Refleksi: Sampah Plastik
Dalam perjalanan ke kampus di Kalibata, saya melewati seorang penjual buah-buahan, kebetulan langganan juga, saya pesan anggur, karena memang dianjurkan untuk konsumsi buah-buahan, seperti anggur untuk menjaga kesehatan. Saya lihat anggurnya memakai wadah stereoform, dilapisi lagi dengan kemasan plastik saat saya beli, si Mas yang jual kemudian membungkusnya lagi kedalam kantong plastik. Setelah itu tidak jauh dari tukang buah-buahan, saya pesan bubur ayam, untuk sarapan pagi, selalu tidak sempat sarapan pagi di rumah. Saya bilang ke si Abang penjual dibungkus saja. Ternyata seperti biasa diwadahi stereoform, diberi alas plastik, supaya bubur yang panas tidak mengenai langsung stereoform. Kemudian bubur dalam kemasan stereoform tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik.
Kedua bungkusan plastik tersebut saya tenteng ke kampus, dengan perasaan bersalah. Mengapa saya tadi tidak bawa wadah dari rumah, sekarang saya berkontribusi kembali pada tumpukan sampah plastik yang bermasalah, dari dua bungkusan ini. Memang tidak mudah menghindari pemakaian plastik. Padahal beberapa kali di media ini saya menulis mengenai perlunya demarketing plastik, karena sudah sedemikian merusak lingkungan. Sebagai catatan, Indonesia merupakan kontributor sampah plastik nomor dua terbesar di dunia. Tidak main-main.
Apakah anda pernah mengalami situasi seperti saya? Bisa jadi. Tapi mudah-mudahan rasa bersalah karena masih memakai plastik untuk keperluan sehari-hari diimbangi dengan niat untuk tidak menggunakan kembali kantong plastik, atau paling tidak mengurangi pemakaian plastik. Kalau bisa tanpa plastik, mengapa tidak? Selanjutnya mudah-mudahan hal ini menjadi momentum untuk “tobat”, dari menggunakan kemasan atau kantong apapun dari plastik. Seperti saya bilang, minimal mengurangi dengan sungguh-sungguh pemakaian plastik.
Mendengar cerita saya tadi, seorang teman saya dengan bercanda bilang: ”Memang enak?”, sambil tertawa.
Saya sadar keteladanan lebih ampuh dalam merubah perilaku sosial, dibandingkan himbauan dalam sebuah tulisan.
Aam Bastaman (Editor Senior Gemari.id. Penulis Buku serial Traveler Tic Talk).