Refleksi: Inspirasi dari Petani
Kick Andi Jumat malam, tanggal 26 Juli 2019 menampilkan dua tokoh petani muda dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Yang pertama adalah Sandi Okta Susila, lulusan IPB Bogor, petani muda asal Cianjur Jawa Barat, dan kedua Ulus Primawan, petani sukses yang tidak tamat SD, asal Lembang Bandung Barat. Ulus bahkan karena prestasinya mendapatkan anugerah kehormatan dari FAO sebagai petani teladan se Asia Pasifik.
Keduanya memberi inspirasi dan meluruskan pandangan yang keliru mengenai profesi petani yang sering dianggap banyak kalangan sebagai tidak memiliki masa depan, miskin, kumuh dan tidak bergengsi. Keduanya telah membuktkan bahwa petani itu keren, memiliki prospek dan mereka bangga sebagai petani. Namun ada hal yang perlu dititikberatkan dari pengalaman mereka, bahwa bertani itu harus dengan pendekatan kewirausahaan, supaya dapat akses ke pasar dan menguasai pasar. Memotong rantai distribusi dan rantai pembiayaan pertanian, sehingga tidak memberi kesempatan kepada para cukong dan tengkulak untuk menguasai hasil pertanian.
Kehadiran kedua tamu di Kick Andi tersebut sangat relevan, mengingat dunia pertanian kita kurang dilirik oleh anak-anak muda. Sebagai indikasinya fakultas ataupun prodi pertanian di banyak universitas di Tanah Air kekurangan peminat, atau peminatnya lebih sedikit dibandingkan dengan bidang-bidang lain. Dengan kata lain, bidang pertanian kurang populer. Bukan hanya itu saja, banyak lulusan pertanian yang akhirnya tidak berkontribusi pada dunia pertanian karena mereka hijrah ke berbagai bidang lain, yang seringkali juga tidak ada kaitan dengan dunia pertanian. Istilah dalam militer barangkali desersi, dalam tanda kutif.
Sandi yang berpendidikan IPB memang pas menekuni bidang sesuai dengan latar belakang pendidikannya, sesuai dengan harapan masyarakat. Sebagai orang dengan latar belakang pendidikan pertanian seyogyanya menekuni bidang pertanian, yang sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Padahal teman-teman Sandi dengan latar belakang yang sama banyak yang keluar dari dunia pertanian, sehingga harapan kita kepada orang-orang seperti Sandi-lah dunia pertanian kita bisa maju.
Sandi bukan hanya petani yang memiliki lebih dari 8 hektar lahan hasil jerih payahnya sendiri, tapi juga ia memiliki usaha pengepul dan distribusi hasil pertanian yang dihasilkan oleh para petani lain. Ia juga menjadi penyuluh dan mentor di berbagai kelompok petani. Usahanya maju dengan karyawan yang terbilang banyak, lebih dari lima puluh orang, diluar mitra petani binaannya.
Sedangkan Ulus, meskipun bukan berasal dari orang yang berpendidikan tinggi, prakteknya ia banyak dikunjungi berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri untuk belajar pertanian ala Ulus, terutama tanaman buncis asal Kenya, yang oleh Ulus berhasil dibudidayakan dengan baik. Ia juga memiliki kelompok petani untuk berbagi dalam mengembangkan pertanian, khususnya di daerahnya, umumnya di Tanah air. Tidak sedikit pula para petani atau yang berkepentingan dengan dunia pertanian dari Australia, Amerika Serikat, Jepang, India dan Kenya datang ke tempat Ulus di Lembang Bandung Barat, untuk belajar dan mengamati proses pengolahan pertanian, khususnya tanaman baby buncis yang digagas Ulus. Usahanya kini berkembang, bahkan sudah mampu melakukan ekspor hasil pertanian, terutama buncis ke Singapura.
Semoga kedua petani muda ini bisa menginsirasi kaum muda lainnya di Tanah Air untuk terjun menekuni dunia pertanian, bukan hanya sebagai petani, namun juga wiruahawan pertanian, seperti yang dipraktekkan keduanya. Sehingga kegiatannya mulai dari farm ke fork, terintegrasi antara ladang dan penguasaan pasar.
Bangsa akan maju kalau pertaniannya maju, begitu kata Ulus yang hanya tamatan SD kelas enam. Sedangkan Sandi mengatakan sayang, kalau dia yang lulusan IPB tidak menjadi petani. Keduanya sangat bangga menjadi petani sebagai pilihan profesi.
Bangkitlah pertanian Indonesia demi kemandirian pangan. Pastinya dua anak muda ini telah menginspirasi kita.
(Aam Bastaman, dari Universitas Trilogi, Jakarta. Editor Senior Gemari.id yang diterbitkan oleh Haryono Suyono Center).