Membangun Budaya Baru: Cuci Tangan dengan Sabun dan Pakai Pelindung
Diantara kami Prof. Dr. dr. Farid Angkasa Moeloek, Dr. Nafsiah Ben mBoy dan kami Prof. Dr. Haryono Suyono, ketiganya pernah menjadi Menteri Kesehatan atau Menko Kesra, sering terlibat dalam keprihatinan melalui diskusi di Media Sosial tentang masalah Virus Corona dan berbagai masalah kesehatan rakyat banyak, utamanya di daerah pedesaan. Diskusi itu bukan pada bahasan tentang Virusnys, tetapi bagaimana menolong rakyat kecil yang ada di desa dan bagaimana menolong mereka mengatasi musibah yang belum jelas kapan berakhir. Lebih-lebih Ibu dr. Nafsiah adalah isteri Gubernur Provinsi NTT Bapak Ben MBoi (almarhum) yang pada jamannya hampir semua rakyatnya sangat miskin sehingga keadaan rakyat masa itu mempengaruhi cara hidup, cara berpikir dan kepedulian yang sangat mendalam kepada keluarga miskin. Prof. Dr. AF Moeloek pernah menjadi Menteri Kesehatan pada jaman pak Harto sangat getol membantu rakyat mengentaskan diri dari lembah kemiskinan melalui perbaikan pola hidup sehat. Prof. Dr. Haryono terlibat bersama secara intensip bersama pak Harto dan Presiden berikutnya membantu keluarga miskin melepaskan diri dari lembah kemiskinan. Ketiganya melihat bahwa salah satu usaha yang bisa menolong rakyat dari serangan Virus Corona adalah menjaga jarak, tinggal di rumah, sering mencuci tangan dengan sabun, serta mencegah tidak kumpul banyak orang mencegah kontaminasi dari seseorang yang mungkin menderita serangan Virus Corona.
Informasi ini biarpun kelihatan sederhana harus diulang-ulang seakan seseorang belum pernah memperolehnya sehingga merangsang serta mengingatkan pada kebiasaan yang kalau tidak dijalankan yang bersangkutan merasa ada sesuatu yang tidak nyaman. Kebiasaan menjaga jarak bagi orang Jepang misalnya, bila bertemu tidak bersalaman tetapi dari jarak jauh membungkuk memberi hormat, ternyata menolong bangsa Jepang dewasa ini tidak banyak terdengar kena akibat merebaknya Virus Corona. Bahkan, Ibu Yuli yang kita pindah dari Malang sebagai ibu penyandang cacat ahli menjahit, yang sewaktu di Malang “dipaksa diambilkan kredit mesin jahit”, kini di Jakarta dengan 70 mesin jahit dan lebih dari 70 tenaga penyandang cacat binaannya, bisa menolong menjahit masker penutup mulut dan hidung tidak kurang dari 1000 buah setiap hari melayani pemesan dari berbagai daerah, Kementrian sebagai suatu perbuatan terhormat dan berguna.
Belajar dari pengalaman itu kami sangat setuju pada ajakan Ibu Nafsiah agar setiap keluarga yang bisa dan memiliki mesin jahit di rumah masing-masing, membuat sendiri masker penutup mulut dan hidung untuk seluruh keluarga dan menolong membuatkan untuk tetangganya. Dalam keadaan dewasa ini, Ibu dr. Nafsiah menganjurkan agar setiap orang selalu memakai masker penutup itu biarpun tidak sakit. Seorang ahli dari manca negara memperkuat kebiasaan ini dan berkata “You help me, I help you” suatu timbal balik yang saling menguntungkan.
Sementara itu, saya juga sepakat dengan Dr. Moeloek yang mengajak kita semua, yang sangat tahu tentang penyebaran Virus yang berbahaya itu untuk tidak tinggal diam, tidak bosan mengulang pesan yang mungkin pernah kita sampaikan, biarpun bagi kita sudah jelas, tetapi kalau kita ulang-ulang pasti akan menolong memperkuat pesan itu sebagai upaya membangun budaya yang lestari dan kita hormati bersama, suatu basis sikap dan tingkah laku yang dinikmati sebagai kepatuhan pada budaya bangsa yang terhormat. Budaya itu akan melembaga dan akhirnya menjadi bagian dari pola hidup sehat, sejahtera dan ciri budaya bangsa yang anggun, diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya secara lestari. Budaya itu akan menjadi bagian dari daya tahan otomatis karena merupakan bagian dari pola hidup yang dijalankan dengan nikmat dan terhormat tanpa paksaan, oleh khalayak yang sangat luas.