Catatan Perjalanan Ekonomi Biru: Tidak Ada yang Kebetulan

Prof. Gunter Pauli

Prof. Gunter Pauli

Dari WA yang memperkenalkan dirinya Asisten Pak Rossalis Adenan, tertulis: “Pak Rossalis ingin ketemu, sudah lama tidak berjumpa dengan Bapak.” Sayapun tertegun, saya ingat itu pemilik nama dari sahabat saya sewaktu kuliah di Unpad. Lama sekali tidak bertemu lagi.

Saat itu sedang berlangsung pembukaan konferensi internasional mengenai Ekonomi Biru (Blue Economy), di hotel Gran Melia. di kawasan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, menghadirkan pembicara utama Prof. Gunter Pauli (seperti telah ditulis dalam tulisan lain, kami memanggilnya Pak Gunter), sang inisiator Ekonomi Biru. Dihadiri oleh peserta yang mewakili berbagai sektor, mulai dari pendidikan tinggi, praktisi bisnis, pemerintahan, LSM dan media.

Konferensi internasional ini diselenggarakan oleh Direktorat Produktifitas Kementerian Tenaga kerja dan Universitas Trilogi (waktu itu saya menjabat sebagai Pjs. Rektor), dengan didukung oleh Asian Productivity Organization (APO) yang berkantor Pusat di Tokyo Jepang. Tulisan mengenai konferensi internasional ini pernah saya ulas dalam tulisan saya mengenai Ekonomi Biru sebelumnya.

Saat rehat kopi HP saya berdering, ternyata suara Rossalis Adenan, dulu waktu di kampus saya memanggilnya Kang Rossalis, senior saya di Unpad, namun beda jurusan saya di FE Kang Rossalis di Sastra Inggris, sahabat lama. Kami sering bertemu, terutama dalam forum bahasa Inggris. Ia orang Sastra Inggris, sedangkan saya anak FE yang menyukai bahasa Inggris. Di Unpad senior sering dipanggil Kang, siapapun dan dari manapun, bukan hanya kepada mahasiswa senior asal Sunda saja. Kang Rossalis sendiri berasal dari Riau.

Setelah saling bertanya kabar (maklum sudah sangat lama tidak bertemu), Ia mengabarkan mau makan malam dengan Prof. Gunter Pauli nanti malam. Saya agak terkejut ternyata Kang Rossalis punya hubungan yang dekat dengan Pak Gunter. “Pak Gunter itu sahabat saya, mitra kerja saat pak Gunter menjadi konsultan Ekonomi Biru d Indonesia”. Ujarnya. Sayang malam itu saya tidak bisa menemuinya, ada komitmen lain yang sudah terlanjur dibuat. Padahal sudah hampir 30 tahun tidak ketemu. Kang Rosalis kemudian mengabarkan, akan dilantik presiden Jokowi sebagai Duta Besar RI di Sudan. “Mohon doanya..” ujarnya lagi. Alhamdulllah, satu teman lagi yang dilantik menjadi pejabat tinggi negara.

Besoknya alhamdulillah bisa ketemu juga saat makan siang di tengah-tengah acara konferensi. Pak Rossalis datang saat kami makan siang dengan Pak Gunter, kemudian bergabung. Rupanya mereka sudah saling mengenal cukup lama dalam beberapa proyek pemerintah yang melibatkan keahlian Pak Gunter. Kemudian Pak Rossalis bercerita kepada pak Gunter mengenai pertemanannya dengan saya saat kuliah di Unpad. Ia bilang saya banyak membantu dalam menyelesaikan tugas akhirnya. Padahal saya kira bantuan saya hanya sedikit, tapi Pak Rossalis nampak sangat apresiasi sekali, sampai dia bilang nama saya ia tulis dalam skripsinya.

Kemudian datang seorang ibu, ternyata bu Dewi Saragdina ketua yayasan Ekonomi Biru Indonesia. Pak Rossalis memperkenalkan bu Dewi kepada saya. “Bu Dewi, mitra di Ekonomi Biru”, ujarnya, “Juga teman SMP”, kata Pak Rossalis sambil tertawa. Saya menyesuaikan memanggilnya “Pak” dihadapan tamu lain. Bu Dewi pun nampak akrab dengan pak Gunter, rupanya mereka sudah lama bekerja sama mengembangkan konsep Ekonomi Biru di Indonesia, melalui Yayasan Ekonomi Biru Indonesia. Saat ngobrol kemudian ketahuan Bu Dewi ternyata besannya tetangga sebelah rumah saya. Dunia memang sempit.

Bu Dewi dengan dukungan Pak Rossalis di Yayasan Ekonomi Biru Indonesia sebagai Pembina, beberapa waktu kemudian melakukan MoU dengan Universitas Trilogi untuk pengembangan Ekonomi Biru di kalangan Pendidikan Tinggi. Penandatangan MoU itu bahkan dihadiri oleh Dr. (HC) Subiakto Tjakrawerdaja (Ketua Yayasan YPPIJ yang menaungi Universitas Trilogi), dan Prof. Haryono Suyono, Pembina Yayasan. Pak Rossalis hadir di acara penandatangan MoU itu, dan memberikan sambutan mewakili yayasan Ekonomi Biru Indonesia. Padahal beberapa hari ke depan ia sudah harus memulai tugasnya sebaga Duta Besar RI di Sudan. Banyak hal seolah kebetulan, tapi beberapa pertemuan ini saya yakin bukan faktor kebetulan, tapi sudah jalannya seperti ini.

Pak Rossalis kini masih menjadi Dubes di Sudan, bahkan sudah tahun ketiga. Meskipun tinggal di Sudan, mengemban amanat negara, ia tak melupakan komitmennya pada pengembangan Ekonomi Biru di Indonesia. Tidak jarang ia menelpon langsung dari Sudan, menanyakan kabar juga memberikan up date mengenai banyak hal.

Saya terus terang menjadi terpacu dan terpanggil untuk turut berkontribusi mengembangkan Ekonomi Biru di Tanah Air. Apalagi Prof. Haryono dan Pak Subiakto begitu gigih memperjuangkan implementasi pendekatan Ekonomi Biro di berbagai sektor di Tanah Air. Meskipun kontribusi saya dalam bentuk yang kecil, tapi memulai jauh lebih penting, termasuk memulai menulis buku Ekonomi Biru Indonesia.

(Aam Bastaman - Universitas Trilogi). Penulis.

Aam BastamanComment