Cinta Lingkungan Ubah Sampah jadi Berkah
Sejak diadakan pertemuan dengan para Penggerak Posdaya dari berbagai daerah di Yogyakarta yang secara spontan diberi nama oleh Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT, Prof. Dr. Haryono Suyono sebagai Gerakan Cinta Lingkungan, Ubah Sampah menjadi Berkah, yang diprakarsai oleh Tim Ampera pimpinan Adi Wibowo dari Gajah Mada bersama anggota Tim Albertus Sunarso, Suseno dan Bambang Prayogo, bulan lalu, sambutan masyarakat sungguh sangat membesarkan hati. Salah satu sebabnya adalah adanya isu kenaikan harga tabung gas dan supply gas dengan subsidi yang akan dihapuskan.
Pertemuan yang berhasil di Gedung Pertemuan Universitas Gajah Mada di Yogyakarta itu merangsang Srikandi-Srikandi Penggerak Posdaya dari berbagai daerah ingin segera mendapatkan contoh dan supply Kompor Rakyat yang konon kewalahan membuatnya karena “pesanan membludak”. Pesan-pesan Prof. Dr. Haryono Suyono yang sederhana sesungguhnya hanya terdiri dari lima butir, yaitu bahwa Kompor Rakyat terebut diciptakan oleh tenaga kreatif Indonesia sehingga patut dihargai; bahan bakar yang digunakan adalah bahan sampah yang melimpah dan merupakan bahan terbarukan; penggunaan sampah sekaligus membuat kawasan lingkungan yang bersih bebas penyakit; karena tenaga dan bahan baku berasal dari masyarakat maka potensi kemandiriannya tinggi sehingga kalau masyarakat desa mau dan para pemimpin memberikan komitmennya, gerakan ini akan menciptakan Desa Mandiri Energi yang sangat cepat dengan biaya yang sangat minimal; pemerintah bisa membantu gerakan ini dengan dana yang sangat sedikit tetapi komitmen yang tinggi.
Srikandi Penggerak Posdaya yang hadir pada pertemuan itu bisa dengan sederhana mengembangkan kelompok Posdaya yang ada di desa-desa mengembangkan “Gerakan Cinta Lingkungan” sebagai bagian dari fungsi Keluarga Indonesia yang ke delapan mengantar setiap keluarga bebas diri dari kemiskinan. Gerakan itu sangat sederhana, yaitu gerakan Menggunakan Kompor Rakyat tanpa merasa rendah diri. Karena itu Tim Adi Prabowo, disebut oleh Haryono sebagai Tim Pendowo Limo bersama para Srikandi Posdaya perlu memposisikan Penggunaan Kompor Rakyat sebagai suatu perjuangan mandiri modern, mendahului penggunaan oleh bangsa-bangsa maju lainnya.
Pemanfaatan sampah yang disulap menjadi briket sebagai bahan bakar terbarukan perlu disiarkan secara luas dan dimanfaatkan oleh rakyat banyak sebagai alternatif tenaga untuk keperluan hidup sehari-hari. Keyakinan ini oleh Prof. Dr. Haryono Suyono dalam kesempatan Peringatan Hari Natal bersama PWRI telah disampaikan kepada Menteri ESDM, Bapak Arifin Tasrif lengkap dengan penggunaan Kompor Rakyat dengan bahan bakar olahan sampah. Apabila pemerintah memberikan dukungannya, hampir pasti gerakan ini mendapatkan momentum positif yang menguntungkan. Apalagi Adi Wibowo mendapat kesempatan dari Pimpinan Universitas Gajah Mada menggunakan berbagai fasilitas Perguruan Tinggi ternama itu untuk mencari terobosan yang memberikan citra positif terhadap pengembangan inovasi yang gemilang tersebut.
Yuli Isminarti, salah seorang penggerak masyarakat mandiri di Posdaya Bekasi Utara dan banyak bergaul bersama nelayan pantai yang memiliki tanaman mangrove yang luas, berminat untuk menggunakan limbah tanaman itu guna membuat briket, tetapi kecewa karena belum mendapat pendukung sponsor guna membeli peralatan guna pembuatan briket atau arang yang bisa dimanfaatkan oleh anggotanya dari kalangan nelayan yang tentu akan sangat ragu-ragu mencoba sesuatu yang baru dan belum pernah di pakainya. Ibu Ardhining, SE, MM yang kerap disapa Iin dari Kota Madiun dan biasa menjadi konsultan di beberapa Rumah Sakit di daerah dan sering bertemu dengan pasien dari keluarga miskin, merasa bahwa Kompor Rakyat yang dilihatnya di Yogyakarta, sangat cocok dan bisa menjadi idaman rakyat di desa. Diharapkan bahwa di Kota dan Kabupaten Madiun ada yang berminat menjadi pemasok Kompor dan bahan bakar yang diperlukan sehingga masyarakat desa yang belum bebas dari kemiskinan. Ibu Iin berharap tidak saja di Kota Madiun, tetapi juga di sekitarnya seperti di Kabupaten Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan dan mungkin juga warga Posdaya atau masyarakat di Kota Madiun bisa melayani daerah-daerah lainnya sehingga keluarga dari daerah-daerah itu tidak makin menderita karena subsidi kompor yang akan dicabut. Ibu Dian Budi Anggraeni S.Ip, yang oleh rekan-rekan penggerak Posdaya di panggil Bu Dian, sangat menyesal tidak datang dalam pertemuan di Yogyakarta karena ada acara keluarga. Ibu Dian sangat ingin melebarkan sayap ke berbagai Posdaya di Pacitan, khususnya kepada keluarga-keluarga di Desa yang dimasa lalu sangat akrab dengan “pawon” yang menggunakan bahan bakar dari halaman sekeliling. Suatu modernisasi bertahap yang menurut perkiraannya akan bisa diterima oleh masyarakat.
Karena berbagai komentar itu, Adi Wibowo dan kawan-kawan yang dimasa menjabat dalam LPPM Universitas Gajah Mada ikut bergerak mengembangkan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pengembangan Gerakan Masyarakat Mandiri melalui pembentukan Posdaya harus bergerak cepat dan segera mengadakan kampanye melalui lembaga itu di desa-desa. Adi Wibowo perlu mengadakan pertemuan dengan para penggerak Bumdes guna memperoleh simpati dan menarik masyarakat desa menggunakan Kompor Rakyat dengan pelet atau arang yang bisa dibuat langsung di setiap desa. Pengembangan yang sederhana, seperti halnya bisa ber-KB di rumah tetangga akan mendorong penerimaan Kompor Rakyat dan produksi pelet atau arang sebagai bahan bakar mendapat simpati masyarakat luas. Semoga.