Sekelumit Perubahan Sosial di Indonesia
Baru-baru ini, Prof Dr Haryono Suyono, seorang pakar Perubahan Sosial dan Ahli Komunikasi Indonesia telah memberikan kuliah umum secara virtual yang diikuti hampir 800 orang dari seluruh Indonesia. Sesuatu hal yang sangat menarik diutarakan oleh beliau dalam seminar Virtual tersebut. Teori perubahan sosial yang diperoleh saat beliau kuliah di University of Chicago, Amerika serikat puluhan tahun yang lalu, beliau terapkan dalam merubah kondisi Indonesia yang tingkat kemiskinannya sangat tinggi menjadi jauh berkurang jumlah prosentase kemiskinannya, sehingga Indonesia bisa dan mampu berubah ke arah yang lebih baik. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang direncanakan, bukan sekedar berubah biasa, tetapi masyarakat Indonesia perlu adanya dorongan pemberdayaan yang konsisten agar mereka bisa berubah seperti yang direncanakan. Seperti halnya pandangan seorang sosiolog Indonesia, Prof Dr Selo Soemardjan bahwa, perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola prilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat.
Salah satu teori yang dipergunakan oleh Prof Haryono adalah mensyaratkan proses peningkatan kesadaran, pengetahuan dan keberanian untuk mencoba, adanya dukungan yang kuat, baik oleh pemerintah maupun masyarakat serta adanya evaluasi dan adopsi. Oleh karena itu diperlukan adanya komunikasi masa yang tiada henti dan terus menerus dilakukan. Beliau menyebutnya sebagai komunikasi masa yang kredibel, artinya frequensi dan variasi yang tinggi, positif dan ada dimana-mana seakan tidak berhenti. Semua itu ditujukan kepada sasaran yang terfokus dan untuk semua khalayak dan para pendukung yang luas dan dinamis. Hal itu harus diikuti dengan tatap muka langsung dengan sasaran, dilanjutkan dengan sapaan melalui komunikasi yang akrab, edukasi dan advokasi yang terbuka dihadapan publik agar dapat merangsang fase percobaan dan dukungan untuk adopsi.
Program aksi untuk perubahan sosial, biasanya memberikan kepercayaan kepada para tokoh nasional, maupun lokal atau siapa saja yang ikut serta dan aktif menyebar-luaskan ajakan partisipasi dalam pembangunan melalui pemberian kepercayaan yang lebih luas, sehingga penyebar-luasan pembangunan di dalam masyarakat bisa berkembang secara dinamis, untuk itu perlu dibentuk kelompok simpatisan dimana terdapat adanya kesempatan. Dalam mewujudkan munculnya perubahan sosial yang direncanakan, perlu adanya dukungan yang kuat, mulai dari pimpinan tertinggi negara, seperti Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, pimpinan perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, tokoh perbankan serta tokoh masyarakat.
Perubahan yang terarah perlu adanya petunjuk arah atau peta jalan, yang ditujukan kepada sasaran agar bisa bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya. Dimana pada setiap tahap, sasaran keluarga memiliki indikator yang mutable, artinya bisa dirubah sesuai kondisi lapangan, sehingga para pelaku bisa bergerak dari satu tahap ke tahap berikutnya, terus berkembang ke arah yang semakin tinggi. Secara teoritis peningkatan kesadaran perlu diikuti peningkatan pengetahuan, coba-coba sampai adopsi, tahap demi tahap setiap sasaran mengikuti peta berubahan sesuai dengan indikatornya.
Setiap pimpinan kelompok dalam keluarga, termasuk para kader dan para mahasiswa ditugasi untuk membuat peta keluarga, mengembangkan Roadmap pemberdayaan keluarga dan mencatat kemajuan anggota keluarga yang menjadi binaannya. Para mahasiswa bisa bergerak lebih cepat dengan dibantu oleh mereka yang tergolong Keluarga Sejahtera III atau Keluarga III Plus untuk membantu mereka yang masih dalam kondisi Prasejahtera agar bisa meningkat ke tahap keluarga sejahtera I, II dan III. Agar prosesnya lebih cepat, maka perlu adanya lembaga pendukung, terutama lembaga yang paling dekat dengan sasaran utama, yang bisa menjadi tempat berkumpul simpatisan yang selalu siap membantu sasaran dan memantabkan adopsi perubahan sosial dimaksud. Prof Haryono mencontohkan bahwa, dalam program Keluarga Berencana, pemerintah mengusahakan gerakan masyarakat sebagai partisipasi mendukung secara mandiri dan berkelanjutan.
Seperti halnya tahapan program KB dengan target secara bertahap, mulai dari aseptor KB, peserta KB, peserta KB muda, peserta KB muda lestari dan akhirnya menjadi keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Hal ini dilakukan dengan cara perluasan jangkauan, pembinaan dan pembudayaan. Melalui indikator yang makin maju, tujuan akhir dari keluarga muda yang ikut dalam proses pemberdayaan dan berhasil, maka akan tercapai tujuan membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Dari pengalaman bangsa Indonesia dalam proses pengentasan kemiskinan, pada sekitar tahun 1993-1998, ada program IDT atau Inpres Desa Tertinggal yang melibatkan 20.000 desa IDT dan program Pembangunan Keluarga Sejahtera yang melibatkan 40.000 desa Non-IDT. Dana IDT yang digelontorkan oleh BAPPENAS diberikan untuk membangun infrastruktur dan kesempatan ekonomi secara bebas, sedangkan Program Pembangunan Keluarga Sejahtera sebagai program andalan BKKBN, bertujuan untuk merangsang adanya partisipasi masyarakat. Hal ini berdasarkan peta keluarga dan Keluarga Sejahtera III dirangsang untuk mendukung secara gotong-royong, memperbaiki kekurangan keluarga miskin, membantu dan memberdayakan keluarga Prasejahtera untuk bergerak maju dan mandiri. Program yang dilaksanakan pemerintah ada waktu itu, yang hanya kurang dari 5 tahun, telah mampu menurunkan angka kemiskinan di Indonesia dari 30 persen di tahun 1993, menjadi sekitar 11 persen di tahun 1997. Suatu prestasi yang luar biasa dan membanggakan kita semua sebagai bangsa Indonesia, karena kita telah mampu menurunkan tingkat kemiskinan dengan sangat signifikan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa, setiap anggota keluarga diberi kesempatan untuk membuka usaha, seperti membuka warung, baik itu di rumah maupun di pasar-pasar tradisional. Di rumah keluarga tersebut diberi kesempatan untuk menanam tanaman bergizi, seperti tomat, cabe, bayam, serta berbagai tanaman sayuran lainnya, dan di rumah pula mereka dapat berjualan sembako atau barang-barang lain yang dibutuhkan masyarakat sekitar rumahnya, atau pun bisa berjualan di pasar. Pada intinya, kepada mereka khususnya Keluarga Prasejahtera atau Keluarga Sejahtera I diberi kesempatan untuk berusaha dan bekerja, sehingga tahapan keluarganya bisa naik menjadi Keluarga Sejahtera II dan Keluarga Sejahtera III bahkan Keluarga III Plus.
Pada akhirnya di tahun 1997, karena program Pengentasan Kemiskinan di Indonesia berhasil dengan sangat baik, maka UNDP salah satu lembaga Internasional PPB memberikan penghargaan kepada Indonesia atas keberhasilannya tersebut. Dalam upaya pengentasan kemiskinan, partispasi masyarakat mendapat apresiasi yang sangat tinggi. Demikian sekelumit catatan kuliah perubahan sosial di Indonesia yang disampaikan oleh Prof Dr Haryono Suyono dalam kulian umumnya secara virtual. (Penulis adalah Dosen Pascasarjana dan Anggota Senat Universitas Satyagama dan Universitas Trilogi, Jakarta)