbahaya. Saya pernah memiliki pengalaman mengingatkan seorang penumpang ‘elit’ yang berbicara saat mau take off. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan. Akibatnya, selama perjalanan ia menampakkan muka yang tidak ramah, karena tidak terima diingatkan.
Padahal beberapa kejadian kecelakaan pesawat terjadi akibat human error, selain faktor pilot diantaranya juga karena adanya perilaku penumpang yang yang tidak mengikuti prosedur keselamatan, seperti penggunaan HP saat lepas landas (take off) dan mendarat (landing), dua kegiatan yang memerlukan disiplin tinggi bukan hanya dari awak, juga kesadaran para penumpang.
Beberapa kejadian di bawah ini sering dilansir berbagai media dan dijadikan rujukan banyak artikel mengenai keselamatan penerbangan, antara lain: Kecelakaan pesawat Cross Air Lx 498 pada tahun 2000, dari Bandara Zurich Swiss yang menewaskan 10 orang, ternyata disebabkan oleh salah seorang penumpangnya tidak mematikan HP-nya saat pesawat sedang terbang mengudara. HP tersebut mengganggu sinyal penerbangan. Kejadian yang sama pernah dialami Slovenia Air, yang harus melakukan pendaratan darurat akibat alarm di cockpit pesawat berbunyi terus menerus. Setelah diperiksa ternyata ada HP penumpang yang masih terus menyala, lupa dimatikan. Bukan itu saja, bahkan tahun 1998 menjelang mendarat di Bandara Heathrow London, sebuah pesawat besar Boeing 747 Qantas mengalami masalah gerakan miring (tidak seimbang) saat hendak mendarat, ternyata penyebabnya karena ada lap top, CD player dan electronic game dari tiga penumpang yang belum dimatikan.
Banyak kasus kecelakaan daan gangguan penerbangan lainnya yang diakibatkan oleh penggunaan alat komunikasi, seperti HP, sebagian besar diantaranya mempengaruhi sistem auto pilot dan kontrol pendaratan, mempengaruhi sistem navigasi, dan dapat mengaktifkan sistem tanda bahaya. Oleh karena itu terutama selama proses lepas landas dan proses pendaratan pemakaian HP dan perngkat elektronik lainnya tidak diperbolehkan, termasuk kondisi dimana pesawat memerlukan perhatian keselamatan khusus yang dikomunikasikan oleh otoritas penerbangan, seperti saat pengisian ulang bahan bakar. Sebenarnya, teknologi semakin maju dalam mengakomodasi penggunaan HP selama penerbangan, namun tetap harus mengacu pada prosedur keselamatan.
Dengan demikian, standar prosedur keselamatan ini perlu dikampanyekan secara masif, diikuti oleh sangsi yang tegas, baik sangsi sosial maupun sangsi hukum bagi pelanggarnya. Penegakan hukum perlu dilakukan bukan hanya untuk menghukum, namun pembelajaran bagi semua, demi keselamatan penerbangan.
Aam Bastaman – Univ. Trilogi (Dosen dan Penulis).