Prof. Haryono Suyono (HS) Dalam Pengabdian: Kisah dengan Mahatir

(Aam Bastaman)*

mahatir.jpg

Cerita ini pernah disampaikan Prof. HS dalam suatu acara pengarahan kepada para dosen di Universitas Trilogi, Jakarta. Disamping itu juga kesaksian  Dr. Muyono, yang selalu mendampingi  Prof. HS.

Tahun 1999, Prof. HS sebagai Menko Kesra, diutus Presiden Habibie untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) D-8 di Bangladesh, mewakili  Presiden yang tengah berhalangan (maklum, Presiden Habibie tidak  memiliki Wakil Presiden). Dalam kesempatan itu, Prof. HS didampingi oleh Menlu Ali Alatas dan  ekonom senior Wijoyo  Nitisastro. 

D (Developing) 8 didirikan melalui deklarasi  yang dihasilkan pada Konferensi Tingkat Tinggi pertama D-8 (KTT D-8 ke 1) pada tanggal 15 juni 1997 di Istanbul, Turki. D-8 sesuai dengan namanya, terdiri dari 8 negara dari kawasan yang membentang dari Asia Tenggara hingga Afrika, yaitu: Indonesia, Malaysia, Bangladesh, Iran, Pakistan, Turki, Mesir dan Nigeria.

Pembentukan D-8 ini didasarkan pertimbangan bahwa Organisasi Konferensi Islam (OKI) selama ini dinilai kurang efektif dalam menghadapi berbagai tantangan. Beberapa  tujuan dibentuknya D-8 antara lain untuk meningkatkan intra trade antar negara anggota, disamping itu juga untuk meningkatkan posisi negara berkembang dalam perekonomian, memperluas dan menciptakan peluang baru dalam hubungan perdagangan, serta  meningkatkan partisipasi negara berkembang dalam pengambilan keputusan ditingkat internasional.

Dalam konferensi  tersebut hadir antara lain wakil PM Iran dan Mahatir Mohammad.  Ini cerita intinya: Dalam kesempatan itu, Wakil PM Iran nampaknya mau mendekati Mahatir, namun Mahatir saat itu sedang tidak  suka (sedang tidak mood) dengan wakil PM Iran ini, untuk menjauhinya dengan sopan maka ia mendekati Prof. HS. Ngajak ngobrol panjang lebar – dengan bahasa Melayu, pura-pura serius, sehingga Wakil PM  Iran tidak mendapatkan kesempatan untuk bicara dengan Mahatir. Prof. HS dianggap telah menyelamatkan Mahatir dari “gangguan” wakil  PM Iran, yang mencoba “pedekate”.

Mahatir senang telah dibantu Prof. HS dengan melayaninya mengobrol dalam bahasa Melayu, dan pura-pura serius diskusi, sehingga bisa menghindari wakil PM Iran. Kemudian Mahatir bilang ke Prof.  HS kalau ke Malaysia harap menghubunginya.

Prof. HS suatu hari ke Malaysia untuk suatu keperluan dinas. Prof. HS kemudian teringat undangan Mahatir. Duta besar kita di sana diminta tolong menghubungi Mahatir. Tapi tidak bisa, katanya, waktunya terlalu pendek. Karena biasanya kalau dengan Mahatir perlu appointment dulu. Minimal satu minggu sebelumnya.

Kemudian Prof. HS mengontak sendiri ajudan Mahatir. Ia memperkenalkan diri dan bilang kalau Mahatir mengundang Prof. HS untuk ketemu kalau sedang  di Malaysia. Sang ajudan kemudian mengontak Mahatir. Nyambung, Mahatir minta Prof.   HS segera menemuinya, hari itu juga. Dubes terkaget-kaget. Mahatir mengundang Prof. HS secepat itu. Biasanya perlu waktu untuk appointment dulu. Tapi kemudian ia mengatakan, “Saya ikut juga….”, kata sang Dubes, kaget dengan kemampuan komunikasi Prof. HS.

Aam Bastaman (Univ. Trilogi), Editor Senior Gemari.id.  Penulis buku serial Traveler Tic Talk.

Aam Bastaman.jpg
Aam BastamanComment