Traveler Tic Talk: Pertanian Korea Selatan, antara Busan dan Ulsan
Setelah mendarat di Bandara internasional Gimhae, Busan, Korea Selatan, saya langsung mengambil bis antar kota menuju Ulsan, dengan tiket 8.000 Won Korea. Menariknya sepanjang perjalanan antara Busan dan Ulsan terhampar ladang pertanian yang sangat luas, dengan aneka tanaman mulai padi sampai kacang kedelai, kentang ataupun gandum.
Saya jadi teringat saat petani muda Korea Selatan yang rata-rata berumur 20-an sampai 30-an tahun mengunjungi Universitas Trilogi, untuk berbagi mengenai kemajuan pertanian Korea Selatan. Korea Selatan telah membuktikan dirinya berhasil memajukan sektor yang menjadi salah satu tulang punggung ekonominya (bukan hanya industri manufaktur saja).
Para petani muda Korea Selatan tersebut sangat semangat menceritakan sejarah program pertanian mereka. Rupanya bidang pertanian telah menarik minat banyak anak muda Korea Selatan untuk menjadikan pilihan karir sebagai petani. Petani kaya, terhormat, dengan penguasaan lahan mencapai puluhan hektar, dengan otomatisasi pertanian, sekarang digitalisasi pertanian.
Perang Korea merupakan rentetan sejarah yang pahit bagi bangsa Korea, setelah terbebas dari pendudukan Jepang di Korea. Penjajahan Jepang dan perang Korea yang meluluhlantakkan Korea telah memberikan pelajaran bagi bangsa Korea Selatan untuk bangkit secara ekonomi, terutama berkaitan dengan ketahanan pangan. Keberhasilan Korea Selatan mengembangkan pertanian merupakan buah dari kebijakan pemerintahnya yang konsisten dan sungguh-sungguh untuk mengedepankan sektor pertanian. Keberhasilan ini tidak didapat begitu saja, tetapi melalui proses yang panjang. Perjalanan program pengembangan pertaniannya dimulai pada awal tahun 1960-an, sebagai tahapan awal, kemudian pada tahun 1970-an mulai melibatkan beberapa perusahaan swasta dalam mekanisasi pertanian, dilanjutkan dengan periode tahun 1990-an dengan modernisasi pertanian, serta dekade 2010-an yang mulai memasuki era digitalisasi pertanian, dengan mengusung program smart farming, serta program hilirisasi produk pertanian yang terintegrasi, dengan didukung industri penunjang hasil pertanian.
Kondisi Korea Selatan pada awal tahun 60-an sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kondisi di negara kita. Sebagian besar warganya merupakan petani, sekitar 60% tinggal di pedesaan, dengan penguasaan lahan yang sempit, keterbelakangan di bidang pertanian, kemiskinan yang menghimpit petani, menjadi tantangan nyata Korea Selatan. Namun mereka memiliki semangat yang luar biasa untuk bangkit dan didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan pro-pertanian.
Perjalanan 1 jam antara Busan sampai Ulsan dengan naik bis tersebut bisa membuka mata kita sebagai pelancong bagaimana kemajuan Korea Selatan yang begitu cepat untuk mengejar ketertinggalannya, terutama dengan musuh bebuyutannya – Jepang.
Bagi kita yang tengah berjuang mengupayakan kemandirian pangan yang terintegrasi dan jangka panjang, proses perjuangan masyarakat dan pemerintah Korea Selatan dalam memajukan dunia pertaniannya bisa menjadi pelajaran. Sehingga kita bisa mendorong kemajuan pertanian kita lebih cepat lagi, dan kelak dalam waktu yang tidak terlalu lama dengan bangga bisa mengatakan majulah pertanian kita.
Aam Bastaman, dari Ulsan, Korea Selatan.